Dalam sebuah acara bincang-bincang
di salah satu tv swasta baru-baru ini, Pendeta (Pdt) Jacky Manuputty
menyampaikan penyesalan sekaligus pertobatannya. Pasalnya, di saat terjadi
konflik Maluku (Ambon) 19 tahun lalu, ia adalah salah satu hamba Tuhan yang memberkati para petempur Kristen.
“Satu hal yang harus saya
katakan, sebelum saya menjadi seorang pendeta, saya adalah aktivis sosial.
Artinya bekal rasionalitas pada saya cukup untuk menghadapi itu, tetapi
diperhadapkan konflik yang seperti itu, seluruh rasionalitas hilang,” ujar Pdt.
Jacky dalam acara Rosi episode “Belajar Damai Dari Maluku” yang disiarkan oleh Kompas TV.
Lebih lanjut Pdt. Jacky
mengatakan bahwa apabila terjadi konflik yang antah berantah alangkah lebih baik kita menghindarinya.
“Ketika kita dilempar di situ, tidak ada pilihan seperti Ronald (Pimpinan Pasukan Anak Kristen di Ambon ketika itu, red) dan Iskandar (Pimpinan Pasukan Jihad, red) katakan, itu dialami sangat banyak, bahkan oleh tokoh agama. Tidak banyak pilihan, selain ya kalau kita tidak memberikan justifikasi, pembenaran, dan pemberkatan. Orang-orang seperti Ronald, mereka menafsirkan Alkitab sendiri-sendiri dan itu lebih liar, mereka akan berdoa sendiri dan saya alami ya,” jelas Pdt. Jacky.
(Ronald (kiri) dan Iskandar (kanan) yang pernah berseteru saat konflik Ambon kini menjadi sahabat / Sumber: BBC Indonesia)
Dengan bahasa lebih lugas,
pendiri Lembaga Antariman Maluku Aksi Kemanusiaan (LAIM) mengatakan bahwa situasilah yang memaksanya dan para pemuka agama lain melakukan hal tersebut.
Pdt. Jacky Manuputty
mengaku bahwa titik balik dari yang dulu turut ambil bagian mendukung pihak Kristen
menjadi pembawa perdamaian di Maluku (Ambon) adalah ketika ia mengunjungi New York pada 1999.
“Saya
ingat titik balik saya pertama ketika saya di New York pada 99 diundang oleh
Sidney Jones waktu itu masih di sana, kami mengunjungi sebuah pusat sinode
Presbyterian di New York. Saya berpikir Amerika Kristen, apalagi di gereja dan
saya akan cerita dari perspektif Kristen menjadi korban. Tiba-tiba pertanyaan
disampaikan kepada saya, ‘Anda cerita Kristen korban, kami baru dari Indonesia dan
kami tahu muslim juga korban, kenapa Anda cerita hanya Kristen?’ Itu membuat
saya malu luar biasa. Dari situ saya berpikir bahwa ‘tidak, ini soal kemanusiaan, bukan soal agama’,” tutur Pdt. Jacky.
Alumnus Sekolah Tinggi Teologi Jakarta ini menegaskan bahwa upaya untuk mengubah paradigmanya dari seorang pendukung salah satu pihak menjadi pendukung perdamaian bukanlah hal yang mudah. Ia menyatakan bahwa fakta di lapangan yang membuatnya masuk kembali ke wilayah abu-abu.
Baca Juga: Pernah Bermusuhan, Mantan Petempur Kristen dan Islam Saat Konflik Ambon Kini Bersahabat!
Namun, seiring perjalanan
proses, Pdt. Jacky Manuputty mengungkapkan bahwa dirinya akhirnya konsisten
untuk menjadi Provokator Perdamaian di tanah kelahirannya.
“Ketika pada saya selalu
ditanyakan kenapa Anda total terlibat dalam pekerjaan perdamaian, saya katakan
saya membayar hutang saya untuk masa depan. Apa yang pernah saya tanam,
sekarang saya tuai dan melihat kehancuran anak-anak grass root dan lain-lain yang pernah kita doakan untuk berperang,
sekarang mereka disingkirkan oleh masyarakat, mereka bertarung sendiri, tidak
ada trauma healing, tidak ada trauma counseling yang secara serius
dilakukan kepada mereka dan mereka membangun nasibnya sendiri, itu yang membuat
kita, membuat saya bilang kita harus membayar hutang,” pungkasnya.