Apakah dengan
demikian seorang penjual selalu identik dengan seorang jago berbohong? Tentu
saja tidak! Ada satu hal yang perlu
saya tegaskan di sini. Memang benar, ada beberapa penjual yang suka berbohong.
Memang benar, ada beberapa penjual yang suka menipu pelanggan mereka. Tapi
mereka semua bukanlah penjual yang baik! Para penjual
yang baik biasanya justru tidak suka berbohong. Mereka sangat memegang tinggi
kejujuran dalam hal berhubungan dengan para pelanggan mereka. Mengapa demikian?
Berikut adalah beberapa alasan mengapa seorang penjual yang baik sebaiknya
tidak membohongi pelanggannya.
1. Cepat Atau Lambat Kebohongan Pasti Akan Terbongkar
Serapat apa pun kita menutupi sebuah bangkai, cepat atau lambat bau busuknya
pasti akan tercium juga. Hal yang sama juga berlaku bagi para penjual yang suka
berbohong. Sehebat apa pun mereka menutup kebohongan mereka, cepat atau lambat
kebohongan mereka akan terbongkar juga. Dan bila saat tersebut tiba, maka
dipastikan mereka akan kehilangan kredibilitas mereka, minimal terhadap
pelanggan yang membongkar kebohongan mereka.
Kita semua tahu, betapa sulitnya menjual sesuatu kepada seseorang yang tak lagi
mempercayai kita. Sebagus apa pun produk tersebut dan sebagus apa pun kita
mempromosikannya, orang tersebut tetap tak bersedia membelinya, hanya karena
alasan yang sederhana. Mereka tak lagi mempercayai kita. Ironisnya, orang akan
tetap menganggap kita membohongi mereka bahkan pada saat kita berbicara jujur.
Kepercayaan adalah salah satu dari beberapa hal yang tidak ternilai di dunia
ini. Kita bahkan tak bisa membelinya dengan uang. Begitu kita kehilangan
kepercayaan dari seseorang, niscaya akan sulit bagi kita untuk memulihkannya.
2. Kita Harus Terus Berbohong Untuk Menutup Kebohongan Sebelumnya
Seringkali terjadi pada saat seseorang berbohong, ia akan terpaksa terus
menerus berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Ilustrasi berikut
barangkali bisa memberikan gambaran kepada Anda: Seorang penjual packaging
bernama A sedang melakukan pendekatan terhadap seorang calon pembeli dari
sebuah pabrik snack. Berhubung A sangat menginginkan order dari calon pembeli
tersebut, ia akhirnya menjanjikan akan sanggup memenuhi pesanan si calon
pembeli dalam waktu dua minggu setelah menerima order. Padahal normalnya
dibutuhkan waktu sebulan setelah menerima order.
Ketika pabrik snack itu lalu memberi order, akhirnya A masih bisa membohongi
rekannya di bagian produksi bahwa order pertama ini sifatnya sangat mendesak
sehingga perlu dikirimkan dalam waktu dua minggu, dan berjanji bahwa hal
seperti ini tak akan terjadi lagi untuk order selanjutnya. Dengan susah payah
akhirnya bagian produksi bisa menyelesaikan order pembeli dari A dalam waktu
dua minggu. Puas dengan pengiriman pertama yang tepat waktu, pembeli tersebut
langsung memberikan order berikutnya. Berhubung A ini telah berbohong sejak
awal, maka kini ia hanya punya dua pilihan menghadapi situasi tersebut.
Pilihan pertama, ia akan membohongi pembelinya dengan mengarang seribu satu
alasan bahwa kali ini ia membutuhkan tenggang waktu pengiriman yang lebih lama.
Sedang pilihan kedua, ia akan kembali membohongi bagian produksi perusahaannya,
bahwa pembelinya kembali terdesak oleh kebutuhan yang mendadak. Sekarang coba
bayangkan apabila A melakukan kebohongan pada lebih dari separuh pelanggannya.
la akan terpaksa menghabiskan sebagian besar waktu dan pikirannya, hanya untuk
mengarang kebohongan-kebohongan berikutnya, entah kepada pelanggannya, entah
kepada rekan-rekannya sendiri. Satu hal yang pasti, ia akan mengalami stres
berat, yang ironisnya terjadi bukan karena ia tidak mendapatkan order, akan
tetapi justru karena ia mendapatkan banyak order.
3. Produk Tak Bisa Berbohong
Seorang penjual mungkin bisa dengan mudah berbohong, akan tetapi produk yang
mereka jual jelas tak bisa berbohong. Misalnya kita membohongi para calon
pembeli kita dengan mengatakan bahwa mesin yang kita jual memiliki daya tahan
sampai belasan tahun, padahal mungkin dalam kenyataannya mesin tersebut hanya
memiliki ketahanan sekitar satu atau dua tahun.
Bisa jadi awalnya para calon pembeli itu akhirnya memutuskan untuk membeli
karena terpikat oleh promosi palsu kita. Akan tetapi dapat dipastikan sekitar
setahun kemudian, orang-orang yang sama akan mendatangi dan mencaci maki kita
karena mesin mereka tersebut sudah tak bisa lagi mereka gunakan, karena usia
ketahanannya memang sudah lewat. Kita harus berhati-hati dalam memberikan
penjelasan mengenai produk kita. Jangan sesekali melebih-lebihkan kemampuan,
fitur, atau daya tahan produk Anda. Pada gilirannya, hal itu pasti akan menjadi
bumerang bagi diri kita sendiri, karena kita tak bisa meminta produk kita untuk
ikut berbohong bersama kita.
Lantas muncul pertanyaan berikutnya yang cukup menarik. Bagaimana bila kita
sudah bersikap jujur, dan ternyata kita tetap gagal memenuhi janji kita pada
pembeli kita, yang disebabkan oleh kelalaian rekan kita? Apakah kita tetap
harus jujur mengatakan alasan yang sesungguhnya pada pembeli kita apabila
mereka menagih janjinya? Apakah kita tetap harus jujur dengan resiko
mempermalukan diri kita atau perusahaan kita sendiri? Jawabnya tetap ya. Kita
sebaiknya tetap berbicara jujur. Kita tak perlu merasa malu apabila sekali
waktu kita melakukan suatu kesalahan. Itu adalah sesuatu yang normal, dan dapat
terjadi pada siapa saja. Saya yakin pelanggan kita akan bisa memaklumi bila
terkadang kita melakukan suatu kesalahan sehingga kita gagal memenuhi janji
kita. Kalaupun pelanggan tersebut sampai marah, ingatlah bahwa resiko dimarahi
oleh pelanggan tetap lebih ringan daripada resiko kehilangan pelanggan itu
untuk selamanya hanya karena ia mengetahui kebohongan kita.