Janganlah menginginkan kecantikannya dalam hatimu, janganlah terpikat oleh bulu matanya
(Amsal 6:25 TB)
Apakah yang Anda inginkan dalam pernikahan? Apakah yang
Anda lihat dalam diri calon isteri atau suami Anda? Mengapa Anda memilih untuk
menikahi calon isteri Anda (calon suami Anda) dari sekian banyak wanita (pria)
yang ada didunia ini? Mengapa Anda tertarik kepada calon isteri (suami) Anda?
Apa yang terlintas dalam alam pikiran Anda pada saat Anda menjatuhkan pilihan
Anda? Apakah Anda berpikir bahwa menikah itu adalah sebuah perjalanan yang
hanya memiliki kamanisan bulan madu, sebuah jalan yang selalu rata dan tidak
pernah bergelombang? Bagaimana perjalanan masa pengenalan Anda saat Anda
berpacaran? Selalu mulus? Yang satu selalu mengalah terhadap yang lain? Apakah
Anda dapat melihat perbedaan minggu pertama pada saat Anda mulai berpacaran
dengan bulan pertama, dengan tahun pertama? Perubahan apakah yang Anda lihat dari segi kedewasaan dalam berpacaran?
Penulis telah memulai artikel ini dengan sebuah
pertanyaan, yaitu "Apakah yang Anda inginkan dalam pernikahan?"
Apakah Anda menikah dengan sebuah harapan bahwa suami atau isteri Anda dapat
menyelesaikan masa lampau Anda? Apakah Anda menikah dengan sebuah harapah bahwa
suami Anda atau isteri Anda dapat menggantikan posisi Ayah atau Ibu Anda? Jika
ini yang merupakan harapan Anda, maka pernikahan Anda sudah bermasalah sejak
awal, karena pria atau wanita yang berada disamping Anda adalah suami atau
isteri Anda dan bukan Therapist, Ayah atau Ibu Anda. Jika Anda menikah dengan
gambaran suami atau isteri seperti itu, maka apapun yang suami atau isteri Anda
kerjakan, Anda tidak pernah merasa puas karena mereka pasti tidak pernah bisa mengisi kekosongan masa lampau Anda.
Jika Anda selaku suami atau isteri berusaha hidup
memenuhi tuntutan kekurangan yang pernah dialami pasangan hidup Anda dimasa
lampau, Anda akan hidup dalam kekecewaan karena Anda tidak pernah mampu
memenuhinya. Apapun yang Anda kerjakan masih tetap tidak cukup, jika apa yang Anda
kerjakan tidak sesuai dengan tuntutan pasangan hidup Anda, maka pasangan hidup
Anda akan segera mengeritik Anda bahkan menjadi hakim yang menjatuhkan hukuman
yang berat terhadap ketidak mampuan Anda untuk memenuhi kebutuhannya sesuai
dengan standar masa lampaunya. Mampukah Anda membayangkan model pernikahan
seperti ini? Bingung dan putus asa menyebabkan suami atau isteri yang
mendapatkan perlakuan seperti ini dari pasangan hidupnya memilih untuk menjauhkan diri. Ini adalah awal dari sebuah perceraian!
Jika Anda menikah dengan sebuah harapan bahwa suami
atau isteri Anda adalah seseorang yang dapat menyembuhkan luka masa lampau
Anda, maka Anda menikah dengan membawa masalah yang Anda sendiri tidak ingin
selesaikan tetapi justru melemparkan masalah itu kepundak pasangan hidup Anda.
Harapan seperti ini akan mengikis habis kebahagiaan berumah tangga, harapan
seperti ini akan menghancurkan pernikahan Anda karena suami atau isteri Anda
memang bukan seorang Therapist! Lihat "gelar" yang diberikan kepada
pasangan hidup Anda, maka Anda akan sadar bahwa pasangan hidup Anda
sesungguhnya adalah suami atau isteri Anda. Gelar pasangan hidup Anda disaat
bekerja mungkin seorang pengacara, dokter, therapist, perawat, manager, CEO dan
sebagainya, namun dirumah ia adalah seorang suami yang selayaknya Anda hormati atau isteri yang sepatutnya Anda kasihi.
Rumah tangga bukan sebuah perusahaan dan juga bukan
sebuah rumah sakit. Rumah tangga adalah sebuah rumah (bukan gedung bangunan)
yang dibangun oleh suami dan isteri atas dasar kasih sayang, pengertian,
toleransi, saling menghormati, saling mengisi kekosongan masing-masing yang ada
bukan sebuah rumah yang dibangun untuk saling menuntut, untuk saling membalas
namun untuk saling mengasihi, untuk saling mengampuni, untuk saling membangun
atas dasar kasih sayang dan untuk saling membahagiakan. Aku ingin
membahagiakanmu, apakah engkau mau menjadi isteri / suamiku? Rumah tangga yang
dibangun atas dasar kasih sayang seperti ini tidak mudah tergoyahkan. Suami dan
isteri saling percaya karena mereka menempatkan Tuhan diatas segalanya atas
pernikahan mereka. Mata mereka tidak berhenti untuk menatap kecantikan atau
ketampanan wajah lawan jenis mereka karena hati mereka saling merindukan satu dengan yang lainnya.
Jarak antara hari pernikahan dengan hari dimana Anda
ingin pulang kerumah orang tua Anda menunjukkan bahwa Anda tidak ingin
menyelesaikan masalah yang ada. Orang tua yang bijak sana dengan sabar akan
menyarankan agar anak mereka segera kembali kepada pasangan hidup mereka untuk
terlebih dahulu menyelesaikan masalah rumah tangga yang ada diantara mereka
berdua, kecuali jika masalah yang ada adalah kekerasan dalam rumah tangga maka
pihak berwajib dapat diikut sertakan. Didalam menyelesaikan masalah yang ada
baik suami ataupun isteri sebaiknya memberikan ruang gerak kepada pasangan
hidup mereka untuk dapat menenangkan diri, berpikir dengan tenang agar kemudian
pihak suami ataupun isteri dapat membicarakan isi hati mereka secara terbuka tanpa merasa adanya tekanan atau ancaman.
Penulis sadar artikel yang singkat ini tidak dapat
menjawab semua pertanyaan dari berbagai masalah yang ada, namun penulis yakin
dengan tekad yang baik kedua belah pihak akan dapat menyelesaikan masalah yang
ada karena Anda akan menempatkan kasih dan kepentingan keluarga diatas
kepentingan ego peribadi Anda. Semoga bermanfaat dan boleh menjadi berkat. Tuhan memberkati.
Penulis
Harry Lee
Gembala Restoration Christian Church di Los Angeles - California
www.rccla.org