Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom
akhirnya mendatangi Kementerian Koordinator Politik dan Hukum (Kemenko
Polhukam) di Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta pada Kamis (13/2) kemarin. Kunjungan
ini bertujuan untuk menyampaikan aspirasinya sebagai lembaga agama Kristen terkait
kasus-kasus penolakan pembangunan gereja yang marak beberapa waktu belakangan ini.
Kunjungan inipun disambut baik oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Setelah bertemu, Gomar pun menyampaikan kritikannya terkait aturan yang tertera
di dalam Surat Keterangan Bersama (SKB) 2 Menteri mengenai pendirian rumah ibadah.
Dia meminta jika SKB 2 Menteri perlu direvisi karena isinya cenderung hanya membatasi kebebasan beragama.
"Itu peraturan bersama menteri untuk memfasilitasi memudahkan umat beragama, bukan untuk membatasi, nah yang terjadi sekarang, masyarakat menafsirkannya dan menggunakannya untuk membatasi dalam kerangka inilah kami meminta revisi," kata Gomar.
Baca Juga: Gereja Katolik Karimun Diprotes Warga, Menag Fachrul Razi Jelaskan Alasannya
Bagian yang perlu direvisi, menurut Gomar, adalah tentang penggunaan
kata proporsional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang justru menyebabkan ketimpangan.
“Kita menuntut itu supaya tidak dipakai kata proporsional karena
dengan proporsional itu yang terjadi voting bukan musyawarah, itu yang
menghilangkan spirit bangsa kita untuk musyawarah, oleh karenanya setiap FKUB itu jumlahnya harus terdapat cerminan dari seluruh komponen masyarakat,” jelasnya.
Dia mengingatkan supaya FKUB tidak menjadi penentu dalam
pemberian izin pendirian rumah ibadah. Karena negaralah yang berhak untuk memberikannya.
“Izin itu adalah otoritas negara, tidak boleh diserahkan
kepada elemen sipil, dalam hal ini FKUB. FKUB itu kan perangkat sipil bukan
otoritas negara. Kalau mau disebut rekomendasi, haruslah rekomendasi dari Kementerian
Agama misalnya, Kanwil atau Kandep karena dia vertikal dari negara. KKalau FKUB ini kan masyarakat sipil, sangat mudah ditunggangi dan mudah disalahgunakan,” jelasnya.
Sementara Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi bahwa kabar penolakan
yang terjadi terhadap Gereja Katolik Karimun maupun yang baru terjadi di Minahasa
sudah diselesaikan secara musyawarah. Kedua masalah ini banyak dibahas bersama PGI kemarin di kantornya.
“Itu sebenarnya udah gak ada apa-apa, sudah selesai di sana. Bo
ya diliat sendiri gitu. Jadi itu sudah terjadi kesepakatan, antara semua pihak,
pihak gereja, pihak bupati, pihak forum umat Islam,” kata Mahfud seperti dikutip Cnnindonesia.com.
Perintah Dari Jokowi
Proses penyelesaian kedua kasus ini sendiri tampaknya ditengarai
oleh perintah Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Seperti disampaikan,
Presiden tampak mendesak jajaran pemerintahannya untuk segera menuntaskan persoalan
itu seperti meminta menko Polhukam, Kemenag dan Kapolri untuk langsung menangani masalah tersebut.
“Mestinya daerah bisa menyelesaikan ini, tetapi saya lihat karena
tidak ada pergerakan di daerah jadi saya perintahkan Menko Polhukam dan Kapolri. Tegas ini, harus diselesaikan,” kata Jokowi pada Rabu, 12 Februari 2020 kemarin.
Presiden Jokowi menyampaikan bahwa penolakan pembangunan
rumah ibadah tak semestinya terjadi. Karena UUD 1945 sudah menjamin kebebasan setiap warga negara memeluk dan menjalankan ajaran agamanya.
“Ini masalah intoleransi, saya kira udah berkali saya
sampaikan bahwa konstitusi kita itu menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya,” terangnya.
Tentu saja pernyataan presiden ini menekankan kepada bagaimana
negara seharusnya menawarkan kebebasan dan kenyamanan beribadah kepada semua umat beragama.
Dan seperti tuntutan dari PGI sendiri, supaya semua umat
beragama bisa mendapatkan hak beribadah dengan bebas, sudah seharusnya pemerintah
membuat aturan yang tidak memberatkan dan tidak timpang sebelah. Karena seperti
diketahui, selama ini umat beragama yang hendak mengajukan ijin pembangunan rumah
ibadah harus lebih dulu mengikuti prosedur administrasi dan persyaratan teknis bangunan.
Belum lagi mereka harus mengumpulan 90 nama dan KTP penduduk pengguna rumah
ibadah, dukungan dari masyarakat setempat minimal 60 orang yang disahkan oleh lurah
atau kepala desa, rekomendasi tertulis dari kantor departemen agama kabupaten/kota
dan rekomendasi tertulis dari FKUB kabupaten/kota.
Uniknya, banyak pihak yang justru harus menghadapi tantangan selama
pengurusan izin. Dan bahkan bagi yang sudah mendapatkan izin mendirikan bangunan
sekalipun masih saja mengalami intoleransi dari masyarakat. Sehingga kondisi ini
sudah seharusnya ditangani oleh pihak pemerintah secara langsung.