Mendambakan
segala sesuatunya sempurna dan baik memang sesuatu yang didamba-dambakan banyak
orang. Setiap orang pun berusaha untuk mendapatkannya dalam hidup. Tapi
salahnya, dalam sebuah pernikahan sikap perfeksinis ini malah hanya akan membuat pasangan-pasangan nggak betah. Kog bisa?
Karena
dengan berjuang menjadi sempurna, kita mengakui diri kita tak sempurna sebagai
manusia dan berusaha untuk memperbaikinya. Kita akan terus menerus fokus pada
hal itu dan bahkan menjadikannya prioritas dan melupakan hal yang lebih penting dari itu yaitu menjadi bahagia dengan apa adanya kita.
Ingatlah
bahwa kita bukan pribadi yang sempurna. Kita tidak akan pernah bisa sempurna.
Yesus lah yang sempurna. Kita mungkin bisa berjuang untuk menjadi sempurna
seperti Dia, tapi hal itu hanya bisa kita alami saat kita mau merendahkan diri dan sampai kita berdiri di hadapan-Nya.
“Sesungguhnya,
di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!” (Pengkhotbah 7: 2)
“Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah..” (Roma 3: 23)
Tuhan
merancangkan pernikahan untuk satu tujuan yang sempurna. Pernikahan itu sendiri
tidaklah sempurna. Saat kita menempatkan harapan yang tidak realistis pada
pasangan kita atau kepada diri kita sendiri, kita hanyalah menyusun kegagalan
kita sendiri. Menuntut pasangan kita supaya menjadi sempurna sangatlah tidak
adil. Demikian pula saat kita menuntut diri menjadi pribadi yang sempurna, kita
hanya melakukan hal yang sia-sia saja. Kita hanya akan menimbulkan keragu-raguan yang keliru atas kasih Tuhan bagi kita yang tidak sempurna.
Bagi kamu
yang ingin menjadi sempurna, semua yang perlu kita lakukan adalah mengikuti
jalan Tuhan. Jika kita menempatkan hati kita di tangan sang juru slamat, Dia
yang akan memimpin kita di mana dan kemana pun kita akan pergi. Letakkanlah
semua kelemahan ita di bawah kaki-Nya dan ijinkan Dia memimpin kita.
Bersukacitalah karena pasanganmu mengasihimu dalam segala kelemahan dan tanpa syarat.
“Adapun
Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya.” (Mazmur 18: 30)
Kita dipanggil
untuk saling mengasihi. Kita dipanggil untuk mengasihi orang-orang di sekitar
kita dan bahkan musuh kita. Jika kita mengasihi sepenuh hati, maka kita mengikuti rencana sempurna yang Tuhan sudah sediakan bagi masing-masing kita.
Sebagaiama
kita tahu, sikap perfeksionis sangat mustahil untuk mendapatkan kemuliaan dan
kasih karunia Tuhan. Kita perlu memahami kekuatan pengampunan, terutama dalam
pernikahan. Menilai pasangan kita dari kekurangannya hanya akan menimbulkan
perselisihan. Dan menilai diri kita sendiri hanya akan membuat kita hidup di
bawah tekanan yang tidak perlu. Sesungguhnya kita adalah pribadi yang dikasihi dan yang perlu kita lakukan adalah memberikan kasih yang sama bagi orang lain.
Kita mau
menikahi pasangan kita bukan karena dia sempurna, tapi karena dia sanggup
mengasihi kita. Jangan biarkan sikap perfeksionismu menghancurkan pernikahanmu.
Karena kesempurnaan hanya ada pada Tuhan. Kita menikahi pasangan kita karena
memang kita mengasihi dia, bukan karena apa yang dia bisa lakukan.
"Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak
dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan
dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Matius
7: 1-2)