Shanti Yohana, Sejak Kecil Dihina Karena Miskin
Sumber: Jawaban.Com

Family / 12 June 2017

Kalangan Sendiri

Shanti Yohana, Sejak Kecil Dihina Karena Miskin

Budhi Marpaung Official Writer
19170

Lahir dan dibesarkan dari keluarga yang perekonomiannya di bawah garis kemiskinan, Shanti harus menerima segala hinaan dari lingkungan sekitar. Bukan hanya lingkungan tetangga, teman-teman di sekolah pun senang mengejeknya. Oleh karena ketiadaan uang untuk membeli, ia harus rela berbagi sepatu bahkan tas dengan kakaknya. Hal itulah yang akhirnya membuat ia diolok-olok.

“Ada teman saya yang ngeliat tuh, eh sepatunya kegedean tuh, sepatunya kegedean tuh, sepatunya tukeran ya, sepatunya tukeran ya. Sudah tuker sepatu, tuker tas, itu buat saya aduh sedih sekali lah, perasaan saya sudah tidak bisa dibayangin. Tapi karena itu kejadian sudah sering, jadi saya menganggap itu sudah biasa,” ujar Shanti.

Untuk menutupi kekurangan di dalam keuangan, Shanti berusaha keras untuk belajar. Hasilnya pun membanggakan. Di hadapan guru dan teman-teman, ia tergolong siswi yang cerdas.

Suatu hari, pada saat pengambilan nilai ujian, guru kelas memintanya untuk pergi ke ruangan guru. Shanti tahu alasan ia dipanggil. Itu tidak lain pasti untuk meminta orangtua melunasi tunggakan iuran sekolah. Sepulang dari sekolah, ia pun mengirimkan pesan kepada orangtuanya.

Ketika Shanti menyatakan kepada sang bapak terkait pelunasan iuran sekolah, sang bapak hanya menjawab sabar, minggu depan akan dilunasi.

Oleh karena situasi keluarga, Shanti turut membantu orangtua menjual arang ke pasar. Padahal, bagi seorang anak gadis di desa, apa yang dilakukannya tidaklah lazim dan hal tersebut membuat ia dan keluarga menjadi bahan omongan.

Shanti tidak memperdulikan apa kata orang. Namun, ia sadar, bangku sekolah adalah jalan untuk membawanya kepada perubahan hidup. Namun, impian untuk menikmati bangku ke tingkat yang lebih tinggi lagi tinggal kenangan. Oleh sebab keadaan, orangtuanya akhirnya memutuskan tidak menyekolahkan Shanti.

Kesedihan bukannya berkurang, tetapi kian hari kian dalam. Sang ayah yang begitu dicintai meninggal dunia. Sebuah pesan pun dititipkan sang ayah sebelum menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.  

“Yang kuat ya nak. Tetap setia sama Tuhan, jangan pernah tinggalin Tuhan,” demikian pesan sang ayah kepada Shanti.

Sejak saat itu, Shanti percaya bahwa ayahnya menitipkan keluarga kepadanya. “Setelah papa meninggal, keadaan ekonomi kami bukan semakin membaik, tetapi semakin terpuruk. Sekarang, mama saya janda dengan sembilan orang anak; harus menghidupi anak-anaknya,” ujar Shanti.  

Meski berat, tahun demi tahun mereka bisa lewati sebagai satu keluarga.

Suatu hari, ada seorang teman yang mengajak Shanti kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tanpa berpikir panjang, ia pun menerima tawaran tersebut.  

Setelah bekerja sebagai asisten rumah tangga, kehidupannya tetaplah tidak jauh dari air mata. Perlakuan buruk yang diterima dari majikan harus diterimanya dengan lapang dada. Baginya, apa yang ia lakukan adalah sebuah perjuangan.  

“Kadang-kadang saya gak terima juga. Saya sebagai pembantu rumah tangga, pegang anak itu harus bersih. Buat saya, itu suatu penghinaan, Saya sangat sedih sekali. Saya cuma bilang, ‘oh ternyata jadi pembantu rumah tangga itu kayak gini rasanya. Rasa gak dihargai, rasa ‘ah, elo siapa sih? Elo cuma pembantu, sono makan di belakang.’ Memang sudah layaknya seorang pembantu tuh makan di belakang. Ya udah, saya terima ini, saya harus telan ini, saya harus bertahan,” ungkap Shanti.

Meski hati tersayat-sayat, hatinya diteguhkan untuk bersyukur. Bersyukur karena masih bisa makan dengan lauk-pauk yang baik.

Di tengah kesendirian, Shanti bergumul di hadapan Tuhan. Dia menyatakan bahwa dirinya sudah berada di ujung pengharapan. Ia mulai benar-benar putus asa. Apakah mungkin keajaiban terjadi di dalam kehidupannya.

“Akhirnya saya memutuskan untuk berdoa kepada Tuhan. Dalam doa, Tuhan ingatkan saya dengan satu ayat di Alkitab. Orang yang takut akan Tuhan, tidak akan pernah kekurangan satu pun hal yang baik dan saya aminkan itu. Saya percaya bahwa Tuhan gak pernah lalai dengan janji-Nya. Waktu saya mendapatkan ayat itu, saya berdoa sama Tuhan, saya bilang ‘Tuhan saya percaya bahwa Engkau yang berjanji adalah Allah yang setia, menepati janji-janjiMu di dalam hidup saya,” kata Shanti dengan mantap.

Empat tahun kemudian, Shanti bertemu dengan teman kecilnya, Wisman. Dia pun diajak ke Jakarta untuk bekerja. Tidak perlu satu atau dua kali berpikir, tawaran itu pun diterima dengan terbuka.

Sesampainya di perusahaan yang dimaksud dan setelah melalui ujian, Shanti pun diterima di kantor tersebut.

“Pertama kali ke situ, saya sempat minder. Kenapa? Karena ya namanya di Jakarta, yang suasananya semua kaya-kaya, penampilan segala sesuatunya semuanya sudah beda. Saya ngerasa saya lihat diri saya, saya seperti apa, saya seperti orang aneh yang datang ke kota. Saya gak bisa apa-apa, gak tahu apa-apa, tetapi saya mau belajar,” tutur Shanti.

Hal yang benar-benar dipelajari pertama kalinya adalah bekerja dengan komputer. “Komputer itu sesuatu benda yang saya baru pertama kali lihat. Minder semindernya karena nyalain komputer aja, saya ngga tahu,” kenang Shanti.

Perlahan tapi pasti, dengan semangat yang tinggi, tidak pernah berhenti untuk belajar, dan mengandalkan Tuhan di dalam setiap apa yang dikerjakan, keberhasilan mulai dicicipi oleh Shanti. Bahkan di dalam tiga tahun, ia menjadi salah seorang yang diandalkan oleh perusahaannya.

Jika dulu, Shanti kesulitan untuk membeli sesuatu. Sekarang, ia bisa membeli dengan mudah.  

“Seperti Firman Tuhan berkata sebab engkau berharga di mata-Ku dan mulia, itulah yang saya rasakan saat ini. Saya seperti berlian yang ditemukan, saya seperti sesuatu yang luar biasa, yang benar-benar Tuhan mengangkat saya, membuat saya berharga, membuat saya ada saat ini, itu semua karena kebaikan-Nya dalam kehidupan saya, penyertaan-Nya yang sempurna, kasih-Nya yang melimpah dalam kehidupan saya, saya sangat bersyukur untuk semua yang Tuhan telah kerjakan dalam kehidupan saya sampai sekarang ini,” pungkas Shanti.

Sumber : Shanti Yohana
Halaman :
1

Ikuti Kami