Pada hari Jumat (21/05), Israel dan Hamas, sebuah kelompok teror Palestina, menyetujui gencatan senjata setelah 11 hari konflik di Jalur Gaza.
Dikutip dari christianheadlines, gencatan senjata ini ditengahi oleh Mesir dan diterima oleh Kabinet Israel dengan suara bulat tanpa syarat. Namun, Israel tidak merinci kapan gencatan senjata mulai berlaku.
Taher Al-Nono, penasihat media untuk kepala Hamas Ismail Haniyeh mengatakan, “Perlawanan dari Palestina akan mematuhi perjanjian ini selama penjajah (Israel) melakukan hal yang sama.”
Konflik yang dimulai sejak 10 Mei itu mengakibatkan kematian 232 warga Palestina, termasuk 65 anak-anak dianataranya. Lebih dari 1.900 orang terluka dalam serangan udara Israel. Sementara, Hamas menembakkan 4.000 roket ke Israel dan mengakibatkan 12 orang menigggal, termasuk 2 anak-anak.
Konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas adalah pecahnya pertempuran besar keempat dengan roket dan serangan udara sejak Hamas mengambil alih Jalur Gaza sekitar 15 tahun lalu.
Baca juga: Gaza, Wilayah Israel atau Palestina?
Presiden Mesit Abdel Fattah al-Sisi memerintahkan dua delegasi masing-masing dari Israel dan Gaza untuk bekerja demi menegakkan gencatan senjata.
Terlepas dari kesepakatan gencatan senjata, ketegangan antara Israel dan Palestina berlanjut pada hari Jumat. Di kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, polisi Israel dilaporkan menembakkan granat setrum ke arah warga Palestina yang melemparkan batu dan bom gas ke arah petugas.
Menurut Reuters, setidaknya 20 warga Palestina terluka dalam insiden tersebut.
Beberapa jam setelah gencatan senjata dibuat, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan Hamas tentang pembalasan jika mereka memilih untuk menembakkan roket lagi.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden mendesak Netanyahu untuk menurunkan kekerasan. Sedangkan Mesir, Qatar, dan PBB berusaha untuk menjadi penengah.
Baca juga: Israel dan Palestina Kian Panas, 3 Pendeta Ini Panggil Orang Kristen untuk Berdoa
Sumber : christianheadlines, Kompas