Menurut Annabelle Robertson seorang jurnalis, penulis buku dan istri dari pendeta militer,pada empat bulan awal pernikahan pasangan akan menjalani jalan yang terjal, dalam masa ini kedua belah pihak baik suami maupun istri mengalami kekecewaan besar dan berbagai kesulitan. Namun tenang dulu, karena menurut Annabelle hal itu adalah hal yang wajar dalam pernikahan. Berbagai konflik tersebut adalah bagian dari proses penyesuaian. Tetapi juga jangan dianggap remeh. Lalu apa yang harus dilakukan?
Melakukan persiapan
Jika anda tertanam dalam sebuah gereja lokal, pasangan yang akan menikah dipersiapkan melalui sesi-sesi “bimbingan pra-nikah”. Tujuan dari sesi bimbingan pra-nikah ini bukanlah untuk menyulitkan pasangan yang akan menikah, sebaliknya membangun sebuah persiapan agar kedua individu yang akan memasuki pernikahan memiliki dasar yang kuat saat menghadapi goncangan dan terpaan badai kehidupan.
Setelah menikahpun bukan berarti sudah selesai, namun ada yang namanya bimbingan pasca pernikahan. Dalam hal ini hamba Tuhan, pendeta atau konselor akan membantu pasangan muda yang baru saja melewati masa bulan madu dan mulai menghadapi berbagai konflik yang menguras emosi, air mata dan tenaga.
Jangan menunggu retaknya hubungan pernikahan baru mencari bantuan atau menghubungi konselor pernikahan, tetapi ijinkan para konselor pernikahan itu menjadi salah satu bantalan saat Anda menghadapi jalan kehidupan yang terjal dan penuh goncangan.
Jangan membuat keputusan drastis di masa-masa sulit tersebut
Baru beberapa bulan lalu pasangan muda itu duduk dihadapan pendeta dan istrinya meminta untuk dilakukan pemberkatan pernikahan, namun setelah menikah kini mereka berdua duduk di kursi yang sama saling berjauhan dan wanitanya menangis karena mereka menginginkan untuk berpisah saja. Kondisi seperti ini terjadi karena pasangan ini sedang emosi. Ada yang karena emosi memutuskan kabur ke rumah orangtuanya, atau bahkan hingga mengatakan kata “cerai!”.
Emosi sesaat membuat kita mengambil keputusan yang akan kita sesali nanti. Dalam sebuah penelitian tentang suasana hati dalam proses berusaha, ditemukan bahwa seseorang yang mengalami kecemasan, stress, depresi, dan marah akan cenderung lemah dalam berusaha (Ellis, Thomas, dan Redriguez ; 1984). Hal itu dikarenakan pada saat seorang individu dilanda emosi, marah misalnya, besar kemungkinan ia melakukan tindakan yang irasional. Hal ini berlaku pula dalam hubungan secara umum dan pernikahan. Jadi saat Anda dan pasangan sedang emosi, ambillah waktu untuk berdiam diri dan berdoa.
Konflik bukanlah akhir dari segalanya
Bagi mereka yang telah menikah lama, konflik dan perbedaan pendapat bukanlah akhir cinta mereka, Anda bisa mencoba bertanya langsung kepada mereka. Konflik dan perbedaan pendapat hanyalah proses untuk mengenal lebih lagi diri pasangan Anda. Sekalipun Anda merasa telah mengenal segala sisi dari pasangan Anda sejak sebelum menikah, namun saat Anda hidup berumah tangga Anda akan dikejutkan dengan berbagai hal tentang dirinya. Jadi kuncinya adalah kesabaran, saling menerima kekurangan dan juga kelebihan pasangan serta komunikasi yang baik.
Jadi, jika tiba-tiba Anda mengalami hubungan yang seperti neraka di awal-awal pernikahan, jangan menyerah, putus asa dan kecewa terlebih dahulu karena selalu ada harapan. Pernikahan bahagia bukan berarti tidak ada konflik, namun saat Anda dan pasangan berhasil mengatasi berbagai konflik dan goncangan bersama-sama dengan Tuhan Sang Nahkoda kehidupan.
<!--[endif]-->--> Sumber : CBN.com | Jawaban.com | Puji Astuti