Bagaimana Gereja Seharusnya Menanggapi Perang Antar Negara yang Terjadi?
Sumber: Atlantic Council

Kata Alkitab / 27 February 2022

Kalangan Sendiri

Bagaimana Gereja Seharusnya Menanggapi Perang Antar Negara yang Terjadi?

Lori Official Writer
3176

Bagaimana seharusnya gereja meresponi perang yang terjadi di tengah dunia saat ini, baik perang antar negara, perang saudara sebangsa atau perang di tengah lingkaran kehidupan kita sendiri?

Alkitab menjadi saksi dari begitu banyak perang yang terjadi di masa lampau. Satu bangsa menyerang bangsa lain. Ribuan pasukan yang dikerahkan dibantai, sehingga kekuasaan terhadap satu negara menjadi absolut.

Ada ribuan respon dan pertanyaan dalam menanggapi konflik dan perang yang terjadi. 

Pastikan kita akan merasa kecewa karena di dalam Alkitab, Tuhan seolah mengizinkan perang terjadi. 

 

Baca Juga: Apa Kata Alkitab Soal Perang? Temukan Jawabannya Dari 10 Pertanyaan Ini…

 

Tapi benarkah sosok Tuhan menghendaki kekacauan di tengah dunia?

Orang Kristen, bagaimana pun percaya bahwa Tuhan memberi mereka kehidupan menurut gambar-Nya. Karena itu, orang Kristen percaya bahwa kehidupan itu harus kudus dan dilindungi. Di dalam Sepuluh Perintah, Tuhan melarang keras tindakan pembunuh. “Jangan membunuh!” kata-Nya.

Yesus sendiri mengingatkan murid-murid-Nya untuk “Mengasihi musuh dan mendoakan orang yang menganiaya mereka.” (Matius 5: 44).

Beberapa orang Kristen lainnya percaya bahwa ada kalanya bahwa cara satu-satunya untuk mengalahkan ketidakadilan atau mempertahankan gagasan tentang kekudusan hidup adalah dengan menyatakan perang. Yang lainnya berpikir bahwa mereka seharusnya menyatakan damai dan tanpa kekerasan. 

Dan Yesus menyampaikan kepada murid-murid-Nya, “Jika ada yang menampar pipi kananmu, berikan pipi yang lain.” (Matius 5: 39)

Ditampar oleh orang lain mungkin menjadi penghinaan yang sangat serius. Tetapi Yesus berkata supaya tidak bereaksi terhadap perlakuan tersebut.

Lalu di Lukas 22: 36, Yesus juga memberikan pandangan bahwa, “Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang.”

Ayat ini sepertinya merujuk kepada tindakan dimana seseorang bisa membela dirinya sendiri.

 

 

BACA HALAMAN BERIKUTNYA --->

Perang Suci

Konsep perang suci atau perang atas nama Tuhan, berkembang pada saat gereja menjadi semakin kuat secara politik. Perang Salib sendiri menjadi salah satu diantaranya dan dicetuskan oleh Gereja Katolik Roma pada abad ke-11 dan ke-13. Tujuan perang ini adalah untuk merebut kembali Yerusalem dari kaum Muslim. Perang Salib menyebabkan banyaknya korban jiwa yang jatuh.

Namun saat ini, konsep perang suci sudah ditolak oleh semua gereja. 

Meski begitu, ada saja gereja yang mendukung perang jika hal itu dianggap benar secara standar perang yang adil, sama seperti yang disampaikan Yesus yaitu tindakan untuk membela diri sendiri.

 

Baca Juga: 3 Hal Penting yang Orang Kristen Perlu Doakan Dari Konflik Rusia dan Ukraina

 

Perang yang Adil

Perang yang ada mencakup beberapa syarat yaitu:

- Memiliki alasan yang adil untuk mencetuskan perang. Misalnya melawan invasi atau membela diri. Perang dalam hal ini tidak bertujuan untuk menguasai kekayaan atau suatu negara secara absolut.

- Dinyatakan dan dikendalikan oleh otoritas yang tepat, seperti negara atau pemerintah

- Perang bertujuan untuk kebaikan dan memulihkan perdamaian.

- Perang harus menjadi pilihan terakhir jika semua solusi damai sudah dicoba dan gagal. Misalnya negosiasi.

- Perang hanya diizinkan melawan target yang sah, sementara warga sipil harus dilindungi.

- Kebaikan yang dicapai melalui perang harus lebih besar daripada kejahatan yang menyebabkan perang

Teori perang yang adil ini masih digunakan oleh gereja dan orang-orang Kristen hingga saat ini sebagai panduan saat mencetuskan perang.

 

 

BACA HALAMAN BERIKUTNYA --->

Kenapa Masih Ada Orang Kristen yang Mendukung Perang yang Adil?

Ketika perang dilakukan untuk melindungi orang yang tak berdosa (warga sipil), hal ini dipandang sebagai contoh dari ajaran Yesus.

“Kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.” Matius 22: 39

Alkitab juga menunjukkan bagaimana sebuah kemarahan dibenarkan. Seperti apa yang dilakukan oleh Yesus di Bait Allah (Yohanes 2: 15). 

Kemarahan dalam hal ini bicara tentang menggunakan kemarahan seseorang dengan cara yang bijaksana dan terkendali untuk mewujudkan keadilan atau melindungi orang yang lemah.

 

Baca Juga: 20 Tahun Pasca Serangan 9/11, Apakah Amerika Sudah Bebas Dari ‘Perang Melawan Teroris’?

 

Namun tentu saja hal ini menjadi alternatif terakhir jika negosiasi gagal. 

Di dalam Matius 5: 9, Yesus sendiri menyampaikan, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Ayat ini mengingatkan bahwa Yesus sendiri menginginkan sesuatu yang lebih mulia daripada menjadi pemarah yaitu menjadi pembawa damai.

Kehidupan Yesus menjadi contoh nyata dari bagaimana orang Kristen menanggapi masalah. Saat penjaga datang untuk menangkap Yesus, Dia tidak melawan malah meminta murid-murid-Nya untuk mundur. 

Pilihan ini tentunya sesuai dengan perintah ‘Jangan Membunuh’ dalam Keluaran 20: 13 dan ‘Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan..’ dalam Roma 12: 17.

 

Jika Perang Harus Terjadi Apa yang Bisa Orang Kristen Lakukan?

Saat ini ada begitu banyak organisasi kemanusiaan yang dibangun oleh lembaga-lembaga Kristen untuk membantu korban perang suatu negara. 

Jika upaya menyerukan perdamaian dan doa tidak menghentikan perang antar negara yang terjadi, orang Kristen setidaknya harus menolong para korban perang. Seperti menyediakan tempat pengungsian, konseling dan pendidikan bagi anak-anak korban perang dan pengobatan medis bagi korban yang terluka.

Sumber : Jawaban.com
Halaman :
Tampilkan per Halaman

Ikuti Kami