Adalah Henny Maria, wanita yang terpaksa harus menikah di usia muda dengan Mustofa Ramli, laki-laki yang dia tidak sukai. “Kata orang tua saya harus nikah, tapi nggak mau. Karena saya masih belum ngertilah masalah-masalah seperti itu,” ujar Henny dalam kesaksiannya.
Dalam keterbatasannya, wanita yang dipanggil Maria ini terpaksa harus menjalani prosesi pernikahan dan sah menjadi seorang istri. Kendati begitu, ia tetap bertekat dalam hati untuk segera bercerai selepas pernikahan tersebut. Segala cara pun dilakukannya untuk membuat sang suami benci dan segera menceraikannya, termasuk tak ingin melayani sang suami dalam hal hubungan suami istri.
Sayangnya, segala upaya tersebut tidak membuahkan hasil sesuai dengan apa yang dia harapkan. Sebagai istri, ia tetap mengingat petuah bahwa seorang istri harus tetap melayani suaminya. Sehingga tak lama setelah itu, Maria pun mengandung anak pertama, yang sebenarnya tak pernah diharapkannya dalam pernikahan itu. Dengan mengkonsumsi pil yang dapat merusak kesehatan janin, ia berniat menggugurkan kandung itu.
Sayangnya, upaya tersebut gagal total! Maria pun melahirkan seorang anak yang sehat, tanpa cacat. Hal itu semakin menambah rasa benci terhadap sang suami. Salah satunya dengan menelantarkan sang buah hatinya. “Jadi silahkan urus. Tidur juga jangan sama saya. Jadi suami ibu (saya) yang jaga bayi. Anak saya itu dibawa kekantor. Sebetulnya saya sayang sama anak saya. Tapi saya nggak mau dilihat sama suami saya. Takut suami saya semakin senang sama saya, semakin baik”.
Tak hanya abai dengan urusan anak, Maria tetap saja berusaha untuk membuat sang suami menaruh kebencian terhadapnya. Maria mulai bertingkah aneh dan mencoba membuat sang suami cemburu dengan bepergian bersama dengan laki-laki lain. Lagi-lagi, upaya itu tetap gagal! Hingga pada akhirnya, Maria tak lagi sanggup menjalani rumah tangga tanpa kebahagiaan itu. Ia menderita dan dipenuhi rasa benci terhadap sang suami. Lalu ia memutuskan untuk minggat dari rumah. Tak kalah upaya, sang suami tetap menjemput dan membujuknya untuk kembali.
Tiba saatnya bagi Maria untuk mengakui bahwa upaya yang dilakukannya hanya menuai kegagalan. Penderitaan akibat kawin paksa yang dialaminya seakan terasa perih setelah mendapati dirinya mengidap kanker payudara. Pikirannya penuh kecamuk dan tak mampu membayangkan masa depan anak-anaknya jika ajal datang lebih cepat.
Ya. Pertolongan Tuhan tepat pada waktunya. Di tengah kesakitan itu, sang suami masih tetap setia mendampingi dan mengurus segala sesuatunya. Saat kesusahan itu, mereka bahkan mendapatkan bantuan dari seorang percaya yang juga ikut mendoakan Maria sebelum proses operasi.
“Saya tuh disitu pasrah. Udah didoain sama dia. Ya udahlah saya mau mati ya matilah. Mau hidup, hidup. Pas dioperasi, bayar cuman 18 ribu. Dengan segala pertolongan, mujizat Tuhan (semua) beres sampai sembuh”.
Peristiwa itu menjadi titik balik bagi Maria dan sang suami untuk semakin ingin tahu tentang Tuhan. Tanpa disengaja, Maria tiba-tiba menitikkan air mata ketika ia mendengar firman Tuhan yang didengarnya. Ia merasa bahwa segala upaya jahat yang dilakukannya, termasuk membenci sang suami adalah kesalahan besar. “Gara-gara Tuhan Yesus tuh, semua masalah kita beres. Saya pengen tau, katanya, cuma pengen tahu tentang Isa Almasih itu dimana? Di Alkitab. Alkitabnya dibuka, dipelajari sampai enam bulan”.
Firman Tuhan menegurnya dengan lembut. Kalau kita mengaku dosa dihadapan Allah, maka Ia setia dan adil, dan menyucikan hatimu. Ia pun mengakui segala kesalahannya kepada sang suami. Hingga akhirnya ia mulai diperbaharui sepenuhnya dan mulai mengasihi sang suami apa adanya. Penderitaan akibat kawin paksa yang dijalaninya selama puluhan tahun seakan menjadi penyesalan bagi Maria. Namun Yesus telah mengakhiri penderitaan tersebut menjadi sukacita dan kebahagiaan besar bagi keluarganya.
Sumber : Henny Maria