Era reformasi saat tumbangnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya pada 21 Mei 1998 tentu menjadi catatan sejarah yang masih membekas di benak mereka yang terlibat dalam situasi itu. Di tambah dengan kontroversi tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa dalam aksi demonstrasi 12 Mei 1998.
Keberanian Lukman Sardi mengangkat ‘Di Balik 98’ ke layar lebar patut diapresiasi. Untuk ukuran film panjang semacam ‘Di Balik 98’ ini, boleh dikatakan bahwa Lukman sukses menyelesaikan satu film yang membutuhkan biaya besar untuk mendanai banyak pemain di dalamnya demi menampilkan kondisi kekacauan yang persis sama dengan peristiwa tahun 1998.
Sayangnya, Lukman melewatkan hal paling penting dari peristiwa bersejarah 1998 itu. ‘Di Balik 98’ seolah hanya sebuah drama yang menampilkan sekelumit dari persoalan yang terjadi. Film ini hanya menampilkan aksi-aksi menegangkan mahasiswa yang tidak mengangkat akar penyebab persoalan bangsa kala itu.
Lukman melewatkan peluang untuk mendalami script yang bisa dimainkan oleh pemain utama seperti Diana (Chelsea Islan) dan Daniel (Boy William), sepasang kekasih dan juga aktivis mahasiswa Trisakti yang ikut berjuang meruntuhkan rezim Orde Baru. ‘Di Balik 98’ kurang memberi Diana peran untuk menjelaskan seluruh rangkaian kegelisahan dan pemberontakan batin yang dialaminya dan semua orang di tengah kondisi menggetirkan itu. Ia malah hanya aktivis yang getol dengan perlawanannya mengutuki pemerintah tanpa dasar yang kuat. Begitu pula dengan Daniel, seorang pemuda keturunan Tionghoa yang hanya berfokus pada persoalan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), sehingga tampak hanya menyampaikan sedikit dari sejarah pergolakan batin kaum Tionghoa pada tahun 1998. Barangkali ‘Di Balik 98’ akan sukses mencuri perhatian bila digarap seperti apa yang dilakukan sutradara Riri Riza dalam film Gie pada tahun 2005 silam.
Namun film ini patut
diapresiasi karena masih bertahan dengan raihan penonton mencapai 172 ribu memasuki
pekan pertama pemutarannya di bioskop. Secara garis besar, ‘Di Balik 98’ lebih
menekankan pada kisah beberapa keluarga seperti Salma (Ririn Ekawati) dan Bagus
(Donny Alamsyah), sepasang suami istri yang tidak lain adalah kakak dan kakak
ipar Diana yang bergulat dengan posisi nyamannya sebagai pegawai pemerintahan
dan seolah hidup bertolak belakang dengan krisis yang dihadapi masyarakat. Film
ini juga mengangkat sekelumit konflik batin yang dialami kaum Tionghoa, seperti
Daniel, ayah dan adik perempuannya yang merasa bahwa kaumnya menjadi sasaran
kebencian kaum pribumi. Mereka pun memutuskan untuk hijrah dari Indonesia.
Di sisi lain terdapat seorang pria gelandangan dan bocah kecil yang berperan sebagai
warga negara yang tak tahu apa-apa di tengah keramaian jalanan yang dipenuhi oleh demonstrasi mahasiswa dan ribuan aparat kepolisian dan tentara yang berjaga.
Tak lupa, film ini juga menghadirkan sederetan sosok penting negara seperti Presiden Soeharto, Wakil Presiden B.J Habibie dan pejabat-pejabat pemerintah di detik-detik terakhir keruntuhan rezim Orde Baru. Meski mereka hanya hadir seadanya tanpa mengupas beragam polemik di tengah reformasi menggetirkan itu.
Ya, Lukman Sardi sepatutnya berbesar hati kendati diterpa beragam kritikan yang dilayangkan kepadanya. Sebab bagaimana pun film ini hadir sebagai pengingat bagaimana era reformasi tersebut pernah menjadi bagian perjalanan berat bangsa ini.
Di Balik 98
Genre : Drama
Sutradara : Lukman Sardi
Penulis : Samsul Hadi, Ifan Ismail
Pemain: Chelsea Islan, Boy William, Donny Alamsyah, Ririn Ekawati
Rilis : 15 Januari 2015
Sumber : jawaban.com/ls