Sosok cilik Afrika ini pertama kali menjadi bahan perhatian publik pada tahun 1997. Saat dirinya ditolak masuk sekolah karena ia mengidap HIV/AIDS. Kasus ini lalu mengundang kemarahan di kalangan para pemimpin Afrika Selatan, karena negara ini melarang adanya diskriminasi dalam bentuk apapun, termasuk kondisi kesehatan seseorang. Hingga akhirnya Nkosi diterima di sekolah itu.
Peristiwa itu menjadi momen bagi Nkosi untuk ditunjukkan untuk tampil membawakan pidato tentang ajakan bagi para penderita AIDS untuk tidak malu membuka diri dan menuntut perlakuan yang sama dari lingkungan.
Berikut kutipan pidatonya yang mampu mengubah paradigma dunia terhadap penderita HIV/AIDS:
“Kita semua manusia yang sama. Kami memiliki tangan. Kami memiliki kaki. Kami dapat berjalan. Kami dapat berbicara. Kami memiliki kebutuhan seperti orang lain. Jangan takut kepada kami, karena kita semua sama”.
Atas pidato yang menggetarkan itu, Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela kala itu pun menjulukinya sebagai ikon perjuangan hidup. Meski kala itu usianya masih sangat belia, namun penolakan lingkungan terhadapnya menjadi pelajaran bagi dunia. Pengalaman itu pula yang mendorongnya untuk peduli terhadap para penderita HIV/AIDS lewat Yayasan Nkosi’s Haven. Pada tahun 2005, Nkosi pun mendapat penghormatan dengan menerima Hadiah Perdamaian Internasional Anak dari tangan mantan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev serta menerima hadiah sebesar 100 ribu US dollar dari Yayasan Kidsright beserta patung dengan ukiran namanya.
Kisah kehidupan Nkosi pun diangkat dalam sebuah buku berjudul ‘Kami’ karangan Jim Woote. Buku itu berisi perjalanan hidup Nkosi sebagai pengidap HIV/AIDS sejak lahir. Bocah yang lahir di Johannesrburg pada tahun 1989 ini lalu kehilangan sang ibu di usianya yang ke-3 akibat penyakit HIV/AIDS yang ditularkan kepadanya. Tak lama kemudian ia diadopsi dan dibesarkan oleh keluarga Gail Johnson.
Nkosi meninggal di usianya 12 tahun, usia terpanjang bagi seorang anak yang lahir dengan HIV. Meski telah tiada, namun Nkosi telah meninggalkan pembelajaran penting bagi dunia agar tidak takut menerima penderita HIV/AIDS di tengah kehidupan mereka. AIDS tidak akan menular lewat sentuhan, pelukan atau ciuman. Sehingga ia, ibu dan anak-anak yang menderita sepertinya mendapatkan perlakuan yang sama. Bukankah Nkosi telah bertindak sebagai pahlawan? Seorang pahlawan tak harus melakukan hal-hal heroik, tetapi pahlawan sejati juga mereka yang membuat sebuah perubahan bagi lingkungan dan dunia.
Sumber : Berbagai Sumber/jawaban.com/ls