Sepanjang perjalanan, saya tak henti-henti berseru dengan Pak Nelayan yang membawa perahu. Saya berkata : “Haduh Pak ombaknya besar, kalau jatuh bagaimana? Saya takut Pak”. Beliau menjawab: ”Tenang, ikuti saja alur ombaknya. Jangan ditahan. Justru akan membuat Anda semakin takut”. Ingin rasanya saya kembali ke tepi pantai namun teringat anugerah Sang Ilahi di depan sana yang menunggu saya. Lantas saya berpikir : “Apakah Bapak ini tidak takut dengan ombak sebesar ini? Mengapa Ia tampak tenang?”. Akhirnya saya mencoba mengikuti saran Bapak tersebut dan rasa takut saya menghilang.
***
Setiap manusia pasti memiliki cita-cita, impian, dan harapan. Bahkan satu manusia sanggup memiliki jutaan mimpi di benaknya. Senang bukan? Terlebih, jika kita tahu mimpi tersebut bisa terwujud. Namun dalam perjalanan meraih harapan, berapa sering kita jumpai hambatan, tantangan, atau rintangan? Berapa sering kita mulai tersentuh batu kerikil yang berserakan di perjalanan kita? Berapa banyak hal-hal yang mengecewakan hadir di hati kita? Apakah masih ada semangat yang bertubi-tubi seperti di awal? Atau justru mulai lelah, putus asa, dan rasanya ingin menyerah?
Semua mimpi atau harapan kita ibarat kejadian di atas.
Ketika pertama kali saya punya mimpi bisa melihat keindahan lain dari alam ini
melalui pantai. Bagaimana saya gembira bahwa ada alat yaitu perahu yang bisa
menghantarkan saya ke tempat yang diidam-idamkan. Tapi sampai jarak 200 meter
saya mulai mengalami hambatan, tantangan berupa ombak demi ombak yang datang
silih berganti mengoncangkan perahu yang saya tumpangi. Saya mulai tidak fokus
dengan tujuan awal saya. Saya hanya memikirkan bagaimana dengan diri saya,
perahu serta ombak tersebut.
Seringkali kita kehilangan fokus akibat problematika yang ada. Seruan saya
kepada Pak Nelayan di atas, diibaratkan seringnya kita mengeluh waktu persoalan
datang menyapa hidup kita. Kita mulai tidak terima kejadian-kejadian (yang
menurut kita aneh), kuatir, merasa bahwa ini salah. Coba kita tengok Bapak yang mengemudi perahu tadi, beliau bilang apa: :”Tenang, ikuti saja alur ombaknya”. Bapak
itu seperti Tuhan atau orang-orang di sekitar kita, Dia memberi wejangan,
memberi kepastian bahwa semua akan baik-baik saja dan indah pada akhirnya.
Sayang, hati dan pikiran kita tidak mudah menerima apa yang Tuhan atau
orang-orang di sekitar kita katakan. Mengapa? Karena hati dan pikiran
kita terisi penuh oleh kekuatiran dan hanya berpusat pada persoalan yang ada.
Peristiwa ini memberikan pelajaran untuk saya, yaitu :
1 Nikmati setiap irama ombak yang datang diatas ‘perahu’ kehidupan kita
2 Tetap fokus pada harapan-harapan yang ingin kita capai
3 Mengucap syukur
4 Selalu meminta petujuk kepada Tuhan
5 Buka hati dan pikiran kita untuk melihat pesan-pesan yang disampaikan oleh orang-orang di sekitar kita. Bisa saja mereka malaikat yang dikirimkan Tuhan agar impian kita terwujud
Tuhan sudah mengerti lebih dulu ombak-ombak kehidupan yang kita hadapi. Dia juga tahu seberapa kuat 'alat' yang kita gunakan untuk menghantarkan pada harapan kita. Sama seperti Bapak pengemudi perahu tadi, beliau paham akan gulungan ombak yang saya lihat dan rasakan. Mengetahui seberapa mampu perahunya membawa saya menikmati keindahan pantai meskipun hanya dengan satu sisi penyangga dan satu speetboard.
“Hidup itu perjuangan kalau mau mengalami kemenangan demi kemenangan”
Penulis : Jessica Natallia
Tulisan ini adalah kontribusi dari visitor Jawaban.com, Anda juga dapat berbagi dan menjadi berkat dengan mengirimkan kisah inspiratif, kesaksian, renungan, pendapat Anda tentang isu sosial atau berita yang terjadi di lingkungan dan gereja Anda dengan mengirimkannya ke alamat email : [email protected].
Sumber : Jessica Natallia