Tahun 2011 jadi
tahun paling dikenang oleh masyarakat Jepang. Tepatnya pada 11 Maret 2011 silam,
sebuah gempa berkekuatan 9.0 skala reichter menyebabkan gelombang tsunami setinggi 10 meter menyapu wilayah lepas pantai Samudra Pasifik Tohoku.
Akibat tsunami ini, sebanyak 15.269 orang tewas dan 8.526 lainnya hilang.
Peristiwa ini
pun menyisakan kesedihan dan perkabungan mendalam bagi sebagian besar warga Jepang.
Namun begitu, ada satu kisah menyentuh yang ditemukan sesaat setelah gempa ini mereda.
Tsunami ini menyebabkan kehancuran besar hampir semua bangunan di sekitar pesisir
pantai. Itu sebabnya tim evakuasi berniat untuk melakukan penyisiran di sekitar reruntuhan.
Mereka pun
tiba di sebuah reruntuhan rumah. Lalu salah seorang dari mereka mulai memantai
ke arah bagian dalam rumah lewat celah-celah kecil di sana dan menemukan sesosok
mayat wanita muda. Dia berpikir, ada yang aneh dengan posisi wanita itu karena dia
tampak berlutut seperti menyembah. Tubuhnya condong ke depan dan kedua tangannya menopang reruntuhan dan menghantam bagian punggung dan kepalanya.
Anggota tim
penyelamat ini pun mulai curiga dan menyampaikan penemuannya kepada pemimpin
tim. Tanpa menunggu lama, pemimpin tim itu pun mencoba meraih sang wanita dari
celah-celah reruntuhan untuk memastikan apakah wanita itu masih hidup atau sudah meninggal. Sayangnya, saat disentuh tubuh wanita itu sudah dingin dan kaku.
Dia dan anggota
tim lainnya pun meninggalkan rumah itu dan menyusur reruntuhan lainnya. Namun entah
kenapa, sesaat sebelum meninggalkan reruntuhan rumah wanita itu, ada perasaan mengganjal yang seakan mendorongnya untuk kembali ke rumah itu.
Dengan penuh
akal, dia mencoba untuk menggali reruntuhan itu dan mencari rongga terbuka. Dengan
muka terkejut, pemimpin tim evakuasi mendengar jeritan seorang anak kecil. Diapun segera berteriak, “Anak kecil! Ada anak kecil!”
Mendengar teriakan
itu, semua tim akhirnya berdatangan dan membantunya untuk mengeluarkan anak kecil
itu dari dalam reruntuhan. Dengan hati-hati mereka mengangkat reruntuhan satu
per satu. Dan betapa terkejutnya mereka saat menemukan ternyata di bawah tubuh wanita
muda itu tampak seorang bayi laki-laki berusia 3 bulan yang terbungkus selimut bercorak bunga.
Mereka akhirnya
menyadari bahwa wanita itu berusaha menyelamatkan bayinya dari reruntuhan. Dia rela ditimpa reruntuhan rumahnya demi menyelamatkan bayi malang itu.
Bayi malang
itupun segera diperiksa kesehatannya oleh dokter medis yang ikut dalam evakuasi
itu. Setelah membuka bungkusannya, dia menemukan sebuah telepon genggam di
dalam bungkusan itu. Ada pesan teks di sana. Tertulis, “Kalau kamu bisa bertahan, kamu harus ingat bahwa aku mencintaimu.”
Pesan inipun
jadi bukti bahwa wanita muda yang tertimpa reruntuhan itu adalah ibu dari sang bayi
laki-laki itu. Dia rela mati demi menyelamatkan buah hatinya dari reruntuhan karena kasihnya yang besar.
Setiap orang
yang membaca pesan singkat itupun tersentuh dan mencucurkan air mata. Mereka tahu
persis bahwa seorang ibu mampu melakukan pengorbanan yang begitu besar semacam ini
demi anaknya. Lewat pengorbanan sang ibu, bayi laki-laki itu memperoleh kesempatan hidup kembali.
Bukankah peristiwa
ini juga mengingatkan kita pada pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib? Tsunami
yang terjadi di Jepang ibarat hujatan yang diterima Yesus sesaat sebelum Pontius Pilatus menjatuhinya hukuman mati. Sebagai Tuhan, Yesus bisa saja menyelamatkan dirinya
sendiri. Tapi Dia nggak melakukan hal itu sebab Dia harus rela melewati proses pengorbanan
semacam itu untuk tujuan yang kekal yaitu menyelamatkan semua orang dari belenggu dosa.
Inilah pengorbanan
terbesar yang Yesus lakukan bagi dunia, hanya sekali untuk selamanya yaitu tertikam
dan diremukkan oleh karena kejahatan kita. Tapi pengorbanan menyakitkan itulah satu-satunya
cara yang bisa dilakukannya untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia.
“Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita,
dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan
keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita
menjadi sembuh.” (Yesaya 53: 5)