Cita-Cita VS Panggilan TUHAN
Sumber: My Utmost

Kata Alkitab / 11 August 2023

Kalangan Sendiri

Cita-Cita VS Panggilan TUHAN

Admin Spiritual Official Writer
24932

Untuk memperoleh sesuatu yang baik, selalu ada harga yang harus dibayar. Kalau kita ingin makan yang enak, harganya pasti lebih mahal dari makanan biasa. Untuk lulus dari kampus terbaik, ada harga yang harus dibayar. Untuk mempunyai karier yang meningkat terus-menerus, ada harga yang harus dibayar. Untuk punya bisnis yang berhasil, ada harga yang harus dibayar. Untuk hidup dalam panggilan yang terbaik dari Tuhan pun, tentunya ada harga yang harus dibayar.

Hal itu saya alami dalam kehidupan saya. Saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang pendeta tapi kemudian Tuhan memanggil saya. Saya yakin ini adalah panggilan mulia yang tidak diperoleh sembarangan orang. Namun, ada harga yang harus dibayar untuk mendapat panggilan tersebut.

"Sebab itu, ya raja Agripa, kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat." Kisah Para Rasul 26: 19

 

Baca Juga: 3 Pelajaran Iman dalam Menerima Panggilan Tuhan

 

Kehidupan kita akan ditentukan oleh keputusan kita dalam membayar harga ketika mengikut Tuhan. Ada banyak orang yang mau mengikut Tuhan sebatas kenyamanan mereka. Bagaimana memiliki hati yang rela membayar harga?

1. Tatap yang tak terlihat

Ibr. 11:27, "Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan."

Tahun 1952, Florence Chadwick berusaha menjadi wanita pertama yang berenang dari Pulau Catalina ke pantai California. Keduanya berjarak hampir 34 kilometer dan sangat sukar untuk direnangi karena alirannya yang deras. (Saat itu, dia sudah menjadi perenang wanita pertama yang berenang menyeberangi Selat Inggris).

Pada pagi tanggal 4 Juli 1952 jutaan orang menonton dia di TV nasional. Lautan saat itu seperti kolam es dan kabut begitu tebal sampai dia tidak bisa melihat kapal yang mendampingi dia. Ikan hiu berenang-renang di dekatnya dan harus diusir dengan tembakan senapan. Selama 16 jam, Florence berenang di selat Catalina. Kemudian dengan jarak hanya tinggal 3/4 kilometer, tiba-tiba dia menyerah! Ketika reporter bertanya kenapa dia menyerah, Florence berkata: Bukan rasa lelah, air dingin atau ikan hiu yang mengalahkan saya... tapi kabutnya -dia tidak bisa melihat sasarannya. Dia tidak bisa melihat daratan ... jadi dia menyerah! 2 bulan kemudian, Florence mencoba lagi. Kali ini, kabutnya tetap sama tebal ... tapi dia membayangkan sasarannya dengan jelas di pikirannya ... dan dia berhasil! Florence Chadwick menjadi wanita pertama yang menyeberangi Selat Catalina... dan memecahkan rekor perenang pria dengan selisih waktu 2 jam!

Kalau engkau tidak bisa melihat sasaranmu... engkau juga akan menyerah! Sebaliknya, sama seperti Florence yang membayangkan sasarannya di pikirannya dan berhasil sampai, kita pun akan tetap bertahan dan rela membayar harganya kalau kita bisa membayangkan sasaran yang Tuhan berikan.

Hal yang sama akan membuat kita rela membayar harganya, yaitu jikalau kita tahu apa sasaran kita dalam hidup ini. Orang tidak akan hitung-hitungan dalam membayar harga asalkan mereka tahu untuk apa mereka harus membayar harga.

 

Baca Juga: Janji Tuhan Bagi Gereja yang Setia Mengerjakan Amanat Agung

 

2.  Ingat upah kekal yang menanti kita

2 Tim. 4:7-8, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya."
 
 
"Pada akhir Perang Dunia II, Jenderal Eisenhower pulang dari perang Eropa. Ketika dia keluar dari pesawat di New York, orang banyak membawa spanduk yang mengucapkan, "Selamat datang, Jenderal!" Dan mereka menggelar karpet merah dan ribuan orang hadir untuk merayakan kemenangannya. Di dalam pesawat yang sama ada seorang  misionari yang menghabiskan seumur hidupnya di Afrika, melayani Tuhan. Isteri dan anak-anaknya semuanya meninggal karena malaria, dan dia sendiri sedang hidup kesulitan, bangkrut, dan sakit-sakitan.  Saat dia keluar dari pesawat, tidak ada satu orangpun yang menyambut dia. Saat dia melihat semua spanduk dan kerumunan orang dan karpet merah, dia mulai mengasihani diri dan menyesal. Dia merasa bahwa iblis berbisik di telinganya, berkata, "Kamu seharusnya bisa memiliki semua ini, tapi engkau melepaskannya. Engkau melayani Tuhan selama 50 tahun dan tidak ada orang di sini yang datang untuk menyalamimu, tidak ada orang di sini yang menyambutmu, tidak ada orang di sini yang membuat engkau bahagia dan merasa diterima. Engkau sudah menyia-nyiakan hidupmu!" Dia berkata bahwa dia mulai merasa sangat buruk terhadap dirinya, dan kemudian, tiba-tiba, Tuhan seolah berbisik di telinganya dan berkata, "Tunggu sebentar, anakKu, tapi engkau kan belum sampai di rumah!"

Kita melayani Tuan yang baik yang tidak hanya berorientasi kepada hasil semata-mata. Tuhan menghargai semua yang kita kerjakan bagi Dia dan memberi kita upah yang kekal sekalipun hasilnya tidak selalu seperti yang kita harapkan. Bukannya Tuhan tidak memperhatikan produktivitas kita tapi saya percaya Tuhan lebih mementingkan motivasi daripada aksinya. Itu alasan mengapa saya mau membayar harga dalam melayani Tuhan Yesus Kristus.

Sumber : Yoseph M.S.
Halaman :
1

Ikuti Kami