Sebagai warga negara, kita pastinya sudah akrab mendengar istilah korupsi.
Korupsi
sendiri adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan cara
menyelewengkan atau menyalahgunakan uang negara, perusahaan atau lembaga tertentu
untuk keuntungan pribadi atau bersama. Tindakan ini bukan hanya bisa dilakukan oleh
pejabat negara tetapi juga orang-orang yang menduduki jabatan tertentu di sebuah lembaga atau perusahaan.
Dalam suatu
negara, pejabat yang ketahuan melakukan penyelewengan biasanya akan ditindak pidana
sesuai dengan undang-undang yang sudah ditetapkan negara. Di Indonesia sendiri,
korupsi sudah seperti sebuah tradisi di berbagai lembaga negara, dan pastinya hal
ini sangat merugikan pemerintah. Hukuman penjara beserta denda pun dianggap pantas untuk dijatuhkan kepada para pelaku.
Lalu apakah
korupsi juga bisa terjadi di lingkungan gereja? Apa konsekuensi yang harus diberikan kepada pelayan Tuhan yang melakukan korupsi?
Di Alkitab, kita bisa menemukan kisah korupsi yang dilakukan oleh dua imam muda yang melayani di kemah pertemuan, bernama Hofni dan Pinehas. Keduanya adalah anak-anak Imam Eli. Sebagai pelayan Tuhan, mereka justru menyalahgunakan jabatannya dengan melakukan banyak kecurangan yang membuat Tuhan marah. Sehingga keduanya harus diberhentikan dari jabatannya. Bahkan akhir dari hidup keduanya pun cukup tragis (1 Samuel 2: 34 & 1 Samuel 4: 11).
Kenapa Korupsi Membuat Tuhan Marah?
Seperti definisinya,
korupsi adalah tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan yang bisa menyebabkan
kerusakan, polusi dan kerugian. Di dalam Alkitab, korupsi adalah salah satu dosa
akibat kejatuhan manusia. Sejak kejatuhan Adam dan Hawa, dosa menyebabkan kerusakan moral dan spiritual di dunia akibat ketidaktaatan kepada Tuhan (Roma 5: 12).
Hal inilah yang
menjadikan korupsi sebagai salah satu tanda dari kematian rohani. Tuhan berkata
kepada Adam bahwa jika dia memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang
jahat itu maka dia akan mati (Kejadian 2: 17). Kata ‘mati’ bukan berarti mati secara jasmani, tapi mati secara rohani dan terpisah dari Tuhan (Efesus 2: 1-3).
Di Perjanjian Lama, korupsi bisa merujuk pada kerusakan fisik secara literal (Ayub 17: 14; Mazmur 16: 10). Tapi paling sering, korupsi digambarkan sebagai kerusakan moral (Keluaran 32: 7 & Hosea 9: 9).
Baca Juga:
Konsekuensi Korupsi Menurut Alkitab
Alkitab menuliskan
bahwa kosekuensi dosa adalah kematian (Roma 6: 23). Sebagai tindakan dosa, mereka
yang melakukan korupsi harusnya dijatuhi hukuman mati (sama seperti Hofni dan
Pinehas). Mereka yang mengalami kerusakan moral tentu saja secara otomatis akan terpisah dari kehidupan kekal dari Tuhan.
Tapi karena
kasih karunia-Nya, Tuhan memberikan setiap orang yang berdosa kesempatan untuk
bertobat. Sama seperti pejabat negara yang dihukum penjara dengan harapan dengan
itu dia akan menginsafi segala perbuatannya di balik jeruji besi. Tuhan pun memberikan
kesempatan untuk mau memperbaiki kerusakan dengan menerima kehidupan yang baru di dalam Kristus.
"Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup
yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3: 36)
Korupsi ditimbulkan
oleh keterbatasan kita mengendalikan keinginan daging. Dan melalui Kristus, kita
belajar untuk mematikan kedagingan tersebut. Sehingga kerusakan moral kita bisa
diperbaiki. Melalui bantuan Roh Kudus, kita dimampukan untuk menaati Tuhan dan membalikkan kerusakan dengan ambil bagian dalam kodrat ilahi.
Korupsi bukan hanya membuat pemerintah, lembaga atau perusahaan geram. Lebih dari itu, Tuhan sendiri jauh lebih marah. Konsekuensinya bukan hanya jabatan kita saja yang akan dicopot tapi hidup kita juga.
“Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan
menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan
menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” (Galatia 6: 8)