Berbeda dengan gereja pada umumnya di Indonesia, gereja ini
malah mendeklarasikan bahwa mereka menerima dan mengafirmasi kelompok yang rentan dengan lGBTQ.
Seperti yang kita ketahui, bahwa lesbian, gay, bisksual,
transgender dan interseksual dan queer
(LGBTQ) adalah hal yang sering sekali nggak diterima di dunia khususnya di kalangan gereja.
Namun berbeda dengan gereja ini, mereka justru menerima
orang-orang untuk yang berlatar belakang LGBTQ dan orientasi lainnya untuk beribadah bersama.
Nah nama gerejanya adalah Gereja Komunitas Anugerah (GKA) yang berada di Jakarta Selatan.
Gereja ini menjadi institusi agama pertama di Indonesia yang
nggak mempermasalahkan orientasi atau gender seseorang, padahal hal-hal seperti itu dianggap dosa atau sesat dalam komunitas agama lain.
Mendeklarasikan hal semacam itu tentu mengundang respon
buruk dari sekitar. Mereka dianggap sesat dan juga dikucilkan dari kelompok
Kristen sendiri, tapi menurut pendeta
yang memimpin disana yakni Suarbudaya Rahardian, hal seperti itu sudah menjadi kebiasaan yang mereka dengar.
"Banyak kok, anggota yang masih kucing-kucingan dengan
keluarganya untuk beribadah," kata Pendeta Suarbudaya sambil tersenyum, dikutip dari Tirto.id.
Tak hanya itu, gereja ini juga membukat diskusi Jum'atan yang membahas gender dan teologi Queer.
Diskusi itu diselenggarakan di Jakarta Selatan, setiap hari Jumat yakni pukul 20:00 - 22:00 WIB.
Diskusi ini dilakukan untuk mendiskusikan ulang penolakan
yang sering dilakukan gereja pada LGBTQ dan bagaimana sebenarnya sikap gereja dalam menghadapi mereka yang LGBTQ.
Dikutip dari Sejuk.org, diskusi ini membahas pedalaman
Alkitab di Yohanes 14:15-31, yang dimana hasil observasi dan inteprentasinya,
terdapat beberapa poin penting yang
disimpulkan, misalnya seseorang bisa melakukan perintah Tuhan karena
mereka mengasihi Tuhan, itu sebabnya kita juga harus mengasihi dan melakukan
perintahNya dan perintahNya adalah mengasihi seperti yang tertulis di hukum Taurat.
Secara langsung jika kita lihat kembali, diskusi ini mengacu
kepada Roh Kudus yakni sebagai Roh Kebenaran yang bertugas menyertai dan mengajarkan juga mengingatkan manusia meski dunia tidak menerima mereka.
Ketika diwawacarai oleh Tirto. id tentang alasan kenapa
gereja tersebut mendeklarasikan afirmasi kepada LGBTQ, mereka menjawab karena gereja mereka didatangi oleh orang yang berlatar belakang LGBTQ.
"Jadi, GKA ini berdiri tahun 2013 sebagai komunitas
religius alternatif. Jadi, orang-orang yang datang ke kami 90 persen adalah
orang-orang ateis, agnostik, yang dulu pernah beragama tapi meninggalkan
keimanan karena dianggap Kristen itu enggak relevan, rasional, enggak manusiawi
dan sebagainya dan sebagainya. Di antara pertanyaan-pertanyaan soal agama itu
muncul pertanyaan soal apa sih pandangan-pandangan Kristen yang alternatif
tentang LGBTIQ? Yang normatif jelas itu ditolak, harus dikonversi ke
heteroseksual. Itu secara umumlah. Karena kami banyak didatangi teman-teman
(LGBT) dan didatangi jemaat, kami dibawa pada suatu posisi untuk memikirkan
ulang kondisi heteronomativitas kami. Kami juga enggak langsung pada posisi
terbuka sebenarnya. Maka, sejak dua tahun, 2015 sampai 2017, kami menggali
kajian teologi, sejarah Kekristenan, kajian kitab suci, sampai kajian-kajian teori queer—teori seksualitas terkini."
Akhirnya setelah dua tahun menggali kajian teologi, mereka
pun memutuskan bahwa heteronormativitas atau yang normal itu cuma laki-laki
hetero-cisgender dan perempuan hetero-cisgender itu bukan satu-satunya
pandangan Kristen dalam sejarah tentang gender dan seksualitas. Artinya bahwa
Kristen itu punya perjalanan panjang yang mengungguli bagaimana gender itu dikonstruksi dan bagaimana orientasi seksual dikonstruksi.
"Buat kami sendiri, ini perjalanan spiritual.
Perjalanan teologis juga. Dan juga perjalanan politik. Karena bicara
mengafirmasi LGBT ini berarti melawan tatanan (masyarakat) kita yang hari ini
menentang LGBT. Itu semacam pernyataan sikap politik karena kita tidak bisa
memisahkan seksualitas dan gender dari konstruksi sosial dan politik. Gender,
kan, bentukan sosial, bentukan norma politik. Dan, bila kita menyatakan yang
berlawanan dengan yang mapan, kita jadi berlawanan dengan kekuatan yang merasa
terganggu—ya anggaplah kelompok yang konservatif, Kristen dan bukan-Kristen.
Ataupun kekuatan negara, yang juga, meskipun tidak melarang, tapi tidak memberikan ruang kepada LGBTIQ,"Sambungnya.
Meski respon buruk banyak dari sekitar, Pendeta Rahadian ini
mengaku sangat perlu mendeklarasikan gereja mereka setelah sekian lama , karena jika tidak mereka akan dianggap menghianati Injil oleh banyak oleh.
Benar sih kalau orang-orang LGBTQ harus tetap memiliki ruang di dalam gereja dan mengetahui kebenaran dengan baik. Jika gereja menolak LGBTQ lantas gimana mereka bisa bertobat dan dimuridkan?
BACA JUGA :
Seperti perempuan pelacur, Tuhan juga ingin kita menerima mereka dan menjadi sahabat sehingga mereka mengenali identitas mereka.
Tapi, mengenai gereja ini, marilah kita berdoa untuk mereka,
supaya kebenaran dan kemurnian yang benar-benar kudus turun atas gereja ini,
atas pemimpinnya, sehingga kebenaran dan kekudusan Tuhan dinyatakan atas gereja
ini dan setiap orang yang masuk dalam gereja ini, diubahkan dalam nama Yesus.
Amin.