Adalah seorang profesor agama bernama Dr Christianson yang mengajar di sebuah perguruan tinggi kecil di Amerika Serikat (AS) bagian barat.
Sang profesor mengajar tentang cara melakukan survei untuk orang-orang Kristen. Jurusan ini wajib diikuti oleh mahasiswa di tahun pertamanya, apapun jurusannya.
Walaupun Dr Christianson sudah berusaha mengajarkan tentang peran
injil di kelasnya, dia harus berlapang dada karena sebagian mahasiswa yang mengikutinya
merasa bosan. Karena gak punya minat terhadap jurusan ini, banyak mahasiswa yang mulai menolak untuk menganggap serius agama Kristen.
Kebetulan di kelasnya, ada seorang siswa bernama Steve. Dia adalah
mahasiswa baru yang mengikuti pelajaran untuk tujuan bisa masuk ke seminari Kristen.
Steve terbilang cukup populer di kampus itu. Secara fisik dia
sangat menarik. Dia bahkan jadi pusat perhatian di tim sepak bola dan bahkan siswa terbaik di kelas sang profesor.
Pada suatu hari, Dr Christianson meminta Steve keluar ruangan untuk berbicara empat mata dengannya.
Lalu sang profesor mulai bertanya.
"Kamu bisa melakukan push-up berapa kali Steve?”
"Aku melakukannya sekitar 200 kali setiap malam.”
“200? Bagus sekali. Apakah kamu bisa melakukannya sampai 300 kali?” tanya profesor.
"Aku belum tahu. Aku belum pernah mencobanya,” jawab Steve.
“Apakah kamu pikir kamu bisa melakukannya?” tanya Dr. Christianson lagi.
"Ya, aku bisa mencobanya,” jelasnya.
“Bisakah kamu push up 300 kali dalam 10 putaran? Aku punya satu
proyek untuk dilakukan di kelas dan aku mau kamu melakukan sekitar 300 kali
push up dalam sepuluh set. Bisakah kamu melakukannya? Pastikanlah kalau kamu bisa melakukannya,” desak sang profesor.
"Ya…kurasa bisa..ya..aku bisa melakukannya,” terang Steve.
“Bagus! Aku mau kamu melakukannya di hari Jumat. Biarkan aku menjelaskan tentang hal ini nanti,” jelas sang profesor.
Hari itupun tiba. Steve tiba di kelas lebih awal dan
duduk di depan ruangan. Saat kelas dimulai, profesor mengeluarkan sekotak besar
donat. Bukan jenis donat yang biasa, tapi yang ukurannya jauh lebih besar yang bagian atasnya ditaburi dengan krim dan gula beku.
Sementara mahasiswa lain tampak bahagia. Karena itu adalah hari terakhir sekolah dan bisa menghabiskan akhir pekan dengan bersenang-senang.
Pelajaran pun dimulai. Lalu sang profesor mendekati seorang mahasiswi di baris pertama dan bertanya, “Cynthia apakah kamu mau donat itu?”
"Ya,” jawab Cynthya.
Setelah itu, sang profesor lalu melirik Steve dan bertanya, “Steve,
apakah kamu mau melakukan sepuluh kali push up supaya Cynthia bisa mendapatkan donat ini?”
“Ya, tentu saja!’ kata Steve sembari melompat dari meja menuju ke depan dan melakukan push up.
Setelah itu, sang profesor menghampiri mahasiswa lain bernama Joe. “Joe, apa kamu mau donatnya?”
"Ya,” kata Joe.
Lalu sang profesor kembali meminta Steve melakukan push up sepuluh
kali putaran supaya Joe bisa mendapatkan donatnya. Steve pun mulai push up dan berhasil. Joe pun mendapatkan donat itu.
Profesor kembali bertanya ke mahasiswa ketiga bernama Scott. Scott
adalah salah satu anggota tim basket dan dia sama baiknya dengan Steve. Dia juga
populer dan punya pergaulan yang luas. Lalu profesor bertanya, “Scott, apakah kamu mau donat?”
Lalu Scott bertanya, “Bisakah aku push up sendiri?”
Jawab profesor, “Tidak. Steve yang akan melakukannya.”
Lalu Scott menjawab, “Ya. Kalau begitu aku tidak mau.”
Meski begitu profesor tetap meminta Steve untuk push up supaya Scott bisa mendapat donatnya.
Lalu Scott mengelak, “Aku bilang aku tidak mau donatnya!”
Tapi Dr Christianson berkata, “Lihat, ini kelasku. Meja ini mejaku. Dan donat ini donatku. Biarkan saja di atas meja kalau kamu tak mau mengambilnya.” Lalu dia menaruh donat itu di atas meja Scott.
Baca Juga :
Supaya Jadi Nelayan yang Handal, Belajarlah Berpikir Seperti Ikan
Bekas Luka Dalam Hidupmu Adalah Cara Tuhan Menunjukkan KuasaNya
Sekarang, Steve tampak melambat. Dia hanya berbaring di
lantai karena butuh banyak tenaga untuk naik turun. Tampak tetesan keringat mulai
keluar dari pelipisnya. Kemudian sang profesor menghampiri baris ketiga. Sementara para mahasiswa mulai marah.
"Jenny. Apakah kamu mau donat?” tanya profesor.
"Tidak,” jawab Jenny.
Lalu sang profesor bertanya kepada Steve, “Apakah kamu mau melakukan sepuluh kali push up untuk Jenny?”
Semua mahasiswa mulai merasa gelisah. Mereka mulai menolak.
Donat-donat itu masih utuh di atas meja. Steve juga harus mengerahkan banyak tenaga untuk menyelesaikan push up untuk setiap permintaan donat.
Sang profesor mulai menuju baris keempat. Ada beberapa siswa dari
kelas lain yang mulai berdatangan dan duduk di antara tangga. Saat menghitung jumlah mahasiswanya, terdapat sekitar 34 orang di sana.
Dia mulai kuatir apakah Steve bisa melakukannya sampai selesai.
Sang profesor terus melanjutkan ke orang-orang selanjutnya. Di
bagian paling akhir, Steve benar-benar kesulitan. Dia mengambil lebih banyak waktu untuk melakukan push up dalam setiap putaran.
Tak lama, Jason, seorang mahasiswa baru pindahan masuk ke kelas
itu. Namun dia disambut dengan teriakan oleh mahasiswa di sana. “Tidak! Jangan masuk! Keluar!” teriak mereka. Sementara Jason tak tahu apa yang sedang terjadi.
Lalu Steve mengangkat kepada dan berkata, “Biarkan dia masuk.”
Lalu sang profesor berkata, “Apakah kamu sadar kalau dia masuk kamu harus melakukan 10 kali push up untuk dia?”
"Ya. Biarkan dia masuk. Berikan dia donat,” kata Steve.
Begitulah Steve harus melakukan push up untuk tiga orang terakhir
lainnya. Walaupun mereka menolak untuk mendapatkan donat, tapi Steve tetap menyelesaikan push up untuk mereka.
Setelah pertunjukan tersebut selesai, sang profesor maju ke depan dan menjelaskan apa yang sedang dia lakukan.
“Saat aku memutuskan melakukan ini di hari terakhir kelas
ini, aku melihat buku nilai. Steve adalah satu-satunya mahasiswa yang mendapat
nilai sempurna. Yang lainnya sama sekali gagal dalam ujian, bolos kelas dan sebagainya,” jelas sang profesor.
Dia pun menjelaskan bahwa Steve mengorbankan dirinya supaya mahasiswa
yang lain bisa lulus. Dia membayar harga untuk orang lain. Steve telah
melakukan push up sebanyak 350 kali dan di putaran terakhir, dia benar-benar kehabisan tenaga dan hanya bisa tergeletak di lantai setelah menyelesaikan semua tugasnya.
Sang profesor pun berkata, “Dan begitulah Juruslamat kita,
Yesus Kristus, di kayu salib. Memohon kepada Bapa, ‘ke dalam tanganMu serahkan hidupKu.’
Dengan pemahaman bahwa Dia sudah melakukan semua yang diminta dari-Nya. Dia
menyerahkan hidup-Nya. Dan seperti beberapa orang di ruangan ini, banyak dari kita meninggalkan hadiah di atas meja tanpa memakannya.”
Kepada Steve, sang profesor berkata, “Pekerjaan yang sangat bagus
hamba yang baik dan setia.” Lanjutnya, “Gak semua khotbah harus dikhotbahkan dengan kata-kata.”
Dia pun menyampaikan kata-kata terakhirnya kepada semua mahasiswa
supaya mereka mengerti dan memahami betapa besar kasih karunia Tuhan atas mereka
melalui pengorbanan Yesus.
Terlepas apakah kita memilih untuk menerima hadiah itu, Yesus
sudah membayar harga untuk keselamatan kita. Kita hanya bertindak bodoh kalau kita
membiarkan hadiah itu tergeletak begitu saja di meja.