Tahun 2015 menjadi pintu terbuka bagi aktivitas pasar bebas ASEAN atau Asian Free Trade Area (AFTA) dan MEA. Sehingga Indonesia dipandang belum siap menyambut pasar bebas tersebut. Berbeda dengan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel yang menuturkan bahwa AFTA dan MEA 2015 bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti.
“Tidak sedikit masyarakat mengatakan kekhawatirannya memasuki MEA. Saya selalu jawab simple. Tidak ada yag perlu ditakuti,” kata Rahmat saat berpidato di seminar ‘Economic Outlook: Indonesia 2015 and Beyond: Reinventing Economic Priorities’ di Jakarta, Kamis (6/11), seperti dilansir Kompas.com.
Sementara Mantan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Kuntoro Mangkusubroto menuturkan, buruknya koordinasi organisasi antar lembaga dan ketidaksiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia justru menjadi bukti nyata ketidaksiapan Indonesia menyambut pasar global tersebut. “Kalau ngomong siap ya siap, tapi kondisi real-nya, orang-orangnya itu belum siap sebetulnya,” kata Kuntoro, seperti dilansir Republika.co.id, Kamis (6/11).
Ketidaksiapan itu kembali diresponi Rahmat dengan menegaskan agar Indonesia tetap menghormati kesepakatan ekonomi ASEAN. Ia menuturkan agar pelaku usaha di Indonesia juga tidak perlu cemas, sebab Indonesia sebetulnya sudah menjalani pasar bebas itu sejak lama.
“Sebelum MEA ini kita ada AFTA. Sebelum AFTA sudah ada selundupan-selundupan. Negara kita sudah bebas. Impor itu menunjukkan Indonesia sudah masuk perdagangan bebas sebelum ditandatanganinya perjanjian-perjanjian dagang,” lanjut Rahmat.
Untuk itu, Rahmat menekankan agar segera membenahi beragam hambatan-hambatan itu, diantaranya soal impor dan biaya produksi di Indonesia yang tinggi serta SDM Indonesia yang masih sangat rendah.
Bila ditilik dari hasil riset Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO, MEA pada dasarnya akan bermanfaat besar pada terciptanya lapangan kerja dan meningkatnya kesejahteraan 600 juta masyarakat Asia Tenggara.
Sumber : Kompas.com/Bbc.co.uk/ls