Orangtua acapkali mengeluh tentang kurangnya kejujuran pada anak-anak mereka. Menurut orangtua, mereka tidak pernah mengajarkan anak-anaknya berbohong, tetapi anak-anak sudah dapat membohongi orangtua sejak mereka masih sangat muda. Bahkan sebenarnya banyak orangtua sudah mengajarkan tentang dosa dan akibatnya, namun mereka masih dikelabui juga oleh putra-putri mereka.
Berikut ini pendapat beberapa anak sehubungan dengan perilaku berbohong mereka.
"Tidak pernah, kan tidak boleh. Bohong itu dosa, kata Alkitab. Saya baca sendiri." |
Gideon, 1 SD |
"Bohong itu kan dosa, kata mama. Saya nggak pernah bohong...." |
Hellen, 3 SD |
"Bohong itu tidak bagus, itu kata semua orang, papa, mama, dan kakak." |
Inggrid, 3 SD |
Ada beberapa hal menarik yang dapat kita cermati dari komentar-komentar mereka. Beberapa anak langsung mengakui bahwa mereka pernah berbohong ketika mereka ditanya, sementara anak yang lain lebih banyak menjawab bahwa mereka tidak pernah berbohong sama sekali. Ada pula yang menyatakan bahwa kebohongannya dimaksudkan untuk membawa "kebaikan". Bagaimanapun juga, semua anak mengetahui dan mengakui bahwa berbohong adalah perbuatan yang salah, dosa, dan tidak diperkenan baik oleh Tuhan maupun orangtua. Kebanyakan mereka memperoleh pemahaman tersebut dari orangtua. Namun karena anak-anak yang dimintai komentar ini adalah murid-murid sekolah minggu sebuah gereja, mereka tentunya mendapatkan juga pesan-pesan moral sejenis dari guru-guru sekolah minggu mereka.
Anak-anak yang menjawab pernah berbohong tidaklah menunjukkan bahwa orangtua maupun guru sekolah minggu gagal menanamkan kebenaran kepada mereka. Karena hal ini mungkin saja berarti bahwa mereka justru adalah anak yang jujur dan peka terhadap dirinya. Sebaliknya, anak-anak yang mengatakan tidak pernah berbohong juga tidak berarti sudah berhasil mengamalkan nilai-nilai kebenaran yang pernah diajarkan. Yang menarik yaitu pengakuan pernah berbohong dikemukakan oleh anak yang usianya lebih muda (TK dan 1 SD), sedangkan anak-anak yang lebih besar, misalnya kelas 3 SD, justru mengatakan bahwa mereka tidak pernah berbohong.
Untuk menghayati dan mengamalkan sebuah nilai kebenaran, setiap individu perlu melewati dua tahapan atau proses. Anak mulai belajar tentang perilaku benar atau salah dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Awalnya, anak akan mematuhi hal yang benar itu karena ia tidak mau dihukum. Dengan bertambahnya usia, ia menjalankan hal yang benar karena ingin dipuji dan memperoleh dukungan orang lain. Anak mulai merasa wajib melakukan yang benar.
Lanjut >>>
by. Esther Tjahja, S.Psi (Buletin Pendidikan Iman Anak)