Agen intelijen Iran
menutup paksa Gereja Prebistarian Asiria di Tabriz, bahkan menurunkan salib
dari menaranya dan melarang adanya peribadatan di gereja tersebut. Menurut The
Assyrian International News Agency, penutupan ini terjadi pada 9 Mei 2019 lalu.
“Mereka dengan jelas
bahwa orang Asiria tidak dibolehkan melakukan peribadatan di sana,” demikian
pernyataan kelompok advokasi Kristen Iran berbasis di London, Article19.
Menurut sumber
tersebut, penutupan ini merupakan perintah langsung dari Kementerian Intelijen dan Execution of Imam Khomeini's Order (EIKO). Agen pemerintah
langsung mengganti semua kunci pintu gereja, menurunkan salib dari menara dan
memasang alat monitoring lalu mengancam dan mengusir penjaga gedung untuk segera
meninggalkan gereja tersebut.
Gereja Prebistarian
Asiria di Tabriz ini bisa dikatakan sebagai warisan budaya nasional, dan disita
pemerintah Iran berdasarkan perintah Pengadilan Revolusi pada tahun 2011.
Tetapi anggota jemaat masih diperbolehkan menggunakan bangunan untuk ibadah,
hingga pada awal bulan Mei 2019 lalu.
Sekalipun masih ada
sekelompok kecil orang Kristen di Iran, umat percaya dilarang untuk
memberitakan Injil kepada orang Muslim atau menyelenggarakan ibadah dalam
bahasa Persia, bahasa nasional Iran.
“Banyak gereja
Protestan telah disita di Iran,” demikian pernyataan Direktur Advokasi Article18,
Mansour Borji.
“Kebanyakan dari
gedung itu tidak dipakai oleh mereka, terutama yang terdaftar. Jadi kebanyakan
menjadi gedung kosong, seringkali diabaikan, dan menjadi reruntuhan sebelum
akhirnya dihancurkan,”demikian tambahnya.
Salah satu alasan
penutupan gereja-gereja di Iran baru-baru ini karena Pemerintah Iran mendeteksi
penyebaran Kekristenan yang massif di negara republik Islam tersebut.
Berdasarkan berita dari Iranwire.com, Menteri Intelijen Iran Mahmoud Alavi
mengungkapkan hal tersebut saat memberikan pidato di hadapan beberapa imam
Muslim Shiah.
“Mau tidak mau kami
memanggil mereka untuk bertanya kenapa mereka pindah agama, beberapa dari
mereka menyatakan bahwa mereka mencari agama yang dapat memberikan kedamaian.
Kami sampaikan kepada mereka bahwa Islam adalah agama persaudaraan dan damai.
Mereka menjawabnya dengan berkata: ‘Setiap kali kami bertemu ulama Muslim dan
mereka yang ceramah di mimbar berbicara menentang satu sama lain. Jika Islam
adalah agama yang rama, maka sebelum jemaatnya, harusnya ada keramahan dan
kedamaian di antara ulama sendiri,” demikian ungkap Alavi.
Sungguh mengejutkan
bukan? Tuhan sanggup bekerja di negara-negara yang tertutup rapat dari dunia
luar seperti Iran dan Korea Utara. Berita Injil tidak bisa dibendung oleh
penguasa, sekalipun terjadi penganiayaan dan tekanan terhadap orang percaya. Bahkan
gereja semakin bertumbuh dalam penganiayaan, karena mereka semakin kuat berdoa
dan tekun dalam memberitakan kasih Tuhan.
Yuk terus berdoa bagi negara-negara seperti Iran ini, kiranya umat Tuhan terus diberikan kekuatan, iman dan kasih dalam pemberitaan Injil dan tidak gentar dengan berbagai tekanan dan ancaman.
Baca juga :
Populasi Kekristenan Makin Tinggi, Pemerintah Iran Interogasi Alasan Warganya Pindah Agama
Sadis! Kristen Iran Dihukum Cambuk Karena Ikuti Perjamuan Kudus