Pernikahan saya dengan Olivier hanya diputuskan setelah kami saling mengenal dan pacaran selama 5 bulan. Itu adalah pacaran tersingkat saya sebelum pada akhirnya Olivier melamar saya.
Ketika saya memberitahukan teman-teman dan keluarga bahwa saya akan bertunangan setelah bersamanya dalam waktu sesingkat itu, sontak mereka terkejut sembari menyampaikan ucapan selamat. Sebagian lainnya menganggap saya sedang bercanda atas keputusan saya.
Saya bertemu dengan Olivier di Paris pada bulan Maret, kemudian kami berteman selama enam minggu. Lalu kami saling jatuh cinta, kemudian saya pulang ke New York City. Sejak itu, kami menjalin hubungan lewat teks, email dan video chat.
Selama dua bulan kami mencoba untuk tetap menjaga komunikasi meski terkendala jarak dan bahasa, namun kami sama-sama berkomitmen. Meski masih memiliki keraguan akan hubungan itu, namun saya memutuskan untuk kembali ke Paris pada 2 Juli. Beberapa minggu setelah berada di Paris, dan setelah banyak berbagi tentang keraguan, keprihatinan dan kemampuannya untuk menerima saya, ia berlutut dan melamar saya. Dan tentunya, saya menerima dengan tulus.
Namun saya masih punya tugas besar untuk menjelaskan keputusan menikah dengan terburu-buru ini dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti mengapa saya tidak memberi waktu lebih untuk mengenal Olivier? Apakah saya sudah memutuskannya dengan cerdas? Dan tentunya, apakah dia benar-benar ingin menjadi orang Amerika?
Namun saya berpikir bahwa saya tidak sedang terburu-buru. Saya bukan seorang wanita yang memiliki hasrat untuk menikah terburu-buru. Hal itu bukanlah bagian dari rencana saya dalam hidup.
Akan tetapi, apakah kita semua butuh untuk mengetahui lebih mengapa seseorang memutuskan untuk menikah? Apakah kita benar-benar tahu kepada siapa kita disatukan? Bisakah kita mengantisipasi bagaimana cara mereka bertumbuh dan berubah setelah pernikahan? Saya pernah berhubungan lama, namun berpacaran di usia 23 tahun tidak sama dengan hubungan yang penting dan sehat seperti saat saya dan Olivier bertemu. Kami berdua sama-sama pekerja seni, liberal dan memiliki hubungan yang kuat dengan keluarga kami. Kami menginginkan hal yang sama satu dengan yang lain, untuk orang disekitar kami dan orang-orang yang kami cintai. Bisa saja saya menolak untuk segera bertunangan, namun ketika kita sudah menemukan seseorang dengan siapa Anda akan berbagi hidup, maka segala hal akan terasa cocok.
Satu-satunya hal yang paling sulit untuk kami putuskan adalah tempat tinggal. Apakah kami akan tinggal di Paris atau New York City. Tak satu pun dari kami yang mengalah, namun saya menerima lamaran Olivier dengan alasan mengasihinya.
Olivier dan saya mungkin hanya pacaran selama lima bulan, namun kami memiliki kesempatan untuk sukses membangun pernikahan kami seperti orang lain. Saya berharap dapat menjadi seperti teman saya yang menikah dengan seorang Profesor di kampus hanya dalam dua hari pacaran. Dan setelah 10 tahun menjalani pernikahan dan dikaruniai dua anak, mereka tetap hidup bahagia.
Dalam hal ini, kebahagiaan dalam pernikahan tidak ditentukan dari berapa lama dua insan menjalin hubungan, namun lebih ditentukan dari berapa dewasa dan besar komitmen keduanya untuk mau saling menerima dan hidup bersama membangun sebuah keluarga. Sehingga saat dua orang dipertemukan maka keduanya sudah saling yakin dan mau untuk dibentuk sepanjang keduanya menjalani pernikahan.
~ kisah nyata dari Amanda Chatel
Baca Juga Artikel Lainnya:
Hindari Euforia Quick Count, KPU: Hasil Resmi Tunggu 22 Juli
Pasutri PDA? Ini Pandangan Budaya Timur
Purnomohadi: Arsitek Sukses Dibalik Stadiun Gelora Bung Karno
Mempertaruhkan Karir Dengan Kerja Keras
Sumber : Thefrisky.com/jawaban.com/ls