“Apa-apa yang saya perbuat nggak ada bagusnya di mata papa. Selalu salah, salah dan salah. Di rumah itu udah kayak di neraka kalau menurut saya. Saya keluar aja dari rumah ini, saya pergi aja,” ucap Yusak mengenang kejadian yang dia alami beberapa waktu silam.
Yusak hanya bisa mendapatkan kebebasan ketika dirinya di luar rumah seperti di kampus dan nongkrong bareng dengan teman-temannya. Pergaulan itulah yang kemudian membawa dia terjerumus dalam minuman keras, mabuk-mabukan, dan narkoba. “Makin hari dosisnya (shabu) semakin nambah. Saat kita lagi pake shabu baru ada damai sejahtera. Tapi ketika efek dari shabu ini udah hilang, udah ya hampa lagi, kosong lagi,” terangnya.
Bagi Yusak, shabu adalah sumber ketenangan jiwa dan damai sejahtera. Efeknya yang menenangkan membuat dia kecanduan dan tak lagi mampu menahan diri tanpa menikmati barang terlarang tersebut. Namun tanpa disangka-sangka, shabu-shabu pula yang menyeretnya ke dalam penjara setelah dia dan salah satu teman sesama pecandu narkoba tertangkap polisi yang tengah razia.
“Pas razia itu digeledah, saya tidak ada barang bukti. Saya aman,” ucap Yusak yang harus ditahan setelah mendapati shabu-shabu di tangan temannya sendiri.
Kala itu, Yusak merasa frustrasi lantaran penjara baginya adalah aib besar yang akan menghancurkan masa depannya. Baginya, orang yang dipenjara akan menjadi sampah masyarakat yang tak lagi diakui. Penjara adalah akhir hidupnya! Di tengah rasa frustrasi itu, ia justru mulai menyadari bahwa perbuatannya selama ini adalah salah.
“Saya pasrah udah. Saya sempat berpikir ketika mama papa berkata, ‘Yusak hidup kamu sudah papa serahkan sama Tuhan. Kami sebagai orang tua kamu sepakat, sehati menyerahkan kamu sama Tuhan. Biarlah muali hari ini, didikan dan pengajaran Tuhanlah yang berlaku buat hidupmu. Bukan didikan kami lagi yang berlaku’”.
Hidup Yusak hanya diisi oleh penyesalan. Hatinya hancur. Kegiatan yang bisa menghibur dan mengisi hatinya hanyalah kebaktian dan persekutuan doa yang digelar di penjara. “Berbuat dosa itu udah melekat di dalam diri saya. Dari mulai narkoba, judi, pergaulan bebas, melawan orang tua. Udah lengkaplah dosa saya”.
Yusak tersentuh dengan firman yang berkata bahwa Yesus sudah membayar dosa manusia di kayu salib lewat kematian-Nya. Pengampunan Yesus yang besar baginya adalah hal yang luar biasa. Saat itu ia menyadari betapa baiknya Tuhan dalam hidupnya. Seperti lagu yang mengungkapkan ‘Sejauh Timur dari Barat Engkau Membuang Dosaku’ begitu pula Yusak mengagumi pengampunan Tuhan atas segala dosa-dosa yang dia sudah lakukan.
“(Papa) Dia besuk saya, dia peluk saya. Dia bilang udah jalanin aja. Tuhan beserta mu, jangan lupakan Tuhan dalam keadaan yang bagaimana pun jangan lupakan Tuhan. Di situ saya merasakan bahwa sebetulnya papa ini sayang sama saya. Papa saya ini baik sama saya. Saya merasakan kalau dia jahat, nggak mungkin dia mau membesuk saya di sel ini,” ungkap Yusak.
Kasih sejati yang diterima Yusak baik dari Tuhan dan juga ayahnya mengubah pandangannya. Pikiran yang selama ini ia tanam bahwa sang ayah jahat dan tidak mengasihinya hanyalah pikiran yang keliru. Sejak dari itu pula dia berubah dan meninggalkan segala perilakunya yang buruk dan melangkah menjalani hidup baru yang disediakan Tuhan. Kini, Yusak telah menjadi pribadi yang dipakai Tuhan sebagai ayah, suami dan pelayan yang baik. Dia begitu mensyukuri hidup yang saat ini sebagai hidup terbaik yang disediakan Tuhan.
“Arti kebebasan yang selama ini saya rindu-rindukan itu adanya hanya di dalam Tuhan. Kebenaranlah yang memerdekakan saya. Kasih Tuhanlah yang memerdekakan saya,” tandas Yusak.