Seorang pendeta yang
mengaku teman dari Jarrid Wilson, pendeta yang bunuh diri beberapa waktu lalu
mengatakan bahwa orang sakit mental seharusnya tidak dibiarkan menjadi seorang
pendeta atau gembala sidang.
Dale Partridge adalah seorang pendeta dan gembala yang berfokus menanam gereja rumah. Menurut Partridge gereja yang membiarkan seseorang dengan penyakit mental atau memiliki keraguan serius tentang imannya untuk tetap menduduki posisi kepemimpinan adalah tindakan “sembrono” dan tidak Alkitabiah.
Orang sakit mental dan ragu akan kebenaran Alkitab jadi pendeta itu tidak Alkitabiah
“Seperti yang telah
kita semua saksikan, orang-orang yang ditempatkan dalam peran penggembalaan di
gereja-gereja melakukan bunuh diri dan kemurtadan publik pada frekuensi yang
mengkhawatirkan. Orang-orang ini juga tidak memiliki pergumulan rahasia. Hampir
semua tragedi baru-baru ini dilakukan oleh para pria yang secara terbuka
mengakui penyakit mental mereka dan keraguan akan doktrinnya. Pertanyaan sejuta
dolar-nya adalah ini: Mengapa gereja menempatkan orang, yang sangat jujur
tentang kehancuran mereka saat ini, dalam posisi kepemimpinan?” demikian pertanyaan
yang diungkapkan Partridge.
Menurutnya, jika orang Kristen mengacu kepada Alkitab, hal tersebut tidak diperbolehkan.
Syarat jadi pendeta berdasarkan Alkitab
“Alkitab memberi kita
instruksi yang sangat jelas mengenai kualifikasi seorang gembala dalam gereja
(1 Timotius 3 dan Titus 1). Mereka memanggil pria yang berpikiran jernih,
memiliki pengendalian diri, sehat secara dokrin, disiplin, teruji, kudus (dan
daftarnya masih panjang). Gereja, tidak menerima atau mentoleransi atau
mengerti atau berbelaskasihan untuk mempekerjakan seseorang untuk
menggembalakan jemaat Tuhan yang secara terbuka sedang bergumul dengan sakit
mental. Itu tidak Alkitabiah, itu sembrono, itu berbahaya, dan seperti yang
kita lihat, itu menjadi target yang mudah untuk musuh menghujani gereja dengan
tragedi nasional,” demikian tambahnya.
“Jika pendetamu mengakui dalam kondisi sakit mental maka dia butuh didisiplinkan bukan mendisiplinkan orang lain. Dia butuh istirahat secara fisik bukan kerja keras secara spiritual. Dia butuh privasi bukan publikasi. Dia butuh doa dalam ketekunan bukan tekanan yang sangat berat. Dia butuh untuk mengundurkan diri, bukan dipromosikan. Ketika seorang pemimpin jatuh maka banyak yang akan mengikuti. Hal itu menimbulkan kebingungan, keraguan, ketakutan dan rangkaian keprihatinan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Tuhan sudah memberikan instruksi yang jelas dalam Firmannya menawarkan perlindungan bagi gereja-Nya. Setiap kali kita memutuskan untuk melanggar perintah-Nya, kita hanya akan merusak diri kita. Pendeta bukan hanya untuk seseorang yang mau. Seorang pendeta bukan hanya sekedar seseorang yang memiliki karunia. Seorang pendeta bukan hanya mereka yang berpendidikan. Dia haruslah orang yang memenuhi kualifikasinya Tuhan. Hal ini bukanlah legalisme atau militansi Alkitabiah. Ini adalah pagar perlindungan bagi gereja Tuhan. Ini saatnya bangun,” demikian tegas Partrige.
Menimbulkan pro dan kontra dikalangan Kristen
Pernyataan yang ia
unggah di sosial media itu disukai lebih dari 7000 kali, namun menimbulkan
debat, ada yang mendukung pernyataannya namun juga ada yang menyanggahnya.
Sebuah akun bernama
Jami Parker menuliskan, “Saya sempat mengenal JW (Jarred Wilson) saat menjadi
staf di High Point di Memphis. Aku berharap perkataanmu mendorong dan mencegah
mereka untuk membuat pilihan yang sama.”
Namun pernyataan Partrige
ini ditentang oleh Dr. Therese, seorang psikologis klinis Kristen berlisensi,
di Exploring Therapy di California.
“Dale, sebagai
psikologis klinis dan orang Kristen yang juga melayani di pelayanan, aku harus
berkata bahwa pernyataan kamu di postingan ini muncul dari ketidaktahuan dan
lebih kepada stigma tentang kesehatan mental. Di Amerika, hampir setengah orang
dewasa mengalami penyakit mental selama hidup mereka. Itu karena kita hidup di
dunia yang sudah rusak. Gereja tidak butuh pendeta yang sempurna (mereka tidak
ada), mereka butuh Pendeta yang
terhubung dengan Tuhan, mengasihi sesama, untuk melakukan perkejaan
mereka haruslah sehat termasuk mencari pertolongan, dan mereka yang mengenali
kemanusiaan mereka dan ketidaksempurnaannya,” demikian tulis Dr. Therese.
“Saya menyarankan kamu mencari lebih banyak hikmat dibidang kesehatan mental dan mempertimbangkan betapa merugikannya pengajaranmu yang salah bagi gereja. Dengan hormat, keamanan bagi gerjea adalah mengakui bahwa kamu dan penghakimanmu, sikap merendahkan dan stigmamu adalah salah,” demikian tambahnya.
Partridge mengaku teman dekat Jarrid
Meresponi pro dan
kontra terhadap postingannya, Partridge menjelaskan bahwa Jarrid adalah teman
sejatinya sejak lama dan dia bukannya tidak sensitive dengan membuat pernyataan
tersebut beberapa hari setelah kematiannya.
“Kami berbincang tujuh
hari sebelum kematiannya. Aku menangis saat mendengar apa yang terjadi. Aku
menangis pada pagi hari setelahnya. Tidak ada satu haripun setelah itu aku
tidak memikirkan tentang kematiannya. Rumah kami selalu berdoa setiap pagi
untuk isteri dan anak-anaknya di masa-masa sulit ini. Secara keseluruhan, aku
ingin kamu tahu, bahwa aku benar-benar hancur hati,” demikian ungkapnya.
Menurut Partridge, setelah bekerja selama 18 bulan di
Harvest Christian Fellowship Jarrid Wilson merasa kelelahan dengan pekerjaannya
yang termasuk melakukan pemakaman terhadap seorang wanita muda yang bunuh diri
sehari sebelum Jarrid bunuh diri.
Berdasarkan
pembicaraan terakhir saya dan Jarrid, rasa hancur hati saya berubah menjadi
kemarahan. Dalam pembicaraan kami, meskipun Jarris mencintai pelayanannya dia
mengungkapkan intensitas dan kewalahan yang ia alami dalam posisinya sebagai
seorang pendeta untuk dewasa muda di Harvest. Sebagai seorang pendeta, saya
sepenuhnya berempati terhadap tuntutan fisik, emosi, mental, dan spiritual yang
luar biasa dari pelayanan pastoral. Penggembalaan adalah salah satu panggilan
terberat dalam kehidupan manusia,” demikian jelasnya.
Menurut Partridge,
saat itu Jarrid siap untuk mengundurkan diri dari pelayanan penuh waktu. Yang
benar-benar ingin dilakukannya adalah mengerjakan apa yang menjadi hasrat
terbesarnya – membantu orang-orang mengalami kesembuhan dari depresi,
kegelisahan dan pikiran bunuh diri melalui organisasi nirlabanya Anthem of
Home.
“Pembicaraannya kepadaku minggu lalu adalah berpusat kepada transisi ini. Dia membutuhkan bantuanku untuk berpindah dari posisinya saat itu kepada apa yang diinginkannya. Dia butuh istirahat dan dia tahu itu.”
Ini pemicu keputusan bunuh diri Jarrid menurut
Jadi berdasarkan
pengamatannya, mengijinkan Jarrid untuk memimpin pemakaman orang yang bunuh
diri adalah salah satu pemicu yang membuatnya jatuh kepada keputusan bunuh
diri. Ia menyayangkan gereja Jarrid yang membiarkan hal tersebut terjadi.
Untuk itu ia
mengundang gereja untuk melakukan pembenahan berdasarkan Firman Tuhan.
Menurutnya saat ini, gereja butuh pendeta-pendeta model yang dituliskan di Perjanjian
Baru.
Bagaimana dengan kamu,
apakah kamu setuju dengan Pendeta Partridge tentang syarat dan standar yang
harusnya dipenuhi oleh hamba Tuhan, pendeta dan gembala sidang seperti yang
dituliskan dalam Firman Tuhan ini? Atau sebagai jemaat dan umat, kita harus
mentoleransinya, dengan berargumentasi bahwa pendeta juga manusia biasa.