Menarik sekali ketika tengah membaca tulisan Celia Yay Padua Olmedo, seorang penulis buku inspiratif Philipina. Ia mendefinisikan bahwa keberanian merupakan kualitas dari menjadi berani. Menjadi berani bukan berarti sombong, congkak atau arogan.
Yay menyebut bahwa keberanian sejati memaksa seseorang untuk mengambil risiko untuk keluar dari kenyamanan hidup dan mampu berdiri teguh meskipun berlawanan arus. Keberanian secara nyata dapat dilihat dari karakter dan cara hidup seseorang sehari-hari.
Seperti halnya Musa yang harus lari dari Mesir menuju Midian untuk menghindari rencana pembunuhan Firaun terhadapnya. Lalu menjalani hidup sebagai gembala di sana selama 40 tahun. Namun Tuhan kembali mengutus Musa untuk menyelamatkan umat Israel dari Mesir. Awalnya Musa ragu lantaran ketidakmampuannya berbicara dengan baik, namun Tuhan meneguhkan dan menambah keberaniannya.
Baca Juga: Manusia Lahiriah vs Manusia Batiniah
Dalam kisah Musa, keberanian yang dimilikinya berbuah pada pembebasan bangsa Israel dari kungkungan perbudakan oleh bangsa Mesir. Masalah yang dihadapi Musa jauh lebih besar dari yang dihadapi oleh Indonesia, seperti bergelut dalam korupsi, intoleransi dan kesejahteraan hidup. Saat itu, Musa diutus dalam misi besar untuk mengajak umat Israel kembali kepada Tuhan dan meninggalkan berhala-berhalanya. Selain itu, Musa juga ditugaskan untuk membawa satu bangsa menuju tanah perjanjian Allah yang penuh dengan susu dan madunya (baca Keluaran 3:7-12).
Meski berulang kali gagal meyakinkan Firaun untuk melepaskan umat Israel, namun Tuhan tetap meneguhkan hati Musa dan terus berjuang demi mandat Tuhan terhadapnya. Pada akhirnya, Musa pun berhasil menuntun umat pilihan Tuhan tersebut keluar dari Mesir.
Yay menyebut bahwa keberanian tidak hanya milik pahlawan saja. Namun keberanian menjadi bagian dari perlengkapan persenjataan Allah yang dianugerahkan kepada setiap orang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Bila iblis gagal menyerang orang-orang percaya dengan penyakit, masalah ekonomi dan rasa kesepian, maka iblis akan berupaya untuk melumpuhkan keberanian kita dengan menjadikan seseorang dipenuhi oleh rasa takut dan gentar. Kehilangan keberanian akan memunculkan perasaan putus asa dan menyerah dengan keadaan.
Baca Juga: Keberanian Paulus vs Keberanian Anak Imam Eli
Mudah sekali bagi banyak orang untuk berkecil hati dan merasa takut lantaran berita-berita korupsi, kejahatan dan bencana alam dimana-mana. Mudah sekali bagi ibu-ibu mengalami depresi lantaran kondisi ekonomi yang menimbulkan kekhawatiran akan biaya kebutuhan hidup, sekolah anak dan sebagainya. Namun, dalam artikelnya, Yay mengajak setiap orang yang tengah berada dalam persoalan yang sama, terlebih dulu membangun hubungan intim dengan Tuhan, yang telah teruji mampu memberi kemenangan kepada setiap orang sejak 2000 tahun yang lalu.
Seperti tertulis dalam firman Tuhan, Musa adalah satu-satunya tokoh alkitab yang secara langsung dapat berbicara muka ke muka dengan Tuhan.
"Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan. Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu." (Keluaran 33: 11)
Hal itu menunjukkan bahwa Musa memiliki hubungan yang akrab dengan Tuhan. Dari hubungan intim yang dibangun inilah, keteguhan imannya menumbuhkan keberanian untuk mengerjakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Sumber : CBN ASIA | Jawaban.com