Sebagai sebuah bangsa, kita pasti turut bersedih karena sejak awal tahun 2021 bencana datang bertubi-tubi. Mulai duka kehilangan akibat kecelakaan, banjir, gempa dan bahkan sakit penyakit.
Tentu saja kita, khususnya yang mengalami kehilangan dan terdampak bencana, akan mulai bergumul untuk memahami bagaimana Tuhan yang berkuasa dan Maha Tahu masih kita anggap sebagai Tuhan yang baik dan penuh kasih.
Kita mulai bertanya, “Kenapa Tuhan mengizinkan bencana alam terjadi?”
Apakah kamu benar-benar ingin tahu jawabannya?
Mari memahami hal ini, bahwa Tuhan selamanya akan menjadi Tuhan yang berkuasa dan penuh kasih. Bukan berarti terjadinya bencana membuktikan kalau kasih setia Tuhan berubah.
Alkitab menyampaikan bahwa sebenarnya dunia sudah jatuh dan berantakan, bahkan sejak kejatuhan manusia dalam dosa. Tuhan memberikan kehendak kepada manusia untuk melakukan keinginannya.
Tapi bukan berarti Tuhan lepas tangan ketika bencana alam menimpa dunia. Banyak orang yang berpikir kalau Tuhan sendiri yang menimpakan bencana alam atas dunia. Tentu saja tidak! Karena sebagian besar bencana juga terjadi sebagai risiko dari perbuatan manusia, seperti penebangan hutan secara sembarangan, penambangan dimana-mana, buang sampah sembarangan dan sebagainya. Tapi Tuhan juga berkuasa untuk memakai bencana yang kita hadapi supaya kita bisa menyaksikan pemeliharaan-Nya.
Di Alkitab, kita mungkin menemukan masa-masa ketika Mesir menghadapi tulah. Memang Tuhan sendiri yang membuat tulah itu. Lalu di masa Nuh, Tuhan juga membuat banjir besar. Tuhan juga membuat badai besar yang membuat Yunus terlempar ke dalam laut dan dimakan ikan. Nah, kenapa Tuhan membuat bencana-bencana mengerikan itu?
Tuhan bukan pribadi yang kejam seperti yang kita pikirkan. Justru Dia adalah pemberi kehidupan.
“Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah ke bumi di bawah; sebab langit lenyap seperti asap, bumi memburuk seperti pakaian yang sudah usang dan penduduknya akan mati seperti nyamuk; tetapi kelepasan yang Kuberikan akan tetap untuk selama-lamanya, dan keselamatan yang dari pada-Ku tidak akan berakhir.” (Yesaya 51: 6)
Ayat ini menjelaskan perbedaan besar antara bencana alam dan pekerjaan Tuhan.
Salah satu tantangan kita sebagai orang Kristen adalah bagaimana kita tidak kehilangan kepercayaan kepada Tuhan. Bagaimana kita tetap teguh percaya akan janji-Nya walaupun kondisinya sangat buruk. Saat kita menyaksikan banyaknya air mata, banyak orang kehilangan harta benda dan begitu banyak kematian, wajar bagi kita untuk bertanya, “Dimana Tuhan?”
Kebenarannya adalah Tuhan tidak pernah berubah. Dia selalu ada bersama kita. Justru kita harus menjadi saksi bagi banyak orang bahwa Tuhan ada di tengah dunia dengan mengutus putra-Nya, Yesus Kristus, untuk menyatakan kasih-Nya secara nyata.
Saat Yesus datang ke dunia, Dia datang untuk membawa kebaikan kepada semua orang.
“Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” (Yohanes 10: 32)
Waktu kita mengalami keadaan buruk dan bertanya apakah Tuhan masih peduli atas dunia ini, segeralah memandang kepada salib dan lihatlah Yesus yang tersalib di sana.
Baca Juga: Kehilangan Segalanya Setelah Bencana yang Tiba-tiba? Temukan Pengharapanmu Lewat Doa Ini
Kita juga harus menyadari bahwa kita adalah warga kerajaan Allah, yang hanya tinggal menumpang sementara di dunia ini. Waktu hidup kita singkat dan yang perlu kita lakukan adalah mengejar kehendak Tuhan. Hal inilah yang banyak diputarbaikkan oleh manusia. Kita berpikir jika hidup kita di dunia itu sangat penting. Kita mulai egois akan kemanusiaan kita dan hanya berpikir tentang hidup kita sendiri. Kita tidak lagi mengejar kekekalan. Walaupun hidup kita berharga, faktanya semua orang akan mati suatu saat nanti. Ya, kematian orang-orang akibat gempa atau kecelakaan memang membuat kita berduka.
Waktu kita mendengar tentang bencana alam yang menimpa saudara-saudara kita di wilayah lain atau negara lain, kita ikut berduka bersama mereka. Dan kita perlu bertindak dan bertanya apa yang bisa kita lakukan untuk meringankan penderitaan mereka.
Dan untuk mengingatkan kita kembali akan kebenaran firman Tuhan, mari kembali membaca kisah tentang kesepuluh anak Ayub. Mereka semua meninggal dalam bencana alam. Saat itu badai besar datang dan menghancurkan tanah keadiaman Ayub. Bahkan istri Ayub menolak dia. Tapi Ayub masih tetap memuji Tuhan. Ayub menyikapi setiap bencana yang dia alami dengan sikap yang tidak masuk akal. Ayub menunjukkan kepada kita bahwa menyembah Tuhan tidak ditentukan pada situasi yang kita alami. Dalam baik dan buruk keadaannya, Ayub tetap memuji Tuhan dan mengakui kuasa-Nya.
Yayasan Cahaya Bagi Negeri Indonesia, melalui pelayanan kemanusiaan OBI juga turut mengajak masyarakat Indonesia untuk #BeraniBergerak untuk nyatakan kasih Tuhan dalam tindakan nyata untuk menolong saudara-saudara kita yang sedang dilanda bencana. Mari ulurkan tangan dan berdonasi melalui BCA 522.0309.446 a/n Yay. Cahaya Bagi Negeri Indonesia. Pastikan memasukkan kode 108 di jumlah sumbangan Anda (Contoh Rp.100.108,-), sebagai konfirmasi untuk sumbangan kemanusiaan.
Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan hubungi 0817-7009-6911.
Sumber : Jawaban.com