Batik adalah budaya
asli dari Indonesia. Pada tahun 1856, para leluhur menggunakan pewarna alami
untuk mewarnai kain batik. Bisanya pengrajin
akan melakukan 20-30 kali pencelupan. Namun seiring berkembangnya zaman
maka akhirnya pemerintah Belanda menemukan pewarna kimia yang dibawa ke
Indonesia. Karena lebih cepat dalam mewarnai kain maka para leluhur menerimanya
tanpa berpikir panjang.
Namun, pada tahun 1995
adanya pelarangan bagi produk tekstil untuk menggunakan produk kimia. Produk
kimia ini ternyata mempunyai efek yang
sangat buruk terhadap kesehatan manusia yaitu kanker. Kanker pada manusia bisa
terlihat setelah 10 tahun ke depan.
Salah satu pengrajin yang masih tekun dengan bisnis batiknya adalah Hendri Suprapto.
Hendri sempat mendapat surat larangan pemakaian bahan kimia terhadap produk
tekstil dari Kedutaan Besar Indonesia di Belanda. Hal ini membuat hendri
seperti tersambar petir. Karena di tahu bahwa 99,9 % pengrajin batik masih
menggunakan bahan kimia untuk mewarnai baju.
Lalu Hendri bersama para pengrajin melakukan
penelitian untuk mencari solusi untuk mewarnai baju dengan
bahan alami. Akhirnya di tahun 1996, mereka menemukannya dan menyebarluaskan
dari Sabang sampai Merauke. Mereka menamai teknologi itu adalah Mordan atau
Mordanting. Mordan adalah teknologi yang memasukkan unsur logam ke dalam serat,
sehingga unsur logam tersebut dapat bereaksi dengan materi coloring yang ada
dalam tumbuh-tumbuhan. Logam yang mereka pakai adalah aluminium. Asal alumunium
tersebut adalah dari tawas.
Dengan inisiatif dan
pantang menyerah akhirnya tahun 1998, Hendri membangun usaha Batik Bixa. Bixa
diambil dari nama salah satu tumbuhan. Dia berharap dengan orang –orang tahu
bahwa pewarna yang dipakai di batiknya adalah berasal dari tumbuhan. Hendri
saat itu masih bekerja di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Kerajinan dan Batik sebagai pegawai negeri sipil.
Dia mengaku bahwa hanya
memulai usahanya ini dengan modal Rp 10 juta. Namun, walaupun sudah ada pewarna
alami dari tumbuhan bukan berarti mengubah mindset para pengrajin untuk
menggunakan pewarna alami. Mereka masih nyaman dengan pewarna kimia. Melihat
respon para pengrajin kurang maka Hendri membuat pelatihan. Biaya pelatihan
tersebut sekitar Rp 500 ribu – Rp 1 juta. Pelatihan ini diselenggarakan di
galeri dan rumah tinggal Hendri.
Sedangkan workshop diadakan di kawasan Banguntapan, Bantul , Yogyakarta.
Untuk memudahkan
mendapatkan pewarna alami, Hendri juga menjualnya dengan harga Rp 10 ribu- 80
ribu per kilogramnya. Saat ini bixa menjual kain dengan kisaran harga Rp 150
ribu- Rp 10 juta. Hendri jual menjual
kemeja dengan minimal harga Rp 200 ribu.
Pemasaran Bixa sudah
sampai ke Jepang, Perancis dan Amerika. Sistem pemasaran yang mereka gunakan
adalah “ Cash and Carry”. Hendri mengaku bahwa orang asing sangat meminati
produk Bixa. Saat ini Hendri sudah memiliki 15 karyawan. Kecintaannya terhadap
batik sudah dibuktikan lewat usahanya mendirikan Bixa. Menurut Hendri, satu perwarna tumbuhan dapat menghasikan ratusan
warna tumbuhan. Di Indonesia terdapat 150 jenis tumbuhan. Anda bisa
membayangkan kan banyak sekali warna yang bisa dihasilkan dari 150 jenis
tumbuhan.
Menurut pria kelahiran
26 Februari 1960 ini, pelan tapi pasti bahwa seluruh dunia akan memakai pewarna
alami. Hal ini akan dimulai dari negara-negara maju yang sudah menggunakannya
terlebih dahulu.