Secara umum Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia mendukung hadirnya Rancangan Undang-undang (RUU)
Pesantren dan Pendidikan agama. Namun ada beberapa hal yang digaris bawahi oleh
PGI karena dianggap kurang tepat, terutama berkaitan dengan dua pasal mengenai pendidikan agama Kristen dalam RUU tersebut.
“Kami melihat, ketika membahas
tentang pendidikan dan pembinaan di kalangan umat Kristen, nampaknya RUU ini
tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen di mana ada pendidikan
formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja,"
demikian pernyataan yang dirilis oleh PGI dalam situs resminya.
Secara lengkap, berikut adalah pernyataan resmi PGI
berkaitan RUU yang mengatur tentang Katekisasi dan Sekolah Minggu yang dianggap kurang tepat oleh PGI:
Dewan Perwakilan Rakyat
Indonesia (DPR RI) pada Rapat Paripurna, 16 Oktober 2018, telah menetapkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usul inisiatif DPR RI dan akan segera menjadi pembahasan dalam proses legislasi nasional.
Setelah mengamati isinya, RUU
tersebut tidak hanya mengatur tentang pesantren dan madrasah namun juga
mengatur pendidikan keagamaan bagi agama-agama lain di luar Islam. Menyikapi
hal tersebut Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan beberapa hal:
1. PGI menilai bahwa pendidikan
keagamaan formal seperti pesantren, madrasah, sekolah teologi dan sejenisnya
sebagai bagian dari pendidikan nasional telah memiliki kontribusi besar dalam
membentuk karakter bangsa. PGI juga menilai bahwa selama ini pengembangan
institusi pendidikan berbasis agama tersebut kurang mendapat dukungan dari
negara. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan di dunia pendidikan di mana
pendidikan formal lainnya mendapat dukungan penuh dari negara. Olehnya PGI
memahami perlunya UU yang menjadi payung hukum bagi negara dalam memberikan
perhatian dan dukungan kepada pesantren dan pendidikan keagamaan lain yang formal.
2. Namun kami melihat, ketika
membahas tentang pendidikan dan pembinaan di kalangan umat Kristen, nampaknya
RUU ini tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen di mana ada
pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan
ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja. Pendidikan
Sekolah Minggu dan Katekisasi, yang juga hendak diatur dalam RUU ini pada pasal
69-70, sesungguhnya adalah proses interaksi edukatif yang dilakukan oleh
gereja-gereja di Indonesia, yang merupakan pendidikan nonformal dan masuk dalam kategori pelayanan ibadah bagi anak-anak dan remaja.
3. Dengan melihat syarat
pendirian pendidikan keagamaan dengan memasukkan syarat peserta didik paling
sedikit 15 (lima belas) orang serta harus mendapat izin dari Kanwil Kementerian
Agama Kabupaten/Kota maka hal tersebut tidak sesuai dengan model pendidikan
anak dan remaja gereja-gereja di Indonesia, sebagaimana kandungan RUU yang
hendak menyetarakan Sekolah Minggu dan Katekisasi dengan model pendidikan
pesantren. Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian
hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan izin karena merupakan bentuk peribadahan.
4. Penyusunan RUU Pesantren dan
Pendidikan Keagamaan adalah kecenderungan membirokrasikan pendidikan nonformal
khususnya bagi pelayanan anak-anak dan remaja yang sudah dilakukan sejak lama
oleh gereja-gereja di Indonesia. Kecenderungan ini dikhawatirkan beralih pada
model intervensi negara pada agama.
5. PGI mendukung Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini menjadi undang-undang sejauh hanya mengatur kepentingan Pendidikan formal dan tidak memasukkan pengaturan model pelayanan pendidikan nonformal gereja-gereja di Indonesia seperti pelayanan kategorial anak dan remaja menjadi bagian dari RUU tersebut.
Jakarta, 18 Oktober 2018
Humas PGI