Seorang pendeta yang
melarikan diri dari perang saudara di Sudan Selatan beberapa tahun silam, kini mendirikan gereja baru berkat aplikasi ponsel.
Pendeta Alez Sokiri dan
istrinya Harriet melarikan diri dari serangan bersenjata di kota mereka yaitu
di Kajo Keji di Sudan Selatan pada Juli 2016 silam. Mereka meninggalkan semua harta benda mereka di sana.
Mereka lalu berjalan kaki
lebih dari 30 km ke sebuah desa yang bernama Kamp. Pengungsi Morobi tepatnya di Uganda Utara.
Nah, di tempat itu, mereka
menjadi berkat yang luar biasa. Mereka berjuang beradaptasi dengan kehidupan di
sana, dan membuat komunitas sendiri dan lain sebagainya hingga sampai saat ini mereka bisa mendirikan gereja.
"Ketika kamu datang ke
kemah ini, hidup kami begitu sulit. Beberapa penduduk datang kepada kami dan
mereka ingin bunuh diri karena mereka sudah meninggalkan segalanya ketika
perang itu. Kami sama sekali nggak bisa melupakan anggota gereja kami di Sudan.
Sebagai pemimpin, kami harus mengumpulkan mereka dan memberi tahu apa yang
harus mereka lakukan. Pertama-tama kami memulai persekutuan di bawah pohon-pohon,
dan dari sana kami mulai mengumpulkan kayu-kayu kecil dan kami membagun rumah kecil sebagai gereja."
Jadi Alex mengumpulkan
pendeta-pendeta yang datang dari seberang kemah dan pabrik-pabrik kecil untuk
membantu mereka mendirikan gereja kecil dan sama-sama bergabung dalam komunitas
kecil yang dia buat. Dia juga mengatakan bahwa ada banyak masalah kesehatan mental dan tingkat bunuh diri di tempat itu.
"Mereka datang ke sini
tanpa apa-apa, nggak ada makanan, nggak ada tempat untuk berlindung, mereka
bahkan tidur di bawah pohon, sehingga mereka benar-benar trauma dan juga patah
semangat. Kami berusaha mendorong mereka dengan Firman Allah, dan memulihkan harapan mereka," ujarnya.
Setelah melarikan diri
tanpa harta, dia mendapati dirinya kehilangan buku-buku untuk mengajar mereka dengan pertanyaan-pertanyaan seputar teologis yang menantang.
Namun, ada satu aplikasi yang menarik dan dikembangkan oleh African Pastors Fellowship yaitu eVitabu yang diciptakan dan memungkinkan dia untuk mengakses sumber daya teologis dan versi Alkitab untuk mengajar, mempersiapkan khotbah dan menginspirasi serta memperlengkapi sesama pendeta di Kamp.
Karena kegigihan Alex ditambah dengan
aplikasi tersebut, diperkirakan lebih dari 3 juta gereja di negara berkembang menggunakan aplikasi tersebut.
Sedangkan di Afrika sendiri,
diperkirakan bahwa sekitar 90 persen, pendeta sudah tak pernah menerima pelatihan apa pun, namun eVitabu sangat membantu mereka.
Jadi, eVitabu adalah buku -buku dalam
bahasa Swahili yang berarti alat perintis yang di rancang khusus untuk mendukung gereja di Afrika.
Semoga aplikasi ini bisa di download segera di Indonesia ya!
Seperti yang sudah kita
ketahui, bahwa di zaman sekarang, di mana pun kita berada, tak ada alasan untuk kita tak menginjili sekalipun kita bukan seorang pendeta.
Smartphone yang ada
di tangan kita bisa dijadikan sebagai alat dan sumber untuk memperlengkapi kita dalam menginjil orang-orang.
Dengan perkembangan digital, kita sudah
bisa menginjil dan melakukan panggilan kita dengan menggunakan Smartphone. Jadi
jelas, sangat membantu ya!