(Kejadian 4:6-7 TB) Firman TUHAN kepada Kain: “Mengapa
hatimu panas dan mukamu muram? Apakah
mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak
berbuat baik, dosa sudah mengintip
di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”
Apakah marah itu dosa? Kita mungkin menanyakan pertanyaan
ini kepada diri kita sendiri karena banyak
orang di luar sana juga bertanya hal yang sama pada diri mereka sendiri.
Jika kita ingin menemukan jawaban yang tepat, kita perlu
mencarinya di manual yang disebut Alkitab.
Alkitab dalam Efesus 4:26-27 (TB) mengatakan, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu
berbuat dosa: janganlah matahari terbenam,
sebelum padam amarahmudan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.”, dengan kata
lain marah bukanlah dosa selama engkau
tidak membiarkan kemarahanmu mengendalikanmu atau selama engkau tidak membawanya dalam jangka waktu yang lama dan menjadi
pahit.
Dalam ayat-ayat yang dikutip
di atas, kita tahu bahwa Kain membiarkan kemarahannya untuk jangka waktu yang
lama dan ia menjadi pahit.
Kecuali kita tahu apa yang menyebabkan kemarahan Kain, apa
yang menyebabkan kemarahan kita, apa yang
menyebabkan kemarahan orang lain, kita tidak akan bisa menjernihkannya -
mengenali akar permasalahannya
adalah kunci untuk pemecahan masalah.
Ketakutan kehilangan hubungan misalnya bisa menjadi pemicu kemarahan; ketika Tuhan
menerima persembahan Habel, Kain merasa bahwa Habel telah menjadi ancaman bagi hubungan antara
dia (Kain) dan Allah. Kain mengkhawatirkan yang lebih buruk bahwa dia akan kehilangan hubungannya
dengan Tuhan dan dia menjadi sangat cemburu sampai-sampai dia membiarkan kemarahannya
mengendalikannya.
Kemarahan tidak memiliki kekuatan atas kita selama itu berada di bawah kendali kita, kemarahan akan menjadi tak terkendali saat kita memberi kekuatan padanya untuk mengendalikan kita.
Baca juga :
Benarkan Ada Kemarahan Kudus Yang Tak Berujung Pada Dosa?
20 Nasihat yang Dituturkan Alkitab Tentang Amarah
Kejadian 4:6-8 (TB), Firman TUHAN kepada Kain: “Mengapa
hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan
berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan
pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” Kata Kain kepada Habel,
adiknya: “Marilah kita pergi ke padang.” Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel,
adiknya itu, lalu membunuh dia.
Tuhan mengirim pesan kepada Kain bahwa Habel bukanlah
ancaman bagi hubungan antara dia (Kain) dan
Tuhan. Faktanya Tuhan juga tidak ingin kehilangan hubunganNya dengan Kain, oleh
karena itu Dia mengatakan kepada
Kain untuk melakukan apa yang benar, agar dia juga boleh diterima – perubahan
pola berpikir dengan meninggalkan
rancangan yang jahat, meninggalkan kebiasaan yang membawa kepada kegagalan dan belajar dari orang yang
sudah berhasil – apakah ego Kain sebegitu tingginya sehingga dia tidak belajar dari Habel adiknya bahkan
membiarkan dirinya dipenuhi oleh kecemburuan akan keberhasilan Habel.
Kain tidak hanya menutup telinganya untuk mendengarkan, ia
juga menutup pikirannya untuk menerima solusi
apa pun dan terbakar oleh kecemburuan ia memberikan kuasa pada amarahnya untuk
mengendalikan tindakannya. Ketika ini terjadi, Kain tidak
menggunakan logikanya untuk berpikir bahwa dengan melenyapkan Habel saudaranya, persembahannya tidak akan
secara otomatis diterima, bahkan ia membahayakan
hubungannya dengan Allah (Yesaya 59: 2).
Habel bukanlah masalah yang dapat membahayakan hubungannya
dengan Allah, kecemburuannya (Kain) yang dapat membahayakan hubungannya dengan Tuhan, dan
kecemburuan dapat memunculkan kekerasan yang dapat merusak dan menghancurkan hubungan baik yang telah
dibangun selama bertahun-tahun. Tuhan pasti tidak menolak Kain, Dia menolak persembahan Kain dan
bukan Kain, Kain tidak mengikuti instruksi seperti saudaranya Habel - Kain tidak melakukan apa yang
benar, dia tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan!
Bahkan setelah dia membunuh Habel saudaranya, meskipun Tuhan
tidak pernah menyetujui perbuatannya karena
Tuhan telah terlebih dahulu memperingatinya seperti yang tertulis dalam
Kejadian 4:6-8, Dia tetap mencintai
Kain sebagai orang yang IA ciptakan dalam gambar dan rupa-Nya (Kejadian 4:15).
Yunus 4: 9-11 Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus:
"Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?" Jawabnya: "Selayaknyalah aku marah sampai
mati." Lalu Allah berfirman: "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak
berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan,
yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak
Aku akan sayang kepada Niniwe,
kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu
membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"
Dalam ayat ini kita melihat Yunus juga marah (dia marah
tentang tanaman yang layu), Tuhan yang sama
mengirimkan juga pesan kepada Yunus seperti yang dapat kita baca dalam
Yunus 4: 10-11 untuk mempertimbangkan
keberadaan orang Niniwe yang tidak tahu bagaimana melepaskan diri dari murka Allah yang akan datang kecuali mereka
bertobat. Alkitab memberi tahu kepada kita bahwa Yunus terlibat langsung dalam proses pertobatan orang
Niniwe karena Allah menggunakan dia sebagai alat untuk memberitakan kabar baik agar mereka (orang Niniwe) sadar dan
bertobat tetapi Yunus merasa bahwa keakuhannya (ego) terluka
karena Tuhan dalam kemurahan-Nya mengampuni mereka dan menyelamatkan hidup mereka.
Ketika Tuhan meminta Yunus untuk mempertimbangkan kembali
apakah ia layak menjadi marah
ketika Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada orang-orang Ninewe, Alkitab tidak memberi kita penjelasan
lebih lanjut, tetapi adalah keyakinan pribadi Penulis bahwa Yunus meredakan amarahnya dan
tidak melukai dirinya sendiri lagi atau orang lain demi didengarnya keterangan yang diberikan Tuhan.
Untuk meredakan amarah kita, kita perlu menyadari bahwa kita
memiliki amarah kita (sebagai pemilik amarah
kita mempunyai kuasa untuk melakukan sesuatu dengan amarah itu) dan jangan
sampai amarah memiliki kita karena
jika ini terjadi kita dapat melakukan tindakan yang akan membawa kita kepada penyesalan yang tak terhingga (Jika
amarah yang memiliki kita maka kita tidak mempunyai kuasa untuk melakukan sesuatu perubahan terhadap
amarah itu), dan mengenali dari mana asalnya dan membuat perubahan yang sesuai dengan tidak membiarkan kemarahan itu
mengendalikan kita atau membiarkan amarah
itu berlangsung untuk jangka waktu yang lama yang dapat menimbulkan kepahitan.
Dan jangan biarkan keadaan
eksternal apa pun memicu kemarahan kita tetapi tahu bagaimana meresponsnya
dengan melakukan apa yang benar.
Amin.
Semoga bermanfaat dan boleh menjadi berkat!
Rev. Dr. Harry Lee, MD.,PsyD
Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles -
California
restoration117.org