Daniel Tammet, Pria Jenius Yang Mengidap Autis
Theresia Karo Karo Official Writer
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang. Sebagian besar diakibatkan oleh faktor hereditas dan biasanya telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan. Untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan normal, terapi sedini mungkin dibutuhkan penderitanya. Memang terdapat kemungkinan bahwa terapi harus dilakukan seumur hidup. Meskipun begitu, penderita autisme cukup cerdas apabila mendapat terapi sedini mungkin.
Daniel Tammet adalah anak yang mengidap penyakit autis bawaan sejak lahir. Saat balita, orangtuanya tidak menyadari bahwa perilaku anak lelaki kelahiran 31 Januari 1979 yang sering menangis dan membenturkan kepalanya ke tembok adalah gejala dari penyakit autis. Hati orangtua mana yang tidak sedih bila tahu keadaan anaknya yang sakit? Ketika tahu, ayah dan ibunya memang sedih, tetapi mereka menolak untuk terpuruk dalam penyesalan.
Daniel kecil tidak mengerti dengan penyakitnya, terkadang ia hanya merasa harinya begitu buruk dan mengalami kejang. Bersyukur karena keluarga dan saudara sangat menyayanginya. Untuk menghibur Daniel, dia diajak saudaranya bermain dengan menghafal angka. Inilah awal mula Daniel menemukan talentanya. Dia mampu menghafal banyak rangkaian angka yang disebutkan saudaranya.
Dengan dukungan orangtua untuk terus belajar walau penyakit autis kerap mengganggu, hal ini tidak menghalangi Daniel untuk mengasah kemampuannya. Sadar dengan penyakitnya yang susah sembuh, dia tidak lantas menjadi rendah diri. Daniel lebih memilih berusaha keras agar dapat sejajar dengan teman-temannya.
Untuk meredam kejang dan emosi yang tiba-tiba kacau, Daniel rutin meminum obat dari dokter. Kehebatannya mulai terbukti sejak tahun 2004, dia berhasil memecahkan rekor baru di Eropa untuk mengingat titik desimal terjauh. Dia mampu mengingat 22.514 digit angka yang dibacakan selama lima jam sembilan menit. Daniel tidak perlu menghafal dengan keras, seluruh angka tersebut seakan masuk dan direkam oleh otaknya. Dengan kecerdasannya dia juga fasih belajar 10 bahasa, diantaranya bahasa Inggris, Rumania, Gaelik, Welsh, Islandia dan beberapa bahasa yang lain.
Meskipun penyakitnya tidak dapat disembuhkan 100 %, tetapi dengan usaha dan kerja kerasnya ia mampu menjadi sosok inspiratif. “Aku tahu bahwa tantangan utama penderita Autis adalah kesulitan berkomunikasi dan mengendalikan diri. Tapi percayalah, semua penderita Autis bisa membuat diri mereka sama hebatnya seperti yang normal”, ungkap Daniel.
Para penderita autisme di seluruh dunia banyak yang belum menyadari kemampuan mereka. Sekitar 10 % penderita autisme berpotensi menjadi orang jenius apabila diasah terus. Kisah Daniel menjadi contoh, bahwa manusia yang pandai bersyukur tentu akan mendapat kemudahan dan kelimpahan karunia dari Tuhan. Awalnya memang berat, tetapi segala sesuatu yang diusahakan akan indah pada waktu-Nya.
Memiliki kekurangan fisik atau mengidap penyakit yang susah atau yang tidak bisa disembuhkan, bukan berarti kita tidak bisa bahagia. Daniel yang mengidap autis mampu membuktikan kecerdasannya dan menjadi salah satu orang jenius di dunia. Oleh sebab itu ada apabila buah hati atau saudara mengidap autis, jangan langsung menyerah. Tetaplah berjuang dan mendukung mereka, karena penderita autis berpotensi besar memiliki kecerdasan diatas rata-rata.
Sumber : Vemale/Jawaban.com by tk
Halaman :
1