Sama seperti pasangan
menikah baru lainnya, Eunike dan suaminya Teddy awalnya hidup normal dan
baik-baik saja. Namun sejak Eunike hamil, sikap sang suami berubah dan lebih temperamental.
Pertengkaran bahkan tak mampu dielakkan. Hampir setiap minggunya Eunike mendapatkan pelakuan kasar secara fisik dari sang suami.
“Kita ini setiap
dua minggu sekali itu sudah sering sekali saya tengkar sama tengkar sama dia.
Kadang-kadang dipukul. Saya keluar dari rumah, dua hari saya pulang. Tengkar
lagi, dua hari saya pulang. Seperti itu terus menerus,” terang Eunike seperti dikisahkan kepada Gang Senggol.
Kondisi pernikahan
yang tidak sehat ini pada akhirnya disadari Eunike sangat tidak baik. Dia bahkan
tak lagi sanggup jika harus melewati kondisi yang sama terus menerus. Lalu terbersit
dalam benaknya untuk bertindak dan tak ingin lagi diperlakukan dengan semena-mena oleh Teddy.
Suatu hari,
ketika pertengkaran kembali terjadi dan Eunike menerima sejumlah pukulan fisik dari
sang suami, dia lalu melaporkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tersebut
kepada polisi. Saat itu, Eunike jelas-jelas masih mengingat bagaimana tiga polisi menyeret Teddy ke sela tahanan.
Selama beberapa waktu
mendekap di sel tahanan, Teddy mengaku menyesal dan tak lagi melakukan
kesalahan yang sama terhadap sang istri. Namun karena tak mempertimbangkan kondisi
anak-anaknya, persoalan hukumrumah tangga ini pun berujung pada putusan Eunike untuk rujuk kembali.
Sayangnya,
sikap dan perilaku Teddy masih belum berubah. Setelah tiga bulan kebebasannya, Teddy
kembali berulah. Di suatu malam ketika Eunike merasa begitu lelah setelah bekerja
seharian, sang suami malah memaksanya berhubungan badan. Sebagai istri, Unike pun
terpaksa melayani Teddy meskipun dia merasa begitu tersakiti. “Saya punya pengalaman
yang pahit sekali waktu dia keluar dari penjara. Dia minta dilayani. Waktu itu saya benneran nggak mau, tapi dia maksa. Jadi waktu itu saya merasa saya benneran diperkosa sama suami saya sendiri. Marah, tapi nggak tahu mesti gimana,” terang Unike.
Sebagai
istri, Eunike benar-benar tidak mendapatkan kebahagiaan. Di satu sisi dia begitu
marah dan tak mampu melampiaskan kemarahan tersebut. Di sisi lain dia terus
menerus menjadi korban KDRT yang dia tidak pernah inginkan terjadi dalam rumah tangganya.
Sementara Teddy, tetap menjadi pribadi yang merasa tidak bersalah dan selalu memperlakukan Eunike dengan semena-mena. Di puncak tekanan yang dialaminya, Eunike akhirnya memutuskan untuk lari.
Kepergian Eunike dan anaknya dari rumah membuat Teddy merasa hampa. Dia merasa telah
menjadi suami dan ayah yang gagal dalam memimpin rumah tangganya. “Jadi pada
saat istri saya dan anak saya pergi tidak mau kembali, saya merasa kehilangan. Saya
merasa menjadi pria yang gagal. Dan saat itu saya merasa, ya sudah, hidup saya
sudah selesai, rumah tangga saya sudah hancur dan tidak terselamatkan. Dan saya merasa putus asa,” kenang Teddy.
Keinginan Eunike agar suaminya berubah terwujud lewat sebuah acara retret dari salah satu
gereja. Acara ini khusus digelar untuk para pria. Dan tanpa pikir panjang, Eunike
akhirnya mendaftarkan Teddy sebagai salah satu peserta tanpa sepengetahuan sang
suami. Kejutan yang diberikan sang istri ini pula yang mendorong Teddy untuk ikut serta.
“Jadi
melalui sesi-sesi camp itu, saya disadarkan bahwa saya yang dulunya merasa
benar dalam segala hal ternyata saya adalah seorang laki-laki yang salah besar. Melalui sesi-sesi itu saya merasa dikuliti satu per satu.”
Pelajaran
yang dia dapatkan selama camp mengubah Teddy sepenuhnya. Dia mengakui segaal kesalahan
dan perlakuannya yang kasar kepada sang istri. Dia juga mengambil langkah berani
untuk mau melakukan rekonsiliasi kembali dengan Eunike. "Saya mau nggak mau
harus mengambil sikap mengampuni. Bukan pisah, secara manusia saya nggak bisa
mengampuni, tapi Tuhan yang membuat saya mampu,” terang Eunike.
Pemulihan
pun terjadi dalam rumah tangga Eunike dan Teddy. Mereka tahu bahwa segala perkara
dan persoalan yang sudah terjadi dalam rumah tangga mereka adalah rencana Tuhan
untuk mencapai satu tujuan baik yaitu menghidupi kasih Tuhan dalam hubungan.