Veronika Wong
adalah salah satu wanita yang mengaku pernah terjerat dalam hubungan sesama jenis.
Bukan tanpa alasan! Kejadian demi kejadian di masa kecilnya adalah awal dari hubungan tabu yang dijalaninya itu.
“Dari kecil
itu saya bawaannya naik sepeda. Pokoknya tomboy gitu. JAdi kalau main di rumah tomboy
banget. Mungkin karena ketomboyan saya ini, yang menjadi daya tarik itu. Salah
satunya ada temmen (perempuan) kakak itu lumayan dekket sama saya,” kenang Veronika menceritakan awal mula dirinya terjerat dalam penyimpangan perilaku seksual tersebut.
Teman perempuan
dari kakak Veronika tersebut mulai tertarik padanya. Perhatian yang dia berikan
kepada bocah cilik berusia 10 tahun yang kerap ditinggal orangtuanya bekerja,
membuat Veronika merasa nyaman-nyaman saja. Saat itulah dirinya mengaku pertama
kali berciuman dengan sesama jenisnya dan merasa bahwa hal itu adalah sesuatu yang wajar.
Dalam waktu
bersamaan, Veronika juga mengalami pelecehan seksual yang kala itu tega
dilakukan oleh kakak kandungnya sendiri. Dua hal itu kemudian menyiratkan sesuatu
yang aneh dalam dirinya. Dia menilai bahwa perbuatan sang kakak adalah sesuatu yang
salah. Dia justru merasa nyaman ketika menjalin hubungan dekat dengan teman sejenisnya itu.
“Kakak kandung
saya juga pernah melakukan pelecehan seksual. Nah ketika udah dilakukan pelecehan
seksual dari kakak kandung, disitu saya merasa bahwa ini nggak benner. Jadi,
ketika kejadian di usia itu, saya kan ngalamin bersamaan; kejadian dekat sama
cewek sama juga dari kakak kandung dapat pelecehan. Jadi udah ada perbandingan yang
bisa saya rasa ini nggak nyaman (pelecehan oleh kakak), ini nyaman (hubungan dengan sesama jenis),” terangnya.
Sejak saat
itu, Veronika kecil pun sudah mulai merasakan ada ketertarikan tersendiri kepada sesama jenis.
Di usia remajanya,
gadis tomboy ini kembali merasakan kekecewaan terhadap laki-laki. Salah satu
alasannya adalah karena menyaksikan perlakuan kasar sang ayah kepada ibunya. Begitu
pula dengan kakaknya yang kala itu sudah menikah. Kekecewaan itu membekaskan ketidaknyamanan dengan laki-laki.
“Perasaan saya
terhadap cowok itu biasa aja. Jadi kalau diajakin kissing sama cowok juga sebenarnya nggak nyaman. Nggak merasa
itu tuh menyenangkan, nggak sama sekali”.
Setelah sang
ibu meninggal, ayahnya kembali menikah lagi. Veronika pun memutuskan untuk kuliah
di Jakarta. Lantaran jarang di rumah, pertengkaran demi pertengkaran antara Veronika dan sang ayah terus terjadi. Sampai akhirnya, dia memutuskan untuk keluar rumah.
Pergaulan yang
begitu dekat dengan seorang teman kuliah wanitanya kembali membawa Veronika terjerat
dalam hubungan sesama jenis. Walaupun saat itu dirinya masih menjalin hubungan beberapa
kali dengan pria. Perhatian yang diberikan teman dekatnya itu membuat dirinya merasa dihargai dan dicintai, hingga akhirnya mereka tampak seperti berpacaran.
“Setelah tahun
2004, dan saya masuk lagi ke dosa yang sama bahkan lebih dalam. Kita tuh serumah, trus saya itu lebih kayak kepala
keluarga lah. Saya mencari nafkah, saya yang memenuhi kebutuhanlah. Da kita itu living together sampai tiga setengah tahun lebih,” kenang Veronika.
Namun kenikmatan
hidup bersama itu berakhir sudah. Setelah sang pacar sejenisnya itu merasa jenuh
dengan hubungan yang mereka jalani. Jika awalnya Veronika merasa bangga karena berpacaran
dengan perempuan cantik, hari itu hatinya justru begitu hancur dan kecewa. Baginya, semua hal di dunia ini hanya membuatnya kecewa.
Di tengah kekecewaan
itu, Veronika teringat tentang Tuhan. Dia mulai meraih Alkitab yang sudah lama tak
dia jamah. Lalu mulai membuka ayat dengan sembarang. Dia ingin tahu apa yang Tuhan ingin sampaikan kepadanya saat itu.
“Saya cuma pegang
Alkitab, buka aja seenak saya. Coba Tuhan mau nyampein saya dimana. Pas saya buka,
itu saya dapat Roma 1 ayat 25 sampai 32. Saya baca itu saya kaget ‘Loh kog bisa gini ya firman Tuhan,” ucapnya.
Firman yang
dibacanya itu bak pedang yang menyayat-nyayat hati. Seketika itu Veronika sadar
bahwa dia telah melakukan dosa. “Saya bisa ngerti ini firman. Langsung saya
bilang: Ampun Tuhan. Saya nggak mau main-main lagi. Saya mau tobat. Saya mau
melakukan yang benner.”
Komitmen yang
diucapkan Veronika saat itu benar-benar dia tepati. Karena dia tahu bahwa saat
dia jatuh ke dalam dosa yang sama lagi, kemungkinan Tuhan tak lagi berkenan memberikan
dia kesempatan kedua. Sejak itu,
Veronika berjuang untuk taat kepada Tuhan dan memberikan hidupnya melayani
orang-orang yang terlibat dalam penyimpangan seksual serupa.