Hal ini disampaikan perwakilan KWI, Romo Purbo Tamtomo, saat menghadiri persidangan di Mahkamah Konstitusi pada Senin, 24 November 2014. “Pernikahan merupakan hak asasi individu. Undang-undang pasal 2 ayat 1 itu mempersempit kewenangan warga negara dalam mendapatkan hak menikah,” terangnya, seperti dilansir Tempo.co, Senin (24/11).
Romo Purbo menegaskan pemberlakuan undang-undang itu cacat. Karena hanya akan menimbulkan perlakuan diskriminasi dengan memaksa salah satu pihak memilih satu sari enam agama yang diakui di UU. Dalam hal ini, negara dinilai sudah melewati ranah hubungan antara individu dengan Tuhan. “Siapa pun juga tidak bsia memaksa seseorang untuk pindah agama agar bisa menikah dengan pasangan yang beda agama,” katanya.
Terkait hal ini, Romo Purbo menyarankan agar UU perkawinan ini kembali dirumuskan. Agar setiap warga negara bebas memilih dan menentukan agamanya sendiri dan haknya untuk menikah. Senada dengan itu, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) juga sempat melontarkan dukungan revisi terhadap UU Perkawinan ini karena dinilai diskriminatif dan mengabaikan semangat multikulturalisme di Indonesia. Mereka berharap agar negara membuat sebuah regulasi yang lebih realistis dalam mengatur dan memfasilitasi perkawinan pasangan beda agama di Indonesia.
Sumber : Metrotvnews.com/Tempo.co/ls