Sejak akhir pekan lalu, berita tentang meninggalnya pendeta
dari beberapa gereja lokal akibat virus corona menjadi perbincangan di kalangan
umat kristiani. Seperti dikabarkan bahwa dua pendeta itu jatuh sakit setelah menghadiri
seminar dari GPIB di Hotel Aston Bogor pada 25-28 Februari 2020. Beberapa pendeta
lain juga dilaporkan meninggal dunia dengan diagnose infeksi virus corona.
Kabar ini tentunya membuat kekuatiran yang semakin besar
khususnyabagi pihak gereja dan jemaat. Tapi perlu diketahui bahwa kasus serupa juga sempat terjadi di gereja-gereja di Singapura.
Virus corona yang sempat merebak di negara ini membuat semua
pihak gereja Singapura harus mengambil langkah ekstrim yaitu penutupan gereja
untuk sementara waktu. Karena salah satu cara penyebaran virus diyakini terjadi dari sebuah perkumpulan yang melibatkan banyak orang.
Untuk mengatasi dampak yang lebih besar, pihak gereja
Singapura pun mengikuti aturan pemerintah dengan melakukan proses pemeriksaan, refleksi dan tindakan mandiri selama sebulan penuh.
Seluruh denominasi gereja pun diminta untuk meniadakan layanan minggu dan menutup sekolah-sekolah Kristen.
Ada 7 langkah yang dilakukan gereja Singapura dalam menanggulangi penyebaran virus selama sebulan belakangan ini, diantaranya:
1. Meniadakan ibadah gereja untuk sementara waktu
Meski pada awalnya di kalangan pendeta terjadi pertentangan
dengan kebijakan penutupan gereja. Namun setelah berkali-kali mengadakan pertemuan
akhirnya gereja memutuskan untuk memilih lebih bijaksana dalam menangani wabah
virus ini. Namun gereja menekankan bahwa mereka tutup bukan karena rasa takut, melainkan menunjukkan bahwa wabah ini patut ditangani dengan serius.
"Ini adalah jalan yang sulit untuk dilalui, karena kami harus
menyampaikan keselamatan kepada anggota kami, dengan cara menerapkan
langkah-langkah kesehatan yang direkomendasikan, namun tidak menyerah pada
iklim budaya ketakutan, kecemasan dan keegoisan. Kami melakukannya dengan memastikan
bahwa kami tidak hanya mengkomunikasikan langkah-langkah itu tapi juga mendorong
semua orang hidup sebagai umat Allah ," kata pendeta Andre Tan dari The City Church.
2. Menunjukkan kepemimpinan
“Di saat-saat krisis, orang-orang mencari kepemimpinan.
Tanggung jawab pertama pemimpin adalah tetap tenang. Panik menyebabkan
penglihatan kita tidak jelas, yang mengerikan adalah saat mengambil keputusan.
Kepemimpinan yang kuat mengingatkan orang-orang bahwa Tuhan mengendalikan
setiap situasi dan tidak pernah ada alasan untuk panik,” kata Ian Toh, pendeta dari Church 3: 16.
Dia juga menambahkan bahwa seorang pemimpin gereja harus bisa menjalankan perannya untuk melayani orang-orang yang takut.
“Pelajaran terbesar yang saya pelajari saat berurusan dengan
COVID-19 adalah perlunya menjadi rendah hati sebagai pemimpin gereja. Ada
begitu banyak yang tidak saya ketahui dan harus pelajari. Dan itu meningkatkan keinginan saya dan perlu mencari wajah Tuhan setiap hari,” ungkapnya.
3. Mengalihkan pelayanan ke teknologi
Gereja Bible Society of Singapore, misalnya, telah melakukan
kebijakan dengan bermitra bersama ThunderQuote, startup terkait pengadaan yang
didirikan oleh orang-orang Kristen, untuk meluncurkan Streams of Life, sebuah layanan streaming online yang bisa menyiarkan kegiatan gereja
“Ini adalah waktu yang indah bagi eklesia (gereja) untuk
menggunakan kebijaksanaan praktis dan mengeksplorasi metode pelayanan yang kreatif,” kata tim Streams of Life di laman websitenya.
4. Lebih mengajak jemaat gereja untuk bertekun dalam doa
Gereja Katolik Singapura membuat kebijakan untuk menghadapi
wabah corona dengan cara lebih banyak berdoa. Katedral St Andrew sendiri menerapkan doa bersama untuk wabah virus corona saat lonceng gereja berbunyi.
“Di saat-saat seperti ini persatuan adalah kuncinya. Kami
percaya pada kekuatan perjanjian doa. Untuk saat seperti ini, kita butuh setiap
orang percaya bangkit dan mencari Tuhan bersama-sama untuk Singapura,” kata LoveSingapore, sebuah gerakan doa dan persatuan gereja setempat.
5. Siap menghadapi kritik dan tekanan
Gereja-gereja Singapura siap menerima kritikan dan tekanan
dari berbagai pihak, termasuk sesama gereja karena memilih untuk meniadakan
ibadah. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa orang Kristen pun perlu menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi berkat bagi banyak orang.
“Jika kita menanggapi krisis ini dengan benar, itu bisa
menjadi momen pemuridan yang menentukan bagi bangsa kita. Dalam menghadapi
bahaya yang akan segera terjadi, prioritas kami diatur ulang. Ini adalah
kesempatan besar untuk melakukan percakapan mendalam tentang apa yang kita
hidupi. Apakah kita hidup untuk hal yang benar? Apakah kita berbaris di barisan
yang tepat? Apakah kita diatur oleh nilai-nilai alkitabiah atau duniawi? Apakah
kita hidup untuk hal yang benar-benar penting?” kata Pendeta Benny Ho, anggota dari komite LoveSingapore.
6. Saling mengasihi
Jika dunia memandang wabah virus ini sebagai ketakutan,
gereja Singapura justru melihatnya sebagai kesempatan untuk menyatakan kasih Tuhan kepada sesama.
“Setelah menerapkan langkah-langkah yang diperlukan di
gereja, kami menyadari bahwa krisis ini telah menghadirkan kesempatan untuk
membantu dan menjangkau masyarakat,” kata Lim Lip Yong, pendeta eksekutif Gereja Komunitas Cornerstone.
7. Gereja mengubah kabar buruk menjadi kabar baik tentang Yesus
“Dunia sedang menghadapi infeksi virus yang jauh lebh besar
dari semua virus yang pernah kita kenal sepanjang sejarahnya. Virus itu adalah
dosa. Dan dengan virus ini, sama sekali tidak ada kekebalan, tidak ada yang
selamat, dan tidak ada harapan. Dan dia menginfeksi 100% dari seluruh umat
manusia. Tidak ada yang terhindar dari virus ini,” kata Edmund Chan, mentor
dari Covenant Evangelical Free Church.
Meskipun gereja di Singapura tidak mengalami kehilangan para
pemimpinnya seperti yang dialami oleh Indonesia. Namun langkah-langkah ini akan
sangat berguna untuk kita terapkan di gereja-gereja kita selama masa wabah
corona saat ini. Jangan takut dan panic, sebaliknya bersatulah dalam doa dan minta
perlindungan dari Tuhan.