Perjuangan Seorang Ayah
Sumber: Jawaban.com

Kata Alkitab / 26 August 2016

Kalangan Sendiri

Perjuangan Seorang Ayah

daniel.tanamal Official Writer
5531
Sementara menunggu pesanan 'Tipat Cantok', akupun memulai percakapan dengan bang Ali, pria asal Lombok Tengah yang sudah merantau di pulau Dewata selama 10 tahun.

Mendengar perjuangan hidupnya, aku sangat kagum. Sebagai seorang ayah, ia memikul tanggung jawab yang sangat berat. Demi masa depan anak dan kesejahteraan kekuarga, ia harus berpisah dengan orang-orang yang dikasihinya.

Mengadu nasib di Bali itu tidak mudah. Ia tidak punya banyak keahlian, ijazahpun tidak punya. Untuk mencari nafkah, harus memeras keringat dengan mendorong gerobak dari pagi sampai malam. Pendapatannya tidak banyak jika dibandingkan dengan lamanya berjualan. Ia hanya bisa mengantongi keuntungan 30 sampai 50 ribu per hari. Kalau nasib lagi mujur ia bisa membawa pulang 100 ribu.

Meski keuntungannya begitu sedikit, ia selalu belajar mensyukuri rejeki dari Allah. Tidak pernah mengeluh atau menyesal dengan kenyataan. Dia bilang "kalau anak dan isteri masih bisa makan, saya sudah senang. Meskipun di Sanur ini saya hanya tinggal di gubuk derita."

Demi mengobati rindu, ia sering menelpon isteri dan anaknya. Dua bulan sekali pulang ke Lombok Tengah untuk bertemu isteri dan anak-anaknya. Itupun kalau ada rejeki lebih.

Saat aku bertanya tentang cita-cita waktu kecil, ia sedikit malu. Sebenarnya ia pingin sekali menjadi tentara. Namun apa daya karena kemiskinan, orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya. Itupun dia terima dengan tabah.

Bang Ali adalah orang yang tidak menyerah dengan nasib. Sebagai seorang ayah, ia ingin melihat anak anaknya jadi orang yang berhasil. Entah bagaimana caranya.

"Aku tidak ingin anak anaku hidup susah seperti bapaknya. Biar aku saja yang susah yang penting mereka menjadi orang yang berhasil," ucapnya sambil menatap ke ke laut. Matanya sedikit berkaca sambil menghirup nafas panjang.

Menjadi ayah memang tidak mudah. Kadang sudah berjuang setengah mati tetapi kurang dihargai. Sudah berkorban membanting tukang tetap saja ada yang masih merasa kurang. Tidak ada yang tahu derita hidup bang Ali. Saat hati gundah ia hanya bisa berserah. Ketabahan hatinya bisa terlihat dari wajahnya yang sering mengumbar senyum. Dari kerut wajahnya, aku tahu betapa berat beban yang dipikulnya, lebih berat dari mendorong gerobaknya. Ketabahan hatinya merupakan buah dari takwanya kepada Allah. Di tengah kesibukannya mencari nafkah, ia tidak pernah lupa sholat lima waktu.

Entah kenapa tiba-tiba aku ingat almarhum ayah kandungku. Seorang pejuang kehidupan yang sulit kulupakan.

Satu kali aku pernah minta uang untuk membeli makan siang, namun ia terdiam tidak memberi jawaban. Aku tahu ia tidak punya uang. Sebagai buruh 'jaga malam' di perumahan, gajinya tidak seberapa. Untuk makan sendiri saja kurang. Meski demikian ia berusaha mengajak aku makan di warung dan membiarkan aku memilih lauk yang aku sukai meski mahal 'ikan bandeng goreng'.

Aku tahu ayahku 'kas bon' mbah Juminah pemilik warung. Satu kali aku memintanya membeli sepeda untuk ke sekolah. Setelah beberapa bulan, ia datang ke tempat kost-ku dengan membawa sepeda warna biru. Aku tahu, sebagai seorang ayah, ia ingin membahagiakan anaknya meski dalam keterbatasan. Tidak ada bapak yang senang melihat anaknya hidup susah atau menderita.

Lalu apa pelajaran moral dari renungan yang ngelantur ini? Kepada kaum ayah, jangan pernah menyerah meski harus berjuang dengan susah payah. Jangan menyesal jika belum bisa memberi yang terbaik, yang penting sudah berusaha dengan baik. Lakukan tugasmu dengan motivasi yang benar maka Allah yang di atas sana akan memberkati hidupmu.

Untuk mereka yang masih mempunyai ayah, sering seringlah berterima kasih kepada ayahmu. Dan jangan lupa bawa dia dalam doamu. Jika masih ada sakit hati kerena kurangnya waktu kebersamaan, maafkanlah dia.

Mengertilah, jauh di lubuk hati seroang ayah, ada kerinduan untuk selalu bersama dengan anak anaknya, tetapi keadaan sering menuntut lain. Ayahmu harus mencari nafkah, jauh dari keluarga, menderita kesepian dan menanggung beban rindu.

Persis seperti bang Ali, penjual tipat cantok yang kutemui. Jangan meremehkan atau ngolok-olok ayah kandungmu. Nabi Sulaiman pernah berkata: "Siapa mengutuki ayah atau ibunya, pelitanya akan padam pada waktu gelap."

Cukup sekian. Jangan nangis....


Renungan Oleh:
Pendeta Paulus Wiratno



Sumber : Disunting seperlunya tanpa mengurangi atau menambah maksud penulisan, editing oleh Daniel Tanamal - Jawaban.com Setiap Persoalan selalu ada Har
Halaman :
1

Ikuti Kami