Pada tahun
2005, Brad Guzan, penjaga gawang asal Amerika Serikat, merasa telah bermain
sangat buruk saat menggantikan penjaga gawang utama dari klub Chivas USA yang
cedera. Timnya mengakhiri musim dengan rekor buruk 4 kemenangan dan 22
kekalahan pada tahun pertama mereka, dan Guzan yakin bahwa sebagian besar hasil buruk itu merupakan tanggung jawabnya.
“Waktu itu
aku masih muda,” kata Guzan. “Aku merasa tidak yakin bahwa aku siap secara
mental dan fisik. Aku juga tidak yakin apakah aku memang pantas. Kami tidak
bisa memenangi pertandingan… jadi, aku merasa begitu terpuruk. Ada begitu banyak hal yang kupertanyakan dalam pikiranku.”
Meski
demikian, pada akhir musim itu, Guzan menerima sebuah e-mail yang mengundangnya
untuk masuk dalam kamp tim nasional AS. Sebuah undangan untuk mewakili
negaranya di tingkat internasional. Sungguh suatu hal yang tidak pernah dibayangkannya.
Kepercayaan
diri Guzan yang tadinya merosot setelah hasil buruk di tahun pertamanya sekarang
membubung tinggi. Dan dua tahun kemudian, ketenarannya pun semakin memuncak,
setelah ia mendapat gelar Penjaga Gawang Terbaik dalam Liga Utama Sepakbola
(MLS) tahun 2007. Prestasi itu memberinya kesempatan untuk bermain bagi Aston
Villa di salah satu liga terbaik di dunia, Liga Primer Inggris, pada tahun
2008. Sejak saat itu ia terus bermain bagi Aston Villa (di luar masa pinjaman
satu bulan di Hull City). Memang tidak mudah baginya bermain dalam sebuah liga
yang sangat kompetitif, tetapi Guzan telah maju begitu banyak sejak tahun pertamanya bersama Chivas USA.
“Empat tahun
pertamaku di Inggris memang terasa sulit,” kata Guzan. “Memang sulit karena aku
bisa bermain dalam satu pertandingan dengan baik, tetapi minggu depannya aku
bisa duduk di kursi cadangan. Begitulah keadaan yang tidak konsisten itu,
padahal aku mencari tempat yang konsisten… Tapi aku harus tetap bersikap
profesional. Aku harus tetap teguh… terus berjuang… aku tahu kalau aku terus maju aku akan mendapat kesempatan suatu hari nanti.”
Dalam posisi
yang menuntut kekuatan mental seperti seorang penjaga gawang, keteguhan hati
itulah yang membuat Guzan kokoh dalam menghadapi situasi yang baik atau yang buruk.
“Ketika
segalanya berjalan begitu lancar, janganlah kita menjadi terlalu percaya diri,”
kata Guzan. “Ketika keadaan tidak berjalan sesuai rencana kita, jangan juga
kita terpukul… Aku rasa sebagai atlet, setiap orang bisa terjebak dalam
ketegangan sementara, dan kemudian melakukan hal-hal yang akan disesali. Aku
juga bisa demikian. Aku tidak sempurna, tetapi Allah mengasihi semua orang.
Kita harus dapat membuka diri kita bagi-Nya dan membiarkan-Nya masuk dalam
hidup kita. Ketika kita melakukannya, pengampunan dan kelepasan akan diberikan
oleh-Nya, dan karena kita tahu kita memiliki kasih Allah, kita akan dapat mengikuti-Nya sepanjang hidup kita.”
Pada tahun
2013, Guzan bermain sebagai penjaga gawang utama tim nasional menggantikan Tim
Howard yang cedera dalam 2 pertandingan penyisihan Piala Dunia FIFA 2014. Dalam kedua pertandingan itu ia berhasil menjaga gawangnya tidak kebobolan.
“Bagiku,
seluruh hidupku menjadi satu—kehidupan pribadiku, kehidupan imanku, kehidupanku
di atas lapangan,” kata Guzan. “Aku pikir harusnya demikian. Semuanya
berlangsung begitu natural. Kita tidak bisa memisahkan satu dari yang lainnya,
dan yang paling penting kita harus punya Yesus dalam hidup kita… Seperti yang
kukatakan, jalan menuju sukses itu tidak selalu mulus. Selalu ada rintangan di
sepanjang jalan. Dan melalui semua kesulitan itu, Yesuslah yang menolongku melalui semua pergumulan yang ada.”
Jika Anda kemudian ditanya tentang siapa sang penolong dalam hidup Anda? Apakah itu adalah Yesus? Jika sebelumnya Anda masih ragu, maka kisah Brad Guzan ini bisa menjadi bahan perenungan Anda.
Sumber : Warungsate.com/jawaban.com/ls