Saya menyadari bahwa
segala sesuatu memang memiliki sebuah konsekuensi. Jikalau kamu melihat tulisan
sebelumnya, saya sudah pernah membahas mengenai pria yang saya doakan dalam kurun 2 tahun ini.
Dalam menjalani setiap
proses perjalanan, kami menemui banyak perbedaan satu sama lain. Tuhan
mengizinkan kami melalui masa-masa sulit dan saling mengenal satu sama lain.
Tuhan mengizinkan kami untuk saling mengerti dan Tuhan juga mengizinkan kami menyelesaikan permasalahan dengan tangis dan doa melalui telepon.
Dia memang seorang pria
yang sibuk, dia selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja, dan lupa bahwa dia memiliki seorang ibu dan juga kekasih yang harus di beri kabar atau di telepon.
Inilah perbedaan kami yang
paling signifikan yang aku maksud diatas. Dia memiliki ambisi yang tinggi atas
mimpinya dan juga pekerjaannya, dia seorang pekerja keras yang sering lupa waktu sedangkan aku sangat menghargai sebuah komunikasi dalam sebuah hubungan.
“Ini bukan saatnya protes
dan protes Naomi. Ini saatnya berlari. Lain hal kalau aku sedang selingkuh dan
sedang bermain-main. Tapi aku ini sedang memaksimalkan waktu dan kesempatan
yang ada. Kamu juga harusnya begitu. Jangan protes terus. Orang sudah di depan
1000 langkah. Aku harus fokus, kamu mending maksimalin diri dan jangan fokus ke manusia,” demikian kata-kata yang selalu dia katakan.
Tanpa disadari, kalimat
itu benar-benar menyakiti hatiku. Mungkin kamu berpikir bahwa dia benar. Seharusnya aku mengerti dia dan memberi waktu untuknya.
Namun hal ini sudah
terjadi sekian tahun bahkan bertahun-tahun dari aku awal bertemu dia, hingga saat ini.
Aku tidak begitu memahami
apa yang dipikiran oleh kamu sebagai pembaca. Namun yang pasti, aku sedang memposisikan diri sebagai kekasih bahkan seorang keluarga yang merindukan waktu dengannya.
Bayangkan saja jika kamu
seorang ibu sebatang kara dan kekasih yang tak pernah diberi kabar dan
diperhatikan oleh anakmu atau pasanganmu? Bayangkan saja jika posisi ini kita bawa kedalam hubungan dengan Tuhan?
Bayangkan jika kamu
seorang Bapa yang selalu dicuekin oleh anakmu? Seorang suami/istri yang selalu dicuekin oleh pasanganmu?
Dalam hal ini, tentu rasa
sakit yang mendalam menjerat pikiran dan perasaanku dan seakan berkata
“Tinggalin saja Naomi, Lupakan saja, Masih banyak yang lain .Dia nggak
menyadari posisinya sebagai kekasih, dia nggak mengasihimu, dia lebih mengasihi pekerjaannya.”
Pertanyaanya, akankah saya
ikut pikiran dan perasaan saya dan melupakan apa yang sudah saya dapati dan
doakan mengenai dia dan hubungan ini selama bertahun-tahun? Akankah saya
meninggalkan dia dengan segala kebingungan yang tengah dihadapinya dalam meraih mimpinya, atau akankah saya meninggalkan dia dan segala perjanjian itu?
Sama seperti ibunya,
mungkinkah ibunya akan mengabaikan dia sebagai anak karena dia cuek? Adakah Yesus meninggalkan kita saat kita cuek padaNya berpuluh tahun dan melupakanNya?
No, dalam hal ini Tuhan
ajar saya tentang kasih. Dalam hal ini Tuhan bawa saya untuk bersikap dan merespon dengan kasih dan sabar.
Karena kasih dan kesabaran mengalahkan semuanya.
Dalam hidup ini, baik itu
dalam pernikahan, dalam penggenapan janji, bahkan hubungan sepasang kekasih,
banyak hal yang membuat kita seakan nggak terima setelah perbedaan mulai
disingkapkan. Misalnya janji yang belum sesuai dengan kenyataan, suami yang
sudah berbeda dari masa pacaran, prinsip sepasang kekasih yang berbeda dan lain sebagainya.
Tuhan mau katakan bahwa
hanya kasihlah yang bisa menyelaraskan dan menyatukan perbedaan tersebut. (Kolose 3:14)
Kasih akan buat kita sabar
menunggu segala janji, kasih akan membuat kita berdoa dan sabar akan pasangan
dan menanti perubahan, serta kasih yang membuat kita saling menerima satu sama
lain (1 Korintus 13).
Memang nggak mudah, namun
segala sesuatu membutuhkan kesabaran dan harga yang harus dibayar. Kalau bukan
karena Tuhan, saya akan meninggalkannya! Kalau bukan karena kasih dan
penggenapan janji Tuhan atas hidupmu, Roh Kudus akan berhenti mengingatkanmu
atas Yesus saat kamu sedang sibuk dan melupakanNya.