Ada Tuhan di Geylang
Sumber: jawaban.com

Kata Alkitab / 2 May 2016

Kalangan Sendiri

Ada Tuhan di Geylang

daniel.tanamal Official Writer
5094
Sebagai wartawan TV, pengalaman liputan saya tidak semuanya indah. Sekali waktu saya merasakan kekerasan fisik. Namun sekarang, saat saya mengenang kejadian itu saya tahu Tuhan Yesus yang melindungi saya.

Kejadian kekerasan fisik yang saya alami ketika saya bersama tim (satu reporter perempuan dan satu cameraperson pria) meliput Pekerja Seksual Komersial (PSK) asal Indonesia di kawasan prostitusi  Geylang, Singapura pada tahun 2012. Saya mengangkat kisah ini karena mendapat informasi dari seorang anak Tuhan yang kenal dengan Pendeta di sebuah gereja di Geylang yang mengadakan "Glory Walk" tiap Rabu malam di seputar lorong-lorong Geylang. Kami ikut dalam "Glory Walk" bersama beberapa orang jemaat yang berasal dari Singapura, Filipina dan Indonesia.

Sebelum "Glory Walk" kami berdoa bersama di gereja "Geylang Bless God". Saya membawa makanan ringan dan mie instan dari Indonesia untuk dibagikan kepada PSK asal Indonesia. Saat "Glory Walk", kami terbagi dalam beberapa tim kecil dan menyasar PSK asal negara masing-masing.  "Glory Walk" berlangsung dari jam 9-12 malam. Saya melihat bagaimana seorang Singapura keturunan India mengajak ngobrol PSK asal India dan ternyata ia sedang sakit. Saat itu juga ia didoakan dalam nama Yesus. Satu per satu PSK yang mau didoakan akan diajak berdoa bersama, di tepi jalan, di tengah keramaian. "Glory Walk" memang bertujuan untuk menabur doa, memberikan kasih bagi para PSK.

Esok malamnya saya dan tim kembali turun ke jalan untuk meliput dengan menggunakan kamera tersembunyi. Puji Tuhan, saat "Glory Walk" ikut serta pula dua pekerja film orang Singapura yang tertarik melihat liputan kami. Sebelum pergi, Alicia Lim mendoakan kami (padahal tim saya adalah orang non Kristen). Bersama mereka membuat kami terlihat seperti warga biasa bukan orang baru di kawasan prostitusi tersebut. Kami berkeliling kawasan itu sambil merekam dengan kamera tersembunyi.

Kejadian buruk justru saya alami esok harinya. Karena hari itu, hari terakhir kami, maka saya memutuskan untuk menanyai beberapa PSK Indonesia dan merekam dengan kamera tersembunyi. Mungkin karena sudah kali ketiga kami menemui PSK-PSK Indonesia ini, mereka ingat wajah kami. Ini sesuatu yang saya tidak sadari. Saat saya mendatangi lokasi tempat PSK menjajakan diri di tepi jalan, saya mengajak ngobrol seorang PSK, tiba-tiba muncul seorang germo perempuan dengan logat Malaysia.

Saya kemudian bertanya, "Bagaimana mereka bisa sampai di sini?" Germo perempuan ini berkata, "Mereka yang mau ke sini karena you punya pemerintah tidak kasih kerja." Saat itu saya tetap berada di dekat para PSK Indonesia yang saat itu sudah berdiri menjajakan diri di siang jam 12 (PSK lain baru muncul jam 9 malam). Tak lama kemudian muncul seorang pria bertubuh besar mengenakan baju basket you can see dan celana bermuda membawa satu ember air dan tanpa saya sadari ia sudah menyiramkan air seember itu ke arah saya. Saya yang kaget sontak terdiam untuk beberapa saat.

Dalam keadaan basah kuyup, saya berjalan menuju gang kecil di mana PSK Indonesia berkerumum menonton saya yang kebasahan. Saat itulah, saya belum sempat mengatakan apa-apa, si pria yang menyiramkan air itu telah berdiri di depan saya dan berusaha merampas tas yang berisi kamera yang diselempangkan oleh juru kamera. Saya langsung menengahi dan menghalangi aksi si pria bongsor. Sambil menahan tas saya berteriak menginstruksikan reporter untuk mencari taksi dan saya berteriak-teriak "help, help, help" tapi tidak ada bantuan apapun.

Di tengah pergumulan fisik itulah, mata saya tiba-tiba dipukul dengan kepalan tangan sang germo. Dengan mata terluka dan kepala mendadak pusing, tali tas juru kamera berhasil terlepas dari tas sehingga juru kamera segera kabur. Melihat juru kamera lari, saya ikut lari tanpa alas kaki yang terlepas akibat melawan pria bongsor.  Si Bongsor lari mengejar kami. Beruntung ada taksi yang berhasil dicegat oleh reporter dan kami masuk ke taksi.

Hari itu saya kebetulan sudah janjian pada pukul 14 dengan seorang staf klinik yang berada di Geylang. Klinik ini berfungsi untuk merawat para PSK jika memerlukan dokter atau edukasi tentang HIV dan penyakit kelamin. Taksi saya minta membawa kami ke klinik. Tiba di sana klinik masih tutup sehingga saya hanya bisa menunggu karena kejadian pemukulan sekitar jam 12. Saya meminta reporter dan juru kamera untuk membeli kartu telepon, air minum dan sandal.

Sementara mereka membeli, saya yang masih syok, basah dan ketakutan cuma bisa berdoa dan menumpangkan tangan pada mata kiri saya agar tidak buta. Usai berdoa tak lama kemudian muncul perempuan berbaju perawat. Saya menanyakan apakah ia bisa menolong saya dan puji Tuhan, ia bekerja di rumah jompo dekat klinik sehingga ia bisa mengambil kapas dan air es untuk mengompres mata saya. Lalu seorang bapak berparas Tionghoa lewat. Saya menanyakan apakah ia punya telepon karena saya mau mengontak dokter klinik. Puji Tuhan, ia meminjamkan teleponnya dan saya bisa mengontak Ms Marilyn mengabarkan kondisi saya.

Ms Marilyn mempercepat kedatangannya ke klinik dan memeriksa kondisi saya namun karena ia bukan dokter, ia meminta dokter datang. Saat menunggu dokter, ia mengajak kami makan. Di restoran dekat klinik, saya bisa menceritakan tujuan saya meliput dan dia rupanya mengerti. Ternyata Ms Marilyn dulu sempat membantu membuat film dokumenter pasca tsunami di Aceh untuk tempat pelayanannya yaitu Christian Broadcasting Network (CBN) Singapura. Mendengar itu, saya langsung katakan, "Saya tahu CBN, saya kenal tahu Pak Mark McClendon, saya tahu program TV Solusi." Saat itulah saya merasa tenang karena bertemu dengan anak Tuhan.

Usai makan kami kembali ke klinik dan dokter sudah ada untuk memeriksa mata saya. Dokter perempuan itu meraba seputar mata saya dan menanyakan, "Apakah ini sakit?" dalam Bahasa Inggris. Saya menjawab, "Tidak". Dia memindahkan tangannya dan kembali menanyakan hal yang sama dan saya menjawab juga dengan jawaban yang sama. Sang dokter heran karena kondisi mata saya terlihat sangat buruk tetapi saya tidak merasakan sakit. Saya langsung sadar, "Oh iya benar juga. Kok bisa ya?"

Usai diperiksa, mata saya ditutup perban dan diberi salep anti infeksi, puji Tuhan bagian dalam mata saya tidak terluka meski ada luka sedikit di pelupuk mata akibat cincin si bongsor. Lantas Ms Marilyn mengajak saya dan dokter berdoa bersama. Di ruang klinik itulah saya merasakan urapan Tuhan, saya tidak rebah, tidak berbahasa Roh namun saya merasakan bagaimana perlindungan Tuhan pada saya. Air mata pun menetes. Usai berdoa, Ms Marilyn katakan, "Kamu bisa saja dibunuh. Karena germo akan melakukan apa saja untuk mencegah PSK-nya berbicara dengan orang seperti saya. Tapi Tuhan melindungi kamu."

Betul, Tuhan masih melindungi saya dan tim. Tak heran, tidak ada yang mau menolong kami saat itu karena semua orang takut pada germo yang berjaringan. Lalu saya dan tim kembali ke hotel. Malam itu saya benar-benar bersyukur pada Tuhan atas perlindungannya, bukan hanya untuk saya tetapi untuk tim saya. Saya tidak bayangkan jika tim saya mendapat perlakuan buruk.

Pengalaman saya ini mungkin tidak seheboh kisah inspiratif atau kesaksian lainnya, tetapi saya mau membagikan ini karena dari pengalaman hidup keseharian kita, kita bisa merasakan kehadiran Tuhan. Kita tidak perlu menunggu "peristiwa besar" untuk bersaksi, tetapi dari hal-hal kecil seperti yang saya alami ini, saya sungguh merasakan Tuhan.

Pulang ke Jakarta, bos saya mengomeli saya karena tidak menceritakan kejadian buruk yang saya alami.  Saya memang tidak mau mengadukan germo tersebut karena saya memikirkan nasib PSK Indonesia yang berada di tangannya. Jika saya saja bisa mendapat perlakuan kekerasan, bagaimana dengan mereka yang saban hari diawasi dan dicegah untuk ke klinik sekalipun (Marilyn katakan, PSK Indonesia tidak pernah datang ke kliniknya untuk pemeriksaan rutin kesehatan seperti PSK negara lain). Saya bisa pulang dengan selamat dan mata saya tidak buta sudah luar biasa. Jadi saya tidak akan melaporkan germo ini karena saya tidak dapat memastikan keselamatan PSK Indonesia di sana.

Hasil liputan di Geylang kemudian ditayangkan dalam dua episode. Puji Tuhan, episode pertama "Menanti Aksi Pemerintah di Geylang" meraih penghargaan karya jurnalistik kategori televisi. Saya dan tim mendapat hadiah sebuah ipad dan dari kantor memberikan uang sebesar Rp 15 juta rupiah yang dibagikan kepada kami semua.

Saya sungguh bersyukur Tuhan mempertemukan dengan Ms Marilyn, anak Tuhan yang menjadi penolong buat saya dan Alicia Lim (filmmaker Singapura) yang menguatkan dan mendoakan saya kala itu. Terima kasih Tuhan Yesus karena Engkau Imanuel.




Sumber : Penulis adalah Monique Rijkers (diedit seperlunya tanpa mengurangi atau menambah maksud penulisan, oleh Daniel Tanamal - Jawaban.com)
Halaman :
1

Ikuti Kami