Ikuti Tindakan Gereja di Amerika, Gereja & Pendeta Hong Kong Serukan Protes ke Pemerintah
Sumber: Al Jazeera

Internasional / 7 June 2020

Kalangan Sendiri

Ikuti Tindakan Gereja di Amerika, Gereja & Pendeta Hong Kong Serukan Protes ke Pemerintah

Lori Official Writer
3494

Gelombang demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Hong Kong sepanjang tahun 2019 berhasil mencapai tujuannya yaitu dibatalkannya Rencana Undang-Undang Ekstradisi yang akan diberlakukan oleh pemerintah Tiongkok di Hong Kong.

Sayangnya, pemerintah Tiongkok kembali membuat warga marah dan kembali ke jalanan. Kali ini, pemerintah Tiongkok berencana menggantikan RUU Ekstradisi dengan Undang-Undang Keamanan Nasional yang justru berisi aturan yang dianggal akan sangat mempersulit ruang gerak warga Hong Kong.

Di dalam UU ini pemerintah Tiongkok dengan tegas akan memberikan sanksi berat kepada kelompok masyarakat atau individu yang dianggap menghasut, memberontak atau melahirkan separatisme.

Sama seperti gelombang demonstrasi yang terjadi di Amerika Serikat terkait perlawanan terhadap tindakan rasisme dari berbagai kalangan, termasuk umat Kristen dan juga para tokoh agama dan pendeta. Hong Kong pun memilih jalan yang sama. Gereja-gereja dan organisasi Kristen di Hong Kong menolak untuk diam. Mereka pun ikut dalam barisan menentang Undang-Undang Keamanan Nasional yang bersifat mengekang kebebasan warga.

Gereja-gereja dan organisasi Kristen memilih untuk melakukan tugasnya sebagai perwakilan Allah untuk berjuang merebut kebebasan bagi orang-orang yang ditawan dan tertindas.

"Raja Surgawi tidak memerintah dengan mengendalikan dunia. Sebaliknya, Dia memerintah dengan menunjukkan kasih-Nya dan sebagai pelayan yang rendah hati...Karena itu, sebagai Raja Surgawi, cetak biru politik-Nya adalah 'untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin. Dan Ia telah mengutus aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4: 18-19)," demikian isi pernyataan para pendeta Hong Kong.


Baca Juga: Para Pendeta Gereja Dunia Bersatu Tolak Kekerasan Atas George Floyd, Berikut Alasannya…


Dalam pernyataan itu, mereka mengaku bahwa gereja terlalu fokus pada urusan internal mereka sendiri dan mengabaikan keadilan sosial, termasuk mendukung  kaum minoritas yang tertindas di kota itu dan memilih diam dalam menghadapi pemerintahan yang otoriter.

"Saat menghadapi pemerintahan yang keras dan penganiayaan serta penindasan terhadap orang-orang yang menentang pemerintah, gereja sering memilih untuk melindungi diri mereka sendiri. Mereka melakukan penyensoran diri dan tetap diam terhadap perbuatan jahat penguasa, dengan satu-satunya harapan mereka adalah kegiatan pelayanan gereja akan tetap lancar dan tidak terhenti," demikian tertulis dalam pernyataan tersebut.

Dengan penuh pertobatan, para pendeta bersumpah tidak akan tunduk kepada partai politik manapun yang aturannya bertentangan dengan pesan Alkitab.

Kasus Amerika Serikat dan Hong Kong terbilang cukup mirip. Jika di Amerika, gereja, pendeta dan organisasi Kristen dari kalangan kulit putih memutuskan untuk angkat bicara menentang rasisme, maka gereja, pendeta dan organisasi Kristen di Hong Kong memilih untuk melakukan tugasnya sebagai utusan Allah untuk angkat suara bagi mereka yang kebebasannya dirampas oleh pemerintah.

Belakangan ini, sadar atau tidak kita memasuki situasi yang sangat berbeda secara global. Selain kemunculan pandemi Covid-19, berbagai negara juga dilanda gerakan demonstrasi besar-besaran akibat beragam isu. Tentunya hal ini tidak mudah untuk dilewati apalagi ketika kondisi ekonomi global sedang melemah. Karena itu, mari ambil waktumu untuk memperkatakan supaya situasi saat ini segera berakhir dan kehendak Tuhan dinyatakan atas pemerintahan yang ada di bangsa-bangsa.

Sumber : Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami