Mengajar Anak Menjadi Laki-Laki

Parenting Superbook / 7 August 2014

Kalangan Sendiri

Mengajar Anak Menjadi Laki-Laki

Zakarias Feoh Official Writer
1493

Budaya tertentu selalu mengharuskan memiliki keturunan anak laki-laki.  Jika belum memiliki anak laki-laki maka merasa belum lengkap meskipun telah memilki anak perempuan. Sehingga  banyak pasangan suami istri terus berusaha bahkan banyak diantara mereka memilih adopsi anak laki-laki.    Pertanyaannya adalah berapa banyak orang orangtua siap mengajarkan anaknnya menjadi laki-laki ?   Membentuk dan  membesarkan seorang anak laki-laki  menjadi dewasa  merupakan perintah Tuhan bagi setiap orantgua.   Dalam hal ini  peranan dan arahan dari seorang ayah sangat penting  dan diperlukan  didalam mentransfer kualitas yang diinginkan masuk didalam anaknya sebagai laki-laki dewasa kelak.

Peranan seorang ayah pada anak laki-lakinya; Bahwa anak-anak perlu menyerap sifat kelaki-lakian dari seorang ayah. Proses ini disebut identifikasi yaitu proses memasukkan sifat-sifat perilaku, pola tingkah laku atau pola pikir atau pengungkapan emosi dari ayah ke dalam diri anak. Contoh: ayah kalau bicara menggunakan gerakan-gerakan tangan, tanpa disadari kita mulai menyerap perilaku tersebut. Atau kalau ayah lagi marah cenderung diam, anak-anak cenderung juga menyerap sifat-sifat seperti itu.

Kalau anak tidak mendapatkan dari ayahnya dia akan mendapatkan dari pihak-pihak luar baik itu teman maupun tokoh-tokoh di televisi. Dalam hal ini seorang ayah sangat perlu memberikan waktu terlibat hadir dalam kehidupan si anak, sering bermain, bergaul, berkomunikasi dengan si anak.

Hal yang perlu kita berikan atau hal yang perlu kita ajarkan secara terencana kepada anak laki-laki kita:

  1. Kita mesti mengajar anak mengambil keputusan. Mengajarkan proses mengambil keputusan yang benar. Menekankan bahwa seorang pria sebaiknya menjadi pemula atau menjadi orang yang mengambil inisiatif, jangan menjadi pria yang pasif, yang hanya menantikan orang untuk mengambilkan keputusan.
  2. Di dalam melaksanakan tugas seorang pria diharapkan bersifat sigap bukan malas-malasan atau lamban.

Hal yang lain juga yang perlu kita perhatikan adalah jangan kita mengajarkan hal-hal yang negatif, yaitu dalam bentuk kemarahan-kemarahan, mencela-mencela si anak. Sebab sifat negatif bukannya membangun si anak untuk menjadi seperti yang kita harapkan, seringkali justru menjadi bumerang, menjadi kebalikan dari yang kita harapkan.

Sehubungan dengan sosialisasi anak laki-laki kita dengan lawan jenisnya, kita perlu dan sepatutnya mengajarkan kepada anak laki-laki untuk melindungi wanita, yaitu mempunyai sikap atau persepsi yang tepat terhadap wanita yaitu melindunginya bukan memanfaatkannya.

Sehubungan kalau anak laki-laki kita berhubungan dengan sesamanya atau pria lain, kita perlu sebagai seorang ayah perlu mengajarkan anak laki kita bahwa dia setara dengan pria lain. Adakalanya anak laki-laki itu merasa dia baik, kalau merasa dirinya lebih hebat dia itu superior dari teman prianya atau kalau anak minder dia merasa dia kecil, teman-teman prianya yang lain lebih besar dari padanya. Kita perlu mengajar anak laki kita untuk setara, untuk bersikap sama bahwa dia tidak lebih dan dia tidak kurang dari orang-orang lain. Sebagai seorang ayah perlu memunculkan hal yang spesifik misalnya tentang kebaikan anak, kita mesti tunjukkan sesuatu yang memang dia lakukan dan lumayan baik, sehingga itu menjadi bekal dia menempatkan diri sejajar dengan pria-pria lainnya.

Seorang anak usia remaja sering kali mencoba-mencoba, bereksperimen. Dukungan yang bisa kita berikan sebagai orang tua adalah kita menekankan bahwa keberanian mengambil resiko adalah sifat pria yang baik yang dihormati, justru sifat pria yang takut mengambil resiko itu menjadi sesuatu yang tidak dihargai oleh orang lain. Jadi anak-anak pria perlu mendapatkan dorongan dari ayahnya untuk mengambil resiko meskipun dia itu bisa keliru, bisa dirugikan tapi kita bisa dorong dia kenapa tidak mencoba, otomatis dalam hal yang benar.

Kadang kala anak-anak takut mengambil resiko karena:

  1. Takut gagal
  2. Takut disalahkan

Ketakutan gagal dan ketakutan disalahkan adalah hal yang wajar dan tidak apa-apa tapi kalau berlebihan akan melumpuhkan si anak. Jadi sekali lagi sebagai ayah kita harus berhati-hati jangan terlalu cepat mengevaluasi, mengkritik, mencela, menjatuhkan anak kita, waktu dia mengambil resiko melakukan sesuatu.

Kita perlu mengarahkan anak untuk menjadi pria dewasa yang bisa mengontrol emosinya. Salah satu kualitas pria yang dihargai oleh lingkungan adalah stabil, kestabilan emosi itu adalah suatu ciri pria yang baik. Pria yang emosinya turun naik cenderung mendapatkan kesukaran dan kurang mendapatkan penghargaan dari lingkungannya. Jadi sebagai ayah kita perlu mengajarkan kepada anak-anak untuk mempunyai emosi, jangan sampai tidak punya emosi, jadi silakan beremosi, silakan marah, silakan kecewa tapi kita ajarkan dia menyatakan emosi tersebut dengan benar.

Ada 3 hal yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak laki-laki kita menjadi seorang pria dewasa yang baik, yaitu:

  1. Jangan sampai kita terlalu terjebak dalam pembedaan antara feminin, maskulin. Contoh: ada orang tua atau ayah yang berkata anak laki tidak usah cuci piring itu pekerjaan wanita, itu tidak benar. Silakan dia mencuci piring dan tidak ada salahnya anak laki mencuci piring, anak laki tidak boleh menangis itu wanita, tidak apa-apa anak laki menangis, anak laki-laki kadang-kadang perlu menangis.
  2. Jangan menghina anak laki-laki, jadi anak laki-laki itu peka terhadap penghinaan. Misalkan penghinaan menyamakan dia dengan wanita, memanggil dia dengan wanita atau kata-kata banci, anak laki mempunyai satu ketakutan yang total yaitu takut disamakan dengan wanita. Atau misalnya kita tempeleng dia, menunjuk-nunjuk dahinya dengan telunjuk kita di depan temannya itu sangat menghina dia. Anak laki yang merasa terhina, cenderung menyimpan rasa terhinanya dan menjadi dendam kesumat pada dirinya terhadap kita sebagai ayah.
  3. Jangan mengharuskan anak laki kita menyukai hobby kita atau dengan kata lain jangan sampai kita mencoba untuk mencetaknya menjadi jiplakan kita. Misalnya kita sebagai ayah melihat anak kita kok tidak senang sepak bola, kemudian mulailah kita meremehkan dia, nggak mau dekat dengan dia, itu adalah penolakan yang sangat menohok penolakan diri si anak. Dia akan merasa menjadi pria yang tidak lengkap karena ayahnya menolak dia, dan dia akan melihat figur ayahnya adalah figur pria yang lengkap, keren, ayahnya menolak dia seakan-akan dia bukan pria yang lengkap, itu tidak positif dan tidak baik.

Alkitab memberi nasehat bagi setiap orangtua didalam Amsal 20:18, "Sekalipun emas dan permata banyak tetapi yang paling berharga adalah bibir yang berpengetahuan." Pengetahuan itu diidentikkan dengan berhikmat jadi yang kita ingin berikan kepada anak kita adalah yang paling berharga yakni hikmat. Yakni hikmat menjadi seorang pria, menjadi seorang yang takut Tuhan, mengenal Tuhan dan bisa hidup di tengah-tengah lingkungannya.   Jadikanlah  keturunan anda menjadi laki-laki dewasa  disetiap  generasi. 

 

Sumber : sabda org, berbagai sumber, zf
Halaman :
1

Ikuti Kami