Di masa pacaran dan awal pernikahan, saya dan Steve bisa mengobrol selama berjam-jam, bahkan terkadang hingga larut malam. Tahun berganti tahun, dia mulai berbeda. Obrolan kami akan berakhir dengan adu argumen, atau dia berusaha membicarakan hal-hal di permukaan saja. Saya jadi berpikir, “Kenapa dia tidak lagi mau berbincang denganku?”
Lambat laun saya mempelajari bahwa ada beberapa sikap saya yang menyebabkan dia enggan berbicara dengan saya. Saya tidak menjadi pendengar yang baik, gemar menguasai pembicaraan, dan terkadang suka mengomel. Jadi, saya mulai membangun kembali komunikasi yang berarti dengan suami saya.
Ini pelajaran yang saya dapatkan:
# Mendengarkan orang lain butuh mulut yang ditutup
“Sayang, kamu tidak pernah menceritakan padaku apa yang sedang kamu rasakan,” saya berulangkali mengeluh kepada Steve.
Suatu hari, dia mulai bercerita. Namun, sesaat setelah dia mengatakan perasaannya tentang konflik yang terjadi di keluarganya, saya langsung menyambar. “Kamu seharusnya tidak perlu merasa seperti itu.”
“Itu sebabnya saya tidak ingin menceritakan kepadamu apa yang saya rasakan,” kata Steve.
Perbincangan pun usai.
Rasul Yakobus menghimbau agar kita “cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata” (Yakobus 1:19). Saya mulai mempraktekkan nasihat itu. Saya berusaha tidak terburu-buru dalam membuat penilaian dan tidak berpikir “apa yang akan saya katakan selanjutnya” saat dia sedang berbicara. Akhirnya, Steve bersikap terbuka secara leluasa.
# Biarkan dia menuntun pembicaraan kita
Saya sering kecewa dengan Steve bukan karena dia tidak mau berbincang, tetapi karena dia tidak membicarakan hal yang saya inginkan. Saya seringkali merenung, “Teman-teman wanita saya selalu menganggap pembicaraan saya menarik bagi mereka; tetapi mengapa suami saya tidak?”
Dia tidak bersikap demikian karena dia bukanlah salah satu teman wanita saya. Ada hal-hal yang tidak menarik bagi Steve meskipun itu menggugah hati saya dan teman-teman wanita saya.
Masalahnya, saya tetap ingin berbincang dengan dia. Dalam Efesus 5:21 Paulus mengatakan, “rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” Sikap ’merendahkan diri’ yang dapat saya lakukan adalah dengan membiarkan Steve mengatakan apa yang dia inginkan. Misalnya, Steve sangat suka olahraga. Bagi saya, olahraga itu membosankan, namun saya mulai membaca artikel tentang para atlet dan menceritakannya kepada Steve.
Karena dia juga suka membaca surat kabar, saya pun mulai membacanya. Kami mendiskusikan isi berita yang akhirnya malah meluas ke perbincangan kehidupan pribadi kami.
Ketika saya membiarkan Steve memulai dan meneruskan pembicaraan, saya terkagum karena dia berbicara banyak hal, termasuk curhat soal keputusasaan dia. Dia menjadi lebih nyaman untuk berdiskusi dengan saya. Ketika saya membiarkan Steve menentukan topik, saya semakin mengenal dia dan merasa makin dekat dengannya.
# Setujuilah pendapat suami Anda
Entah kenapa, dulu saya sering berdebat dengan Steve tentang apapun—bahkan ketika kami memiliki pandangan yang sama. Saya selalu tidak sependapat dengan dia. Suatu hari saya membaca Amsal 21:19: “Lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan perempuan yang suka bertengkar dan pemarah.” Saya-lah perempuan itu.
Saya pun memandang diri di cermin dan berlatih mengatakan “Kamu benar.” Kata-kata itu tadinya sangat sulit saya katakan, namun saat saya mengatakannya, ada perbedaan besar yang membuat Steve menjadi terbuka kepada saya. Kata-kata lain yang saya gunakan adalah “Itu betul”. Saya perhatikan, perbincangan kami menjadi berlangsung lebih lama.
# Atur waktu untuk berbincang dengannya
Jika saya membicarakan topik yang berat, seringkali Steve tidak dapat meneruskannya lebih dari lima menit. Saya merasa sakit hati dan mengira bahwa dia tidak peduli lagi kepada saya. Dengan sia-sia, saya memaksa dia untuk terus mendengarkan, dan akhirnya malah menjadi buruk. Tetapi saya belajar untuk tidak tersinggung. Dia memang tidak sanggup memproses beberapa topik dalam satu waktu.
Jadi, jika ada masalah yang belum Steve tanggapi, saya akan membicarakannya terlebih dahulu dengan teman perempuan saya. Setelah itu, saya bisa membahas cerita yang sama kepada Steve dengan versi yang lebih padat, ringkas, dan tidak terlalu emosional. Dia akan bertahan lebih lama dalam percakapan kami.
Gantilah kalimat “Kita harus bicara” dengan “Sayang, bisakah saya berbincang denganmu selama 15 menit?”
# Saya bukan ibunya. Saya adalah istrinya.
“Saya belajar banyak darimu, namun saya tidak tahan melihat kamu bersikap seperti seorang guru,” kata Steve kepada saya suatu hari. Hal itu mengingatkan saya bahwa saya terlalu sering berusaha mengubah dia atau menjadi ibu baginya. Kalimat-kalimat seperti “Mengapa kamu melakukan itu?” atau “Mengapa kamu tidak begini?” hanya mengingatkan dia dengan ibunya yang sedang menegur atau mengomeli dia.
Jadi, saat saya ingin mengatakan sesuatu kepada suami, saya bertanya kepada diri sendiri, “Apakah saya akan mengatakan hal yang sama kepada teman saya?” Seringkali jawabannya adalah tidak. Dan saya pun tidak mengatakan hal itu kepada suami saya.
# Jangan hanya mengagumi suami Anda. Katakan kepadanya.
Ada pepatah yang mengatakan: “Orang-orang tidak tahu betapa luar biasanya mereka. Harus ada seseorang yang mengatakannya kepada mereka.” Dalam pernikahan, ini berarti saya perlu memberitahukan suami saya tentang kehebatannya.
Wajar memang kalau saya mengkritik dia—namun saya tidak perlu mengatakannya berulang kali. Jika saya kesulitan menemukan alasan untuk memuji Steve, berarti saya sedang bergumul dengan sikap tidak mau mengampuni. Saya mesti bertobat.
Walaupun ada beberapa hal dari Steve yang tidak saya sukai, masih ada banyak hal darinya yang bisa dihargai. Seringkali saya menyia-nyiakan usaha Steve yang telah menjadi ayah dan pencari nafkah yang baik. Lagipula, dia adalah ahli membetulkan barang yang rusak. Saya pun mulai memuji dia. Saya juga berterimakasih kalau dia telah meluangkan waktu untuk berbincang—meskipun tidak sedalam yang saya harapkan.
Hari-hari belakangan ini Steve mengajak saya berbincang dan saya sangat senang karena dia bersemangat. Hal yang paling menggembirakan adalah ketika Steve datang kepada saya dan bertanya, “Bisakah kita bicara?”
BACA JUGA:
Ir. Ciputra, Konglomerat Properti yang Pernah Dililit Hutang
Cecep & Susi: We Found Love in Jail
Semua Capres & Cawapres Akan Dikawal Polisi
Jangan Sampai Golput di Pemilu 2014!
Pellegrini Yakin Inter Kembali Berjaya 2 Tahun Lagi