Pagi itu Nina terisak. Riasannya berantakan,
jelas sekali kalau ia bahkan tidak sempat membersihkan maskaranya sejak
semalam. Memang sih, Nina pamit untuk bertemu si pacar. Sepulang dari pertemuan
itu, Nina mengurung diri di kamar. Setelah berulang kali mengetuk, teman satu kosannya akhirnya bisa masuk ke dalam kamar Nina.
Dengan nada bergetar, ia menceritakan apa yang
terjadi padanya. Uang di tabungannya raib. Dirinya tidak lagi perawan.
Pelakunya adalah sang pacar yang berencana akan menikahi Nina akhir tahun ini.
Kenyataannya? Kini sang pacar memutuskan untuk mengakhiri hubungannya. Temannya
tadi geleng-geleng kepala, dia bertanya, “Kenapa?” Jawabnya, “Aku percaya banget sama pacarku.”
Kejadian kedua ada pada Ryan, seorang pria yang
meninggalkan pekerjaannya untuk membuka sebuah bisnis. Tahun pertama dan kedua
bisnis lancar. Tahun ketiga, ia mendatangi sahabatnya dengan wajah murung. “Aku
ditipu,” jelas Ryan. Saat ditanya kenapa, ia berkata, “Aku percaya sama orang itu.”
Kita pasti sering menemukan tulisan bahwa
kepercayaan merupakan sebuah fondasi dalam sebuah hubungan. Untuk membangun
sebuah fondasi ini, diperlukan sebuah alasan. Ketika sudah percaya terhadap
seseorang, terlebih sudah nyaman, kita bisa menceritakan semua hal kepadanya, bahkan sampai mempercayakan milik kita kepada orang tersebut.
Orang-orang Yahudi pun, semula tidak
mempercayai Kristus sebagai seorang Mesias. Setelah Ia melakukan
mujizat-mujizat, pengajarannya, bahkan hingga pengorbanannya di kayu salib, baru lah orang-orang percaya kalau Yesus adalah Anak Allah.
Yohanes 8:28-30, “Maka kata Yesus: “Apabila
kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan
bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.
Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai
Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang
berkenan kepada-Nya.” Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya.”
Pertanyaannya, orang-orang Yahudi yang percaya
tersebut meilhat secara langsung kehadiran Kristus, bagaimana Ia bisa melakukan
hal-hal yang mustahil dan melakukan banyak mujizat. Bagaimana dengan keadaan sekarang?
Setiap mujizat Tuhan Yesus telah ditulis dalam
Alktab. Alkitab tidak hanya sekedar buku yang mencatat sejarah, tetapi
bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (2 Timotius 3:16)
Tuhan Yesus memang tidak lagi ada bersama kita
karena Ia telah naik ke dalam kerajaan surga, namun karyaNya tetap tinggal
bersama kita. Peran Tuhan dalam kehidupan kita itu nyata, sebut saja google. Tuhan
tidak secara langsung membuat google, namun ia menciptakan seorang seperti
Larry Page agar bisa bermanfaat bagi orang banyak.
Kepercayaan itu tidak selalu mudah. Percaya
adalah sebuah proses dengan banyak kemungkinan, boleh jadi ia berubah, atau
mengalami pembaharuan. Rasul Paulus dalam Roma 12:2, “Janganlah kamu menjadi
serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga
kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan
kepada Allah dan yang sempurna.”