Rio Suhindra: Hidup di Jalanan Karena Ditolak Keluarga
Sumber: Jawaban.com

Spirituality / 9 May 2016

Kalangan Sendiri

Rio Suhindra: Hidup di Jalanan Karena Ditolak Keluarga

Theresia Karo Karo Official Writer
12822

Harapan seorang Rio Suhindra sangat sederhana. Dia sangat ingin memiliki keluarga yang bisa menerimanya dan mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Namun pada melihat kenyataannya, Rio harus kecewa.

Sejak berusia empat tahun, Rio tinggal dengan ayahnya dan ibu tirinya. Meski masih kecil, ibunya tidak segan memukuli tubuh Rio. Dalam hati kecilnya, Rio sangat merindukan sosok ibu sebenarnya. Meskipun dia bahkan tidak tahu bagaimana kabar ibu kandungnya. “Saya merasa ini adalah nasib yang harus dijalani. Saya sangat ingin ketemu ibu kandung saya, tapi saya tidak tahu keberadaannya,” kata Rio. 

Tidak sekolah, Rio yang memasuki usia remaja memilih untuk bekerja di pabrik plastik. Kala itu, dia bekerja selama enam hari dalam seminggu dan mendapat upah Rp 54.000,-. Sadar dengan keadaan ekonomi keluarganya, Rio selalu memberikan penghasilannya untuk keluarga. “Kebutuhan di rumah semua mengharapkan dari gaji saya. Pada saat itu, papa saya sudah tidak bekerja. Sehingga sama sekali tidak ada penghasilan dari manapun.”

Meskipun begitu, Rio tetap mendapat perlakuan kasar dari keluarganya. Sehingga dia berubah menjadi anak pendiam dan murung saat di dalam rumah. Pelampiasannya justru ditunjukkan saat dia berada di luar. Rio menunjukkan sikap temperamen, kasar, dan suka berkelahi. Hingga akhirnya dia terlibat dalam perkelahian antar pemuda kampung dan memilih bersembunyi ke tempat kerabatnya. 

Keadaan ini membuat Rio semakin ingin tahu tentang keberadaan ibu kandungnya. Berbekal alamat ibu, Rio nekat untuk pergi sendiri menemui ibunya. “Saya ingin tahu ibu saya siapa dan bagaimana dia. Kalau bertemu dengannya, harapan saya bisa bahagia.”

Pencarian itu membawanya bertemu dengan ibu kandungnya. Meskipun canggung, Rio sangat senang. Harapannya saat itu adalah dia bisa menemukan sosok ibu yang bisa menerima dirinya dan membuatnya bahagia.

Tidak lama harapan itu bertahan, Rio sekali lagi harus kecewa. Ibunya mulai menunjukkan penolakan terhadap dirinya. Sadar dengan itu, Rio berusaha agar bisa diterima mama dan keluarga barunya dengan bekerja. “Karena saya tidak disekolahkan, maka saya mengerjakan apapun. Termasuk menjadi pemulung dan kerja bangunan, yang penting bisa kasih uang ke mama,” tuturnya. 

Akan tetapi usahanya ini justru membuat ibunya malu dan Rio diusir. Harapannya untuk diterima oleh keluarga, hancur seketika. “Terang-terangan mama mengusir saya, saya kaget. Mama yang tadinya saya harapkan bisa membuat saya bahagia ternyata bukan jawabannya,” ungkapnya.

Kesedihan ini lantas membuatnya berpikir bahwa tidak ada yang menginginkannya. “Kalau saya bisa memilih, lebih baik saya jangan dilahirkan.” Rio akhirnya memutuskan untuk hidup sendiri di jalanan.

Untuk makan, Rio biasa mengamen dari satu angkutan ke angkutan lainnya. Kehidupan bebas di jalanan memang didapatkannya, namun tidak lama dirinya melihat kenyataan yang menakutkan. “Kehidupan di jalanan itu tidak aman. Saya sering melihat pengamen yang hampir saling membunuh satu sama lain. Aturannya, ‘siapa kuat dia yang menang’.”

Dalam ketidakpastiannya, Rio bertemu dengan seorang pria. Berbincang sebentar, pria tersebut mengatakan bahwa ‘setiap manusia punya masa depan yang indah di dalam Tuhan’. Tidak terkecuali bagi dia. Mendengar itu, Rio tidak langsung percaya.

“Bagaimana mungkin saya yang ditolak semua anggota keluarga bisa mengalami masa depan indah di hadapan Tuhan, masa sih?” Pada kesempatan yang sama, pria tadi kemudian mengajaknya untuk mengikuti ibadah di tempatnya. Dia juga memberikan alamat, kalau saja Rio membutuhkan bantuan. Meski ragu, Rio tetap menerima alamat tersebut dan beranjak pergi.

Pengalaman hidupnya selama di jalanan terasa makin mencekam. Kekerasan sesama pengamen semakin sering terlihat. Perasaan bebas yang dulu diharapkannya, berganti dengan ketakutan. “Saat itu saya merasa hidup saya terlalu sakit. ‘Kenapa saya harus mengalami penderitaan seperti ini?’ tanya saya pada Tuhan.” 

Saat menemui titik terendah dalam kehidupannya, Rio berdoa agar hidupnya bisa diubahkan Tuhan. Inilah yang menjadi awal titik balik kehidupannya. Rio akhirnya memberanikan diri untuk datang ke alamat tersebut dan mengikuti ibadah di sana. 

Perlahan, kehidupan Rio makin dipulihkan. Perasaan tertolak itu sirna, berganti menjadi perasaan kasih Tuhan yang memeluknya. Selama berada di sana, Rio pun yakin bahwa masa depan bukan diciptakan karena takdir, tapi karena perkenanan Tuhan Yesus sendiri. “Tuhan mengasihi saya. Dia mau saya berubah, sehingga Tuhan bisa pakai hidup saya.” 

Rio kemudian bersedia untuk melepas pengampunan bagi keluarganya. Ketakutan dan kebencian yang selama ini disimpannya berubah menjadi sukacita yang meluap dari dalam hatinya. Dia juga bersyukur dengan dengan pekerjaan tangan Tuhan dalam kehidupannya. 

Saat ini Rio aktif dalam melayani Tuhan dan berbagi kasih di rehabilitasi pondok anugerah. Kini hidupnya semakin diberkati dengan kehadiran istri dan seorang putra. “Lewat hidup saya yang menyakitkan, saya ingin agar orang lain bisa melihat bahwa saya bisa dipulihkan. Demikian pula dengan hidup Anda, juga bisa dipulihkan.” 

Apakah artikel ini memberkati Anda? Jangan simpan untuk diri Anda sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang belum mengenal Kasih yang Sejati. Mari berbagi dengan orang lain, agar lebih banyak orang yang akan diberkati oleh artikel-artikel di Jawaban.com seperti Anda. Caranya? Klik disini.
Sumber : Rio Suhindra
Halaman :
1

Ikuti Kami