Kisah Nyata Djawa Rini, Perempuan Lumpuh Karena Alami Stres Berat
Sumber: jawaban.com

Family / 17 January 2014

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Djawa Rini, Perempuan Lumpuh Karena Alami Stres Berat

Lois Official Writer
21860

Tidak ada benak di dalam diri saya untuk meninggalkan kota yang dari kecil saya tinggali dan pergi ke Jakarta dalam usia belia. Namun, karena dorongan dari kakak laki-laki saya yang mengatakan saya perlu ke Ibukota jika ingin berhasil maka saya pun hijrah ke kota metropolitan ini. Disini, saya akan bersekolah dan mengulang pelajaran lagi dari kelas 1 SMA. Tujuan saya melakukan tersebut sangat sederhana yakni supaya saya bisa masuk kelas 2 IPA. 

Akhirnya saya pun masuk ke sekolah baru di Jakarta. Disini, saya mempunyai teman dan bahkan mendapat mata pelajaran yang baru juga. Harus saya akui, saya memiliki kelemahan di beberapa mata pelajaran khususnya bahasa Jerman. Oleh sebabnya, ketika guru bahasa Jerman menegur saya karena tidak bisa menjawab pertanyaannya dengan bahasa Jerman, saya terlecut untuk belajar lebih giat lagi di rumah.

Sayangnya, di tengah upaya saya belajar, saya mendapat larangan dari kakak dan kakak ipar untuk keluar rumah selepas jam sekolah. Jujur saya jadi stres karena itu. Tiga tahun saya merasakan kekangan dari mereka.

Lulus SMA, saya mencoba berbagai ujian masuk perguruan tinggi. Akan tetapi, semua kandas akibat sakit kepala yang luar biasa yang membuat saya tidak bisa jernih untuk berpikir. Tiap kali batin saya tertekan, rasa sakit kepala itu menyerang saya. Sampai pada satu waktu dimana saya sudah tidak bisa lagi menahan sakitnya di kepala saya, kakak membawa saya ke rumah sakit.  Sewaktu mengambil obat, saya tanya kepada kakak saya, “Mas, saya itu sebenarnya sakit apa sih?” Lalu kakak saya menjawab, “Sebenarnya kamu itu kena gangguan pada otak kamu, jadi kamu tidak bisa mikir. Itu karena kamu stress.”

Mendengar itu, air mata saya jatuh. Penyesalan muncul, mengapa saya baru mengetahui saya mengalami stres di saat saya mencoba untuk masuk kuliah. Bersamaan dengan perasaan itu, keputusasaan dan intimidasi menghujam hati saya. Saya takut masa depan, takut mati juga. Kalau migrain, kan saya tidak bisa tidur. Di situ ada bisikan. “Udah, kamu bunuh diri aja, kamu bunuh diri aja.” Saya pikir lah saya takut mati kok malah disuruh bunuh diri? Saya akan kemana kalau bunuh diri?

Saya terus menyimpan kesedihan dan rasa sakit yang menyiksa, depresi yang hebat juga mengambil seluruh kehidupan saya. Saya mengalami kelumpuhan. Keadaan ini bukannya menambah baik hubungan saya dengan kakak ipar yang sejak awal datang ke Jakarta tidak menyukai saya, melainkan membuat kami semakin merenggang.

Atas dasar itu, saya menghubungi kakak yang lain. Saat kakak perempuan saya datang dan terkejut melihat keadaan saya. “Lho lho lho, kok kamu tidak bisa berdiri? Kok kamu seperti daging yang tidak ada tulangnya?” demikian ucap kakak perempuan saya. Ingin rasanya keluar dari rumah itu, tetapi tetap tidak bisa.

Hari-hari berlalu sampai tiba datanglah saya mendapat panggilan telepon dari teman saya. Mengetahui apa yang saya alami, teman saya menyarankan saya agar datang kepada seorang pendeta atau hamba Tuhan dan minta didoakan olehnya. Karena saya sudah putus asa, ide tersebut saya terima. Di kemudian hari, saya datang ke rumah seorang hamba Tuhan dan kemudian menceritakan isi hati saya untuk pertama kalinya. Di tengah obrolan berlangsung, saya ditantang oleh hamba Tuhan tersebut.

“Kamu mau sembuh?” katanya.

“Mau,” kata saya

“Kamu percaya?” Waktu ditanya itu, saya agak diam juga.

Lalu hamba Tuhan bernama Pak Ferry Panjaitan ini berkata, “Saya juga sudah mengalami kesembuhan. Jadi kalau kau rasakan sakit kau harus katakan begini, ‘Oleh bilur-bilur darah Yesus, saya sembuh. Itu hanya perasaan daging’,” katanya. Saya pun mengangguk, tanda setuju dengan perkataannya. Selesai mengatakan hal itu, sang hamba Tuhan ini menantang saya untuk dapat berjalan. Waktu itu saya berusaha agar bisa berjalan. Waktu disuruh lompat, saya mencoba melakukannya dan saya berhasil.

Semangat saya kembali hadir. Selepas pertemuan dengan hamba Tuhan itu, setiap hari saya terus mencoba berjalan walau untuk berdiri selama 5 menit saja saya tidak sanggup. Kesembuhan saya terima. Dari hal itu, perubahan total terjadi dalam kehidupan saya. Saya bahkan mampu mengambil keputusan tersulit yakni mengampuni kakak dan kakak ipar saya.

Dulu sebelum saya terima Tuhan Yesus, saya begitu takut pada masa depan dan kematian. Tetapi, setelah mengenal-Nya, saya tahu hidup itu indah. Tuhan ijinkan masalah itu terjadi untuk memproses saya untuk semakin dewasa dalam iman kepada Tuhan.

Kini bersama suami dan anak, saya merasakan kehidupan yang luar biasa tanpa dibayangi penyakit apapun. Buat saya pribadi, Tuhan Yesus itu dahsyat dan saya rindu Dia terus ada menyertai kehidupan saya hingga saya menutup mata selama-selamanya.


Sumber Kesaksian :

Djawa Rini

Sumber : V140116142008
Halaman :
1

Ikuti Kami