Mengingat peristiwa-perstiwa buruk yang terjadi di sepanjang
tahun 2019 ini, tampaknya banyak umat Nasrani yang mulai kuatir dalam melewati
Natal dan Tahun baru.
Bayangin saja, mulai dari serangan bom bunuh diri di pos
polisi Kartasura, JaTeng, pada Juni lalu kemudian penusukan Menkopolhukam
Wiranto pada bulan Oktober lalu hingga ledakan yang terjadi di Polretabes
Medan, Sumatera Utara pada November lalu.
Nggak cuma itu, awal bulan Desember ini pun dua orang TNI
harus terluka karena ledakan granat asap yang terjadi di Monas, Jakarta.
Nah, itu sebabnya demi mewaspadai hal yang sama terjadi pada
Natal dan Tahun Baru nanti, Koorninator Eksekutif (Peneliti Intelijen)
Universitas Indonesia, Ridlwan Habib meminta agar badan keamanan dan Intelijen
tetap waspada. Dia juga meminta agar aparat keamanan agar tidak meremehkan
informasi sekecil apapun, dan tetap siapa meskipun berupa pesan singkat.
Terlebih menurutnya, pimpinan ISIS (Negara Islam Irak dan
Suriah) pusat pasti sudah menyerukan kepada anggota dan pendukungnya untuk
melakukan serangan di hari Natal.
Apalagi, di Indonesia sendiri ada 400-an mantan narapidana
terorisme yang nggak diketahui dimana keberadaannya.
"Mohon jangan menyepelekan informasi sekecil apapun, bahkan sekadar SMS atau kode perpindahan tempat yang selama 3-4 hari tidak kita ketahui lokasinya. Itu bagi komunitas intelijen sangat vital. Karena bisa saja dalam waktu itu sesuatu (rencana serangan) disiapkan," ujar Ridlwan dalam dialog yang digelar di Jakarta hari Rabu (4/12/19) kemarin.
Ridlwan juga mengatakan bahwa komunitas intelijen selalu
disalahkan karena dianggap kebobolan setiap kali terjadi serangan teroris apalagi
sampai memakan korban jiwa.
Menurutnya, salah satu kegagalan badan intelijen adalah gagal
mendapatkan informasi yang valid dari lapangan. Selain itu, ada 3 kegagalan
lainnya yang diuraikan oleh Ridlwan dan patut di perbaiki oleh komunitas
intelijen demi keamanan Indonesia.
Misalnya, ketika operator memperoleh informasi yang benar dari
lapangan kemudian staf analisis intelijen salah menganalisis sehingga
kebobolan.
Kemudian, ketika informasi yang diperoleh di lapangan adalah benar,
dan analisanya juga sudah benar, tapi justru masalahnya ada di pengambil
kebijakan dan salah menentukan tindakan, atau lengah dan terlambat mengantisipasi.
Menurut Ridlwan, peristiwa penusukan yang terjadi terhadap
Wiranto pada Oktober lalu terjadi karena kelengahan intelijen dalam bertindak,
padahal sudah memperoleh informasi yang benar dari lapangan.
BACA JUGA : Terkait Natal dan Tahun Baru Kali Ini, Polri Pastikan Pengamanan Yang Maksimal!
"Informasinya sudah masuk bahwa ada sel JAD (Jamaah
Ansharud Daulah) di pandeglang, kemudian analisnya mengatakan ada kerawanan di
daerah itu, tetapi pengambil kebijakannya, bisa saja level Kodam, level Polda
Banten, tidak segera mengambil tindakan waspada. Misalnya tidak segera
mengamankan keluarga penyerang itu," tutur Rdilwan.
Sementara kegagalan
terakhir yang sering dilakukan adalah ketika operasi penangkalan terhadap
rencana serangan teror gagal, maka harus diikuti dengan operasi
kontra-intelijen.
Hal yang sama pun
disampaikan oleh pakar ilmu keamanan dan kontra-terorisme Universitas
Padjadjaran yakni Dr. Muradi.
Dia berharap sistem keamanan di Indonesia harus ketat supaya
tidak termakan isu dan ssrba akurat.
" Akan ada teror akhir tahun sama sampai pertengahan
Januari (2020). Tidak akan seheboh atau sebesar seperti (serangan teroris)
sebelum-sebelumnya. Modelnya personal, kemudian terbatas pada figur-figur
tertentu, pendekatannya bukan lagi isu Barat dan sebagainya," kata Muradi.
Sebagai umat Nasrani,
mari terus berdoa buat bangsa ini. Semoga Natal di tahun ini benar-benar aman
dalam perlindungan Tuhan.
Bawa dalam doa pribadimu ya. Biar semua gereja di jaga oleh Tuhan dan Natal di Indonesia dan bangsa-bangsa meriah dalam kasihNya. Amen
Sumber : berbagai sumber