Persekutuan Gereja-gereja
Pentakosta Indonesia (PGPI) telah memutuskan bahwa semua pendeta yang gereja-gerejanya
di bawah PGPI tidak boleh berpolitik praktis. Keputusan ini disepakati dan
ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akbar PGPI 2017 yang digelar 7-9 November 2017 di GBI Mawar Saron, Jakarta Utara.
“Kita tidak boleh terlibat dalam politik praktis, tapi kita wajib mempersiapkan kader-kader terbaik yang adalah warga jemaat untuk terjun ke politik sebab kalau orang Kristen tidak ada politikus, lantas siapa (yang memperjuangkan kekristenan, red)?,” kata Bendahara Umum Pengurus Pusat PGPI, Pdt. Jason Balompapuang kepada Jawaban.Com, Kamis (9/11).
(Pdt. Jason Balompapuang / Sumber: Jawaban.Com / Budhianto Marpaung)
Kalau pun ada para
gembala atau pendeta di bawah PGPI yang ingin menyatakan dukungan (keberpihakannya) di dalam kegiatan pemilu atau pilkada, orang itu harus meletakan jabatannya.
“Dan kalau ada
gembala yang mau terjun, dia harus tanggalkan jabatannya, pendetanya,” ujar Pdt. Jason.
Terkait Pilkada Jawa Barat 2018, ia mendapat informasi dari rekan-rekan pengurus di daerah bahwa sudah ada bakal calon yang mendekati.
“tetapi kami sudah jelas sekali menyatakan bahwa keputusan PGPI tidak boleh berpihak kepada salah satu calon,” ucap Ketua PGPI DKI Jakarta tersebut.
Baca juga: Pdt. Jacob Nahuway Ketuk Palu 3 Kali, Rakernas Akbar PGPI 2017 Resmi Ditutup
Meski begitu, PGPI memiliki
sebuah acuan dalam memilih setiap pemimpin di setiap level baik nasional hingga
ke daerah-daerah. “Menjaga kerukunan beragama, menjaga kebhinekaan dalam
bingkai NKRI yang berlandaskan Pancasila. Siapapun dia, apapun agamanya,”
pungkas Pdt. Jason Balompapuang.