Berhentilah Menyakiti Diri Sendiri
Sumber: lockingshields.org

Kata Alkitab / 25 January 2016

Kalangan Sendiri

Berhentilah Menyakiti Diri Sendiri

Lori Official Writer
4401

"Hidup ini memang tidak adil," kata seorang teman baru dalam sebuah e-mail yang dikirimkannya kepada saya. "Tidak ada gunanya saya dihadirkan ke dunia ini dalam keadaan begini," lanjutnya. Dalam surat sepanjang 2 halaman itu, teman baru ini - sebut saja Bobi, terus menerus melontarkan berbagai keluhan, baik terhadap Tuhan, orang tua, sanak saudara maupun teman-temannya.


Pada baris-baris selanjutnya saya baru tahu apa yang membuat Bobi begitu kelihatan putus asa. "Mengapa Tuhan menciptakan manusia seperti saya? Mengapa ia harus memberikan saya lidah yang pendek sehingga saya tidak mampu berbicara dengan sempurna? Bukankah ini sama dengan menyiksa saya? Terkadang ingin mati rasanya. Lebih baik saya tidak dihadirkan ke dunia ini daripada dihadirkan dalam keadaan tidak sempurna," demikian antara lain keluhan Bobi.

Rupanya Bobi sering merasa minder dengan ukuran lidahnya yang agak berbeda dengan manusia pada umumnya. Ia mengalami kesulitan dalam mengucapkan huruf "r". Itulah sebabnya karirnya sebagai salesman di sebuah perusahaan asuransi terkemuka di negeri ini belum juga menunjukkan prestasi yang berarti. "Bagaimana saya bisa menjual dengan baik kalau saya tidak bisa mempresentasikan produk saya kepada calon klien secara jelas? Mereka sering tidak memahami apa yang saya katakan," begitu ujarnya.

Hari-hari terus berlalu, namun Bobi masih juga mengeluhkan hal yang sama. Tanpa disadarinya sikap negatif seperti itu hanya akan melukai dirinya sendiri. Ya, melukai dirinya sendiri! Mengapa saya katakan demikian? Pertama, dengan mengeluh ia sebenarnya sedang mempersiapkan diri menjadi orang gagal. Jika seseorang terbiasa mengasihani diri sendiri maka cepat atau lambat ia akan menyakini bahwa ia adalah manusia yang tidak berharga.

Kedua, dengan mengeluh terus-menerus seseorang menutup diri terhadap pengembangan potensi-potensi lain yang dimilikinya. Misalnya, Bobi sendiri punya ketrampilan dalam bahasa Inggris (khususnya dalam hal penulisan). Ia sebenarnya punya kesempatan untuk menjadi penerjemah buku dari bahasa Indonesia ke Inggris dan sebaliknya. Bukankah ini sebuah kesempatan yang tidak dimiliki setiap orang?

Ketiga, dengan mengeluh terus-menerus seseorang secara tidak sadar sedang menutup pintu persahabatan dengan siapapun. Secara alamiah, tidak seorang manusiapun yang suka bergaul dengan orang yang sikapnya negatif, termasuk mengeluh sepanjang waktu. Coba bayangkan, bagaimana perasaan Anda ketika berada di samping seseorang yang kerjanya hanya mengeluh, mengeluh dan mengeluh.

David J. Schwartz dalam bukunya The Magic of Thinking Big mengatakan, "One may get a little sympathy but one doesn't get respect and loyalty by being a chronic complainer". Ya, dengan menjadi pengeluh kronis, orang tersebut mungkin mendapatkan sedikit simpati dari orang lain namun ia tidak akan mendapatkan respek dan loyalitas.

Dalam buku tersebut, David juga menceritakan seorang temannya yang hanya memiliki satu lengan namun sangat pandai dalam bermain golf. Suatu hari David bertanya kepadanya, bagaimana ia mampu mengembangkan suatu gaya yang nyaris sempurna padahal gaya tersebut sangat sulit dilakukan oleh pemain golf dengan dua lengan. Sang teman ini menjawab, "Menurut pengalaman saya, satu lengan dengan sikap yang tepat akan selalu mengalahkan dua lengan dengan sikap yang salah."

Sebagai catatan, pengalaman hidup saya dan banyak orang membuktikan kalau kesuksesan dalam hidup akan kita raih sepanjang kita berani mengambil risiko untuk melangkah, mendapatkan dukungan orang lain dan yang terpenting senantiasa menjaga relasi kita dengan Tuhan, Sang Sumber Segala Rahmat. Sayangnya dengan sikap mengeluh yang tidak ada putus-putusnya biasanya ketiga hal tersebut akan susah kita wujudkan. Kita tidak akan memiliki keberanian yang cukup untuk melangkah maju, kita akan sulit mendapatkan dukungan dari orang lain dan relasi kita dengan Tuhan menjadi buruk karena kita menempatkan Tuhan sebagai pihak yang salah.
Seorang sahabat pernah memberikan sebuah pesan bijak kepada saya. "Tuhan tidak pernah menutup pintu yang satu tanpa membuka pintu lainnya. Sayangnya, manusia sering hanya terpaku pada pintu yang tertutup itu sehingga ia tidak mampu melihat pintu lain yang telah dibukakan baginya," katanya.

Saya sepenuhnya meyakini ucapan tersebut. Kitab Suci dengan jelas menyatakan bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan tujuannya masing-masing. Sayangnya, kita sering tidak bisa menyadari hal ini. Ijinkanlah saya menceritakan sepenggal kisah hidup saya. Pada saat berumur 17 tahun, saya terkena infeksi tulang belakang. Sejak saat itu ruas tulang belakang saya menjadi berbeda dengan orang kebanyakan karena tulang belakang saya mengalami pembengkokan.

Sempat beberapa tahun saya tidak diperbolehkan dokter melakukan aktivitas olahraga yang memerlukan banyak gerakan, termasuk olahraga favorit saya sejak sekolah dasar : badminton. Syukur puji Tuhan, saya masih bisa melakukan banyak sekali aktivitas lainnya yang belum tentu dapat dilakukan orang kebanyakan. Salah satunya adalah menulis. Saya mencoba melihat segi-segi atau hal-hal positif yang masih bisa saya lakukan. Dengan demikian saya tidak akan pernah merasa tidak memiliki potensi apa-apa dalam hidup ini.

Jika saat ini Anda merasa ada kekurangan dalam diri - terutama fisik dan kesehatan Anda - saya rasa Anda tidak perlu berkecil hati. Berhentilah mengeluh dan coba gali potensi diri Anda lainnya, bersyukurlah atas potensi tersebut dan kembangkan sehingga bisa bermanfaat bagi diri Anda dan sesama di sekitar Anda.

Dikutip dari Buku Melangkah Maju di Masa Sulit (Stand Strong) oleh Paulus Winarto.

Sumber : Buku Melangkah Maju di Masa Sulit
Halaman :
1

Ikuti Kami