Secara mengejutkan kekerasan terhadap anak yang terus
meningkat sejak tahun 2015 sampai saat ini membuat Presiden Joko Widodo tak tinggal diam.
Setelah membaca laporan yang dia terima, tercatat bahwa kekerasan
terhadap anak baik secara seksual, emosional, fisik dan penelantaran meningkat
signifikan pada 2015-2016, dimana pada 2015 tercatat 1975 kasus dan meningkat menjadi 6820 kasus pada tahun 2016.
Dia pun menyebut kekerasan terhadap anak ini sebagai fenomena gunung es yang selama ini diabaikan.
Dari data inilah presiden memerintahkan secara langsung para menterinya untuk mengatasi persoalan ini.
Secara khusus Menteri Agama (Menag) pun mengambil langkah
sigap. Seperti baru disampaikan bahwa mereka tengah menyusun Peraturan Menteri
Agama (PMA) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak di Satuan Pendidikan Berbasis Agama.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi menjelaskan penanggulangan
kekerasan terhadap anak ini akan memuat tiga masalah yaitu mengoptimalkan pencegahan
kekerasan terhadap anak melalui satuan pendidikan berbasis agama, keluarga dan
masyarakat. Lalu membuat sistem layanan pengaduan terkait kasus-kasus anak dan
membangun sistem manajemen informasi penanganan kasus anak menuju menanganan yang lebih komprehensif.
Zainut menyampaikan aturan ini bersifat mendesak karena kasus kekerasan anak yang terus meningkat.
“Sementara kasus-kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat.
Sehingga diharapkan PMA tersebut dapat memberikan panduan kepada para guru dan
tenaga kependidikan di lingkungan Kemenag dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak,” ucap Zainut.
Dia berharap aturan ini bisa selesai dengan cepat sehingga bisa segera disosialisasikan.
PMA sendiri akan lebih memprioritaskan aspek pencegahan dengan
kampanye, sosialisasi dan edukasi publik. Dengan itu masyarakat akan lebih peduli dengan persoalan kekerasan terhadap anak.
“Presiden sangat berkomitmen untuk terus mengoptimalkan upaya
pencegahan, penanganan dan rehabilitasi terhadap masalah kekerasan anak, agar anak-anak Indonesia tumbuh menjadi pribadi yang unggul dan berkarakter,” terangnya.
Sebagaimana dilaporkan, Wakil Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menyampaikan bahwa kasus kekerasan terhadap anak
selama Januari hingga Mei 2019 telah emncapai 1192 kasus termasuk kekerasan
fisik dan seksual. Dan hingga Juni 2019, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
menerima banyak permintaan untuk melindungi anak korban pelecehan seksual. Lembaga ini pun baru mengkaji sebanyak 78 kasus dengan rincian empat kasus setiap minggu.
Menurut LPSK, kekerasan seksual adalah kasus tertinggi yang menyerang anak. Angkanya bahkan terus naik dari tahun 2016 sampai tahun 2019.
Sayangnya, banyak kasus kekerasan terhadap anak justru
disembunyikan atau dibiarkan baik oleh pihak keluarga maupun pihak sekolah. Sebagian besarnya justru menyalahkan korban seksual dan membiarkan pelaku berkeliaran.
Karena itulah KPAI mendesak sekolah-sekolah untuk menjadi tempat
yang aman bagi anak. Salah satunya memastikan supaya para staf dan pengajar lebih
peduli kepada upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap anak dalam
bentuk apapun.
Dengan langkah yang baru saja diambil oleh Kemenag ini diharapkan
bisa melindungi anak-anak Indonesia dari tindakan kekerasan. Bukan hanya mencegah
tapi memberikan efek jera kepada pelaku.