Seorang misionaris
dari Amerika dikirim ke Papua Nugini beberapa tahun yang lalu. Ia bekerja keras
untuk mengabarkan injil di sana. Pada suatu hari, ia memiliki ide untuk menanam
buah nanas, yang tidak dijumpainya di Papua Nugini. Ia membeli 100 biji nanas untuk ditanam di sana.
Ia meminta beberapa
orang Papua untuk menanam biji-biji nanas itu, lalu membayar upah mereka.
Beberapa lama kemudian, buah nanas mulai tumbuh. Ia begitu senang membayangkan bahwa
tidak lama lagi ia akan dapat menikmati hasil buah yang dia tanam tersebut. Tetapi
belum sempat ia menikmatinya, semua buah nanas itu dicuri orang. Misionaris itu begitu marah dan ingin menemukan pencurinya.
Ternyata pencurinya
adalah orang-orang yang digaji untuk menanam buah nanas itu. Ketika ditanya mengapa
mereka mencuri, mereka menjawab bahwa mereka tidak mencuri. Tetapi, itu adalah hukum
yang berlaku di Papua Nugini bahwa ‘Siapa yang menanam, dia yang menuai.’ Merekalah
yang menanam, jadi mereka berhak memakan buahnya. Lalu, Misionaris tersebut membuat
perjanjian bahwa mereka boleh mengambil 50 buah nanas tetapi 50 lagi adalah hak miliknya.
Sayangnya, semua
buah nanas kembali hilang sebelum misionaris mencicipinya. Ia begitu kesal dan
marah. Lalu, ia memutuskan untuk menutup toko penjualan beragam bahan-bahan pokok
seperti gula, garam dan lain-lain. Dengan tujuan untuk menghentikan orang-orang
tersebut kembali mencuri. Sejak saat itu, orang-orang Papua itu tak lagi pernah
muncul di kediaman sang misionaris. Lalu dia mulai berpikir bahwa tujuannya datang
seharusnya adalah untuk menjangkau orang-orang tersebut. Ia pun mulai membuka tokonya
kembali. Tindakan itu ternyata tidak membantu menghentikan pencurian buah nanas.
Ia lalu mendatangkan
seekor anjing bulldog dari Amerika untuk menjaga kebun nanasnya. Lagi-lagi, buah nanas tetap hilang.
Pada suatu hari,
misionaris tersebut berlibur ke Amerika dan ia mengunjungi satu ibadah. Dalam ibadah
itu, ia mendengar firman Tuhan berkata, “Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan,
maka Ia akan memelihara engkau.” Ia pun memutuskan untuk menyerahkan kebun nanasnya kepada Tuhan.
Ketika kembali
ke Papua Nugini, ia menemukan bahwa buah nanas masih tetap hilang. Ia berpikir,
“Tuhan pun tidak bisa mengatasi orang-orang ini, apalagi aku.” Tetapi, ia tidak
marah dan kesal lagi. Orang-orang Papua mulai heran melihat sikap misionaris itu.
Mereka bertanya, “Apakah kamu telah menjadi orang Kristen?” Dalam hati ia
berkata, “Aku sudah puluhan tahun menjadi orang Kristen.” Lalu misionaris itu berkata
kepada mereka, “Aku tidak marah sebab aku telah menyerahkan kebun nanasku kepada
Tuhan. Ini adalah kebun Tuhan.” Mereka berkata, “Mungkin inilah sebabnya tanaman
kita tidak berbuah dan anak-anak kita banyak yang sakit, sebab kita telah mencuri kebun Tuhan.”
Sejak saat
itu, orang-orang Papua Nugini itu tidak berani mengambil buah nanas tersebut. Banyak
buah nanas berjatuhan menjadi busuk. Dan untuk pertama kalinya, misionaris tersebut
dapat menikmati buah nanas itu. Orang-orang Papua lalu mulai menjadi teman misionaris
itu dan banyak di antara mereka yang mengenal Tuhan. Setelah bertahun-tahun misionaris
itu melayani tanpa hasil, kini ia menuai jiwa-jiwa bagi Tuhan.
Bila sesuatu
yang kita miliki mengontrol hidup kita, biasanya kita sulit untuk menikmatinya.
Salah satu tanda yang jelas yaitu ‘takut kehilangan’. Jangan biarkan apapun atau
siapapun mengontrol hidup kita, kecuali Tuhan Yesus. Sebab kontrol-Nya tidak pernah
menghancurkan atau memanipulasi kita.